Cari

Ketika Nama Raja Sisingamangaraja Dirusak Oleh Oknum Politikus Kampungan

Posted 18-04-2017 11:14  » Team Tobatabo
Foto Caption: Patung Sisingamangaraja di museum batak

Baru-baru ini, saya melihat banyak menyebar foto-foto di media sosial dan berita media online yang membawa-bawa nama Raja Sisingamangaraja. Namun saya berfikir bahwa ini bukan dalam hal menambah nilai positif, melainkan menimbulkan nilai negatif yang bermuara pada kesengajaan untuk menjatuhkan nama besar Raja Sisingamangaraja.

Pendapat saya ini bukan tanpa alasan. Hal sederhana yang bisa kita lihat adalah, kenapa nama Raja Sisingamangaraja dibawa keranah politik praktis? Tindakan seperti ini sungguh sangat tidak etis jika dikaitkan dengan urusan politik, apalagi politik di Pilkada DKI Jakarta.

Aksi Pembakaran DVD Karya Artis Batak Pendukung Anies-Sandi di Istana Raja Sisingamangaraja, Bakara

Aksi Pembakaran DVD Karya Artis Batak Pendukung Anies-Sandi di Istana Raja Sisingamangaraja, Bakara

Sedikit menjelaskan tentang foto dan berita yang banyak menyebar di kalangan pengguna media sosial. Menurut penjelasan yang saya kutip dari salah satu media lokal online PALAPAPOS.co.id, tindakan pembakaran kepingan DVD artis Batak di makam Raja Sisingamangaraja, Bakara, Humbanghasundutan ini bermula atas dasar ungkapan rasa kecewa oknum masyarakat Batak di Tapanuli ketika mendengar beberapa orang pelaku seni atau artis Batak yang tinggal di DKI Jakarta diduga mengalihkan dukungannya dari Ahok-Djarot kepada Anies-Sandi.

Berikut kutipan pendapat koordinator pelaku pembakaran DVD tersebut yang saya ambil dari media online PALAPAPOS.co.id di atas. Ini adalah alasan yang murni kepentingan politik. Alasan lain nyaris tidak ada saya temukan. Apalagi bicara dari niat baik. Penggiringan beberapa masyarakat untuk melakukan aksi rendah seperti ini tidak didasari pada kesadaran politik yang murni, itu artinya, ada orang yang memprovokasi dan menghasut masyarakat Batak dikampung untuk melakukan tindakan ini.

Tanpa mereka sadar apa dampak kemudian yang timbul dari aksi yang sedang mereka lakukan, terlebih itu mereka lakukan di Istana Raja Sisingamangaraja di Bakara, Humbanghasundutan, Sumatera Utara. Kenapa saya sebut digiring? Karena tidak ada hubungan sama sekali antara masyarakat dikampung dengan Pilkada DKI Jakarta.

Dan masyarakat dikampung juga tidak tau kalau tindakan yang mereka lakukan adalah salah satu tindakan tercela yang tidak menghargai karya orang lain. Padahal, karya itu dibuat dengan susah payah untuk dinikmati masyarakat luas. Sayapun menduga, kalau-kalau aksi ini bisa bermuara pada pelanggaran hukum. Mudah-mudahan saja tidak, karena banyak saudara saya disana yang “terikut” melakukan aksi ini.

Telisik punya telisik, ternyata koordinator aksi ini adalah salah seorang simpatisan partai pendukung Ahok-Djarot yang sedang ingin menyalurkan hasrat politiknya, yang cenderung bermaksud untuk memaksakan kehendak pilihan politik sesuai dengan yang dia inginkan terhadap orang lain yang memiliki pandangan politik berbeda. Caranya dengan memanfaatkan orang lain yang buta politik, dalam kasus ini yang dimanfaatkan adalah orang dikampung.

Ini adalah tindakan penghasutan untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap sesama dikalangan masyarakat terhadap beberapa artis yang disebutkan dalam berita online diatas. Muaranya jelas agar masyarakat tidak lagi membeli, dan atau mendengarkan karya-karya lagu ciptaan para artis Batak tersebut. Itu tujuan yang sesungguhnya selain kepentingan politik.

Saya adalah salah satu orang yang mendukung Ahok-Djarot, sejak awal sampai sekarang. Jadi jika ditanya kenapa saya menentang aksi ini? Jelas bukan karena kepentingan politik. Kalau kepentingan politik, saya sebaiknya mendukung aksi ini. Letak kekecewaan saya bukan pada kepentingan politik. Menurut saya, sah-sah saja semua orang mendukung yang manapun dan siapapun untuk menjadi kepala daerah. Namanya kita hidup di Republik yang demokratis.

Oleh karena itu, harusnya aksi kecam-mengecam seperti ini tidak ada, terlebih karena membawa-bawa identitas suku dan apalagi itu membawa-bawa nama Raja Sisingamangaraja. Lalu, saya mau bertanya, apa bedanya kita dengan mereka yang melakukan aksi selama ini yang mengatas namakan agama itu? Tindakan ini benar-benar merusak nama baik masyarakat Batak secara umum yang selama ini dikenal memiliki tingkat intelektual tinggi dan rasional. Apalagi dalam hal berdemokrasi.

Mari kita berfikir, apa opini yang akan berkembang dimasyarakat dengan membaca dan melihat foto dalam berita diatas. Sudah pasti efek negatif bukan? Akan terjadi pro dan kontra. Pesan saya sebenarnya sederhana kepada pelaku mobilisasi aksi dan penghasut masyarakat ini. Saya tau bahwa aksi ini adalah intrik busuk. Pembakaran sengaja dilakukan di Istana Raja Sisingamangaraja untuk membuat aksi lebih terlihat dramatis dan secara otomatis akan menarik perhatian banyak masyarakat, seolah-olah ini aksi didukung oleh semua masyarakat suku Batak dan terlebih didukung oleh seluruh pihak Istana Raja Sisingamangaraja.

Tetapi sebenarnya ini adalah hanya azas manfaat atas ketidak tauan masyarakat di Istana Raja Sisingamangaraja akan kepentingan politik si pelaku penghasutan. Jika ada niat mengharumkan nama besar Raja Sisingamangaraja, bukan seperti ini caranya saudara ku.

Sebagai salah satu orang yang memiliki hubungan terhadap Raja Sisingamangaraja, saya mengecam aksi ini. Mayarakat harus tau, bahwa pelaku penghasutan hanyalah memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan politik praktis. Tidak usah jauh-jauh, beliau adalah simpatisan salah satu partai politik yang saat ini berkuasa di Tapanuli Utara.

Saya berharap, jangan ada lagi aksi-asksi dengan membawa-bawa identitas kesukuan semacam ini yang justru merendahkan harkat dan martabat orang Batak itu sendiri secara umum. Kita bebas dalam berdemokrasi. Aksi seperti ini adalah aksi primordial yang bertujuan untuk membunuh karakter para artis Batak kita yang selama ini bersusah payah merawat dan menjaga eksistensi seni, budaya dan bahasa Batak di kancah Nasional dan Internasional.

Penulis Bernardo Sinambela