Cari

Temuan Mi Berformalin di Pasar Wisata Balige

Posted 19-06-2017 23:38  » Team Tobatabo
Foto Caption: Kepala Badan POM Penny Lukito meninjau Pasar Balige, Toba Samosir, Sumatra Utara, untuk mengambil sample makanan yang mengandung bahan berbahaya, Senin, 21 Mei 2017. Tempo/Maya Ay

Toba Samosir - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito menjumput mi kuning dalam satu bal plastik yang dipajang di kios milik Duma. Jarinya meraba-raba tekstur mi. Sesekali ia mencium mi basah yang biasa digunakan untuk membuat mi ayam itu.

“Ini fresh enggak ya?” kata Penny sambil menyerahkan mi kepada Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono yang menemaninya meninjau Pasar Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, pada Senin, 22 Mei 2017. Kunjungan Penny ini merupakan bagian dari program pembentukan pasar pangan aman di daerah wisata.

Duma terlihat was-was. Alisnya berkerut-kerut melihat Penny dan Suratmono menginspeksi dagangannya. “Ini tidak lengket dan mengkilat. Kemungkinan ada formalinnya,” kata Penny kepada Duma, setelah sebelumnya berdiskusi dengan Suratmono. Tangannya menyodorkan mi kuning yang ia duga mengandung formalin. Seketika Duma terkejut. Duma hanya mengangguk ketika Penny memintanya menunggu hasil tes laboratorium mi kuning itu.

Setelah Penny beralih ke kios lain, seorang pembeli menghampiri Duma. Ia bertanya kepada Duma apa yang terjadi dengan mi kuning dagangannya. “Katanya kalau tidak lengket dan mengkilat, enggak ada formalinnya. Ini enggak ada formalinnya,” kata Duma. Perempuan berusia 35 tahun itu menolak dugaan adanya formalin di dalam mi kuning yang ia jual setiap hari.

Sudah enam tahun Duma berjualan di Pasar Balige. Selain mi, ia juga menjual tahu, tempe, sayuran, dan bumbu-bumbu siap saji. Selama itu, mi kuning adalah dagangan wajib di kios yang diberi nama Melati itu. Namun, Duma tak pernah tahu bahwa mi yang dijualnya mengandung formalin. Sebab mi itu bukan asli buatannya. Ia hanya mengambil dari toke atau pedagang besar di Balige bernama Mak Kristin. “Nama aslinya aku enggak tahu, tapi dia orang Balige,” ujarnya.

Mi kuning yang dibawa Mak Kristin, kata Duma, berasal dari Pematang Siantar. Mak Kristin menjualnya kepada para pedagang kios kecil seperti Duma di Pasar Balige setiap pagi. Duma mengaku jarang mengambil barang dari toke lain lantaran harganya lebih mahal. “Sebenarnya ada lagi toke, tapi Rp 34 ribu satu bal,” katanya. Selain itu, mi yang ia beli dari Mak Kristin bisa tahan hingga empat hari.

Kadang Duma mengambil satu bal, kadang dua bal. Setiap bal berisi 5 kilogram mi kuning seharga Rp 33 ribu. Duma menjualnya kembali dengan harga Rp 8 ribu per kilogram. Rata-rata pembelinya adalah pedagang bakmi ayam dan bakmi goreng. “Mi kuning ini yang paling laku,” ujarnya dengan nada lesu. Ia mencolek-colek kwetiau basah berwarna putih yang katanya kalah laris dengan mi kuning.

Hasil tes kit yang dilakukan BPOM terhadap mi kuning dagangan Duma menunjukkan mi basah itu positif mengandung formalin. "Ini positif mengandung formalin," kata Penny sambil menunjukkan cairan warna ungu dalam tabung hasil test kit.

Penggunaan formalin dalam makanan melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Normalnya, formalin ini digunakan untuk pengawet mayat, pembunuh kuman, pengawet kosmetik dan pengeras kuku, serta perekat kayu lapis. Jika tertelan, formalin dapat menyebabkan rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan. Uapnya sangat berbahaya. Jika terhirup dalam jangka lama dapat menyebabkan kanker hidung. Penelitian BPOM juga menyebutkan penggunaan formalin dalam makanan bisa menyebabkan kelainan genetika pada manusia.

Mi berformalin di Pasar Balige sebenarnya bukan kali ini saja ditemukan. Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Toba Samosir Marsarasi Simanjuntak mengatakan ia pernah menemukan mi kuning berformalin saat melakukan monitoring beberapa waktu lalu. Namun, ia tak menelusuri lebih jauh siapa pemasok mi kuning itu. “Karena cuma satu dua, jadi kami peringati dulu,” katanya.

Sepanjang 2016 hingga awal 2017, Balai Besar POM Medan sudah menindak lima sarana industri mi di seluruh Sumatera Utara karena memakai formalin dan boraks dalam pembuatannya. Tiga di antaranya ada di Pematang Siantar. Namun ketiga pemilik industri itu hanya diberi peringatan keras. Sedang dua industri lainnya ada di Medan. Kedua pemiliknya diproses hukum.

“Kami sudah punya pola tindak lanjut sesuai dengan tingkatan motif dan kesadaran pelaku serta dampaknya terhadap masyarakat,” kata Kepala Balai Besar POM Medan Yulius Sacramento Tarigan.

Yulius menjelaskan, sesuai ketentuan, jika kategori industri kecil pendekatannya adalah pembinaan oleh pemerintah setempat. Namun jika modusnya sudah sistemik dan berulang, pemilik industri bisa dikenai sanksi berat untuk meningkatkan efek jera. “Pro justitia adalah pilihan terakhir,” ujarnya.

Temuan BPOM Pusat menyebutkan sepanjang 2016 ada 12 perkara terkait dengan peredaran pangan berbahaya di seluruh Indonesia. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang banyak beredar pangan mengandung bahan berbahaya. Selain Sumatera Utara, pangan berbahaya juga banyak beredar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, dan Sulawesi Utara. Yang dikategorikan bahwan berbahaya antara lain formalin, boraks dan rhodamin.

Selain mi, formalin juga acap kali dijadikan campuran ke dalam bakso, daging ayam, ikan asin, dan ikan segar. Bahan kimia ini digunakan agar bahan makanan bisa tahan lama. “Kalau makanan jenis perishable (mengandung kadar air tinggi) masih terlihat awet meski berhari-hari, patut dicurigai,” kata Yulius.

Meski berbahaya, efek samping yang ditimbulkan bahan makanan yang mengandung zat berbahaya ini tidak serta merta terjadi. Akibatnya, masyarakat cenderung acuh terhadap peredaran makanan berbahan kimia ini.

Setelah hasil tes kit keluar, ada tiga petugas BPOM yang mendatangi Duma. Petugas itu menyampaikan informasi bahwa mi kuning miliknya positif mengandung formalin. Petugas menyarankan agar Duma tak menjual mi kuning itu lagi. Namun keesokan harinya ia tetap mengambil mi dari Mak Kristin. Ia beralasan, "Apa lagi yang mau kami jual?"

MAYA AYU PUSPITASARI

Dikutip dari Tempo