Wisata Sejarah Pematangsiantar
Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan Siantar. Pematangsiantar yang berkedudukan di pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasan sebagai raja tahun 1906.
Disekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Kahean, Pantoan,Suhi Bah Bosar,dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu :
- Pulau Holing menjadi Kampung Pematang.
- Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota.
- Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.
- Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.
Setelah Belanda memamusuki daerah Sumatera Utara, Simalungun menjadi Daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Controleur Belanda yang semula berkedudukan di perdagngngan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, Bangsa Cina mendiami Kawasan Tiombang Galung dan Kampung melayu.
Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian Pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No.285 Pematangsiantar berubah menjadi Geemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No.717 berubah menjadi Geemente yang mempunyai Dewan.
Pada jaman Jepang berubah menjadi Siantar Estate dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah Otonomi. Berdasarkan UU No.22/1948 status geemente menjadi kota kabupaten Simalungun dan wali kota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957.
Berdasarkan UU No. 1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi daerah tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.
Tempat Bersejarah
1. Tugu Raja Siantar
Teletak di Jl. Pematang dan diresmikan pada tahun 1982. Tugu ini merupakan Tugu Raja Sang Nauluh Damanik (Raja Siantar) yang memerintah kerajaan siantar dari tahun 1862-1904 yang kemudian ditangkap belanda dan diungsikan ke Bengkalis dan wafat pada Tahun 1914. Tugu ini dibuat dengan ornamen Keislaman sesuai dengan agama yang dianut oleh Raja Siantar.
Museum ini dibuka pada tahun 1940 dan terletak di Jl. Jendral Sudirman. Berbagai benda penginggalan budaya dan tradisi etnis Batak Simalungun dapat dilihat dialamnya. Di halaman museum dapat dilihat beberapa patung panghulubalang yang pada masa itu difungsikan oleh etnis Batak sebagai penjaga magis huta mereka. Bangunan utama Museum ini berbentuk rumah tradisional Simalungun yang kaya ragam hias.
2. Museum Simalungun
Berbagai koleksi yang ada di Museum Simalungun yang terletak di Pusat kota Pematangsiantar antara lain adalah:
- Peralatan Rumah Tangga seperti :
- Parborasan (Tempat menyimpan beras)
- Pinggan Pasu (Piring nasi untuk Raja)
- Tatabu (Tempat menyimpan air)
- Abal-abal (Tempat menyimpan garam)
- dsb.
- Peralatan Pertanian seperti :
- Wewean (alat memintai tali)
- Hudali (Cangkul)
- Tajak (Alat membajak tanah)
- Agadi (Alat menyadap nira)
- dsb.
- Peralatan Perikanan seperti :
- Bubu (Penangkap Ikan dari Bambu)
- Taduhan (Tempat menyimpan ikan)
- Hirang-lurang (Jaring penampung ikan)
- Hail (Kail)
- dsb.
- Alat-alat Kesenian seperti :
- Ogung
- Sarunai
- Mong-mong
- Sordam
- Hesek
- Arbab
- Gondrang
- Husapi, dsb.
- Alat-alat perhiasaan, seperti :
- Suhul gading (keris)
- Raut (pisau)
- Gotong (Kopiah laki-laki)
- Bajut (Tas Wanita)
- Bulang (Tudung Wanita)
- Suri-suri (Selendang Wanita)
- Gondit (Ikat pinggang pria)
- Dorami (Perhiasan Kepala pria)
Bangunan peninggalan kolonial Belanda ini dulunya adalah suatu pusat pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di tahun 1945 - 1949. Sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat aktivitas para pejuang veteran dan sebagian ruangannya digunakan sebagai restoran dan tempat hiburan.3. Gedung Juang 45
Pada 1950, sesudah ada Pemerintahan Kabupaten Simalungun, gedung ini dibeli oleh Pemkab kepada pengusaha swasta dari Belanda tadi. Dan pada 1968, diserahkan oleh Bupati Simalungun saat itu kepada para pejuang 1945 untuk dijadikan kantornya. Dan mulai saat itulah nama gedung ini menjadi gedung juang 45 atau gedung nasional hingga sekarang.