Ikan Batak 'Ihan' Punah? Tunggu dulu, Universitas ini sedang giat Membudidayakannya
Waw, aku cukup terkejut mendengar ucapan salah teman kuliah, saat kami ngobrol mengenai budidaya ikan Ihan. Saat itu aku memberi saran buat dia untuk meneliti pembudidayaan ikan ihan sebagai tugas akhirnya, teman ini mahasiswa tingkat akhir politeknik IPB jurusan perikanan.
Hal yang membuat aku terperangah adalah statementnya yang mengatakan bahwa ihan sudah berhasil di budidayakan di laboratorium perikanan IPB.
Wahh, pikirku. Berarti statement dan bayangan saya bahwa ihan akan punah terbukti nol besar. Dan moga-moga apa yang dikatakannya adalah benar dan berhasil.
Saya jadi flashback kembali masa-masa SMA, seingatku kelas tiga semester akhir ada perlombaan karya tulis pelajar SMA, dan pemenangnya salah anak SMUN 2 Balige, if i not wrong! Dan title karya tulis yang dibawakan adalah Membudidayakan Ikan Ihan.
Kala itu saya sangat salut dengan dia, anak seumuran saya sudah punya ide, gagasan dan bayangan untuk membudidayakan ikan ihan.
Kenapa Ihan begitu menjadi trending topic bagi warga batak? ya tentu saya tidak lepas dari adat istiadat batak. Kelangkaan ihan berdampak besar terhadap pergeseran tatalaksana adat istiadat dan ritual di kalangan masyarakat batak pada umumnya.
Dalam beberapa ritual adat batak, ikan (dekke) sangat banyak berperan penting. Sebagai contoh kita ambil pesta pernikahan (pamulihon anak atau boru), dalam hal ini ada moment dimana pihak pengantin wanita (parboru) membawa ikan (dekke) ke pada pihak pengantin laki-laki (paranak/ suhut) ini sering dinamakan dekke parboru.
Hal ini sebagai simbolis rasa hormat, dan kedekatan pihak wanita dengan pria, bahwa mereka datang dekat itikad baik menyerahkan pengantin wanita kepada pihak pria.
Juga sebagai simbol kemakmuran dan kebijaksanaan bagi keluarga baru, maka sering diistilahkan dengan dekke simundurundur. Dahulu kala menurut orang tua saya yang menjadi ikan pemberian haruslah ikan terbaik, dan yang pastinya dekke ihan.
Bukan sembarang kata ihan dikatakan sebagai ikan terbaik dalam adat istiadat batak, itu karena beberapa kelebihan dari ikan ini. antara lain:
- Penampilan ikan ihan yang bersih, ramping, mengkilat dan warna ke emasan
- Ihan hanya mampu hidup dan berkembang biak di habitat air bersih dan mengalir
- Ihan mempunyai sifat melawan arus air sehingga rasa dagingnya lebih gurih (hipul)
- Ihan mempunyai rasa yang sangat enak
Tapi seiring dengan banyaknya pencemaran air dan penangkapan secara liar karena harganya yang mahal, maka ikan ihan berakhir-akhir makin langka dan berada diambang kepunahan. Rasanya semakin jarang kita menemukan ikan ini di pasar tradisional tempat biasa diperjual belikan.
Maka tak heran pula adat batak sekarang ini berubah dengan menggunakan ikan mas sebagai penganti ihan dalam adat istiadat.
Melihat kondisi diatas, masuk akal juga jika sempat ada mitos di daerah aek sirambe bonan dolok "Jika kita menangkap ihan maka kita akan sial, dan jika kita memasaknya maka ikan akan matang hanya setengahnya saja". Mungkin hal itu dimaksudkan para leluhur zaman dulu untuk mengantisipasi kepunahan ikan ihan melihat kerakusan warga dalam mengkonsumsi dan memanfaatkannya tampa ada timbal balik.
Aek sirambe merupakan sungai yang begitu indah, bening, jernih yang langsung mengalir dari mulut gua batu, hasil erosi air tanah. Tempat yang ideal buat perkembangbiakan ihan, dan seumur hidup saya hanya pernah melihat ihan disana.
Saat kunjungan terakhir saya ke sirambe, sepertinya orang sekitar lebih mengkultuskan tempat itu dari pada merawatnya dan mengembangkannya secara sungguh-sungguh.
Saya melihat dibangunnya tempat pinggan pemujaan roh leluhur, hal ini menambah ke engganan wisatawan datang ke tempat tersebut. Sebaliknya fasilitas yang ada, mis: jalan, saung, dan pemandian tidak terawat sama sekali.. huuffff
Saya cuma berharap banyak dari statement teman saya "Ihan sudah berhasil dibudidayakan". Hal ini sangat membuat saya senang! Semoga tuhan selalu memberkati ciptaannya yang ada di bumi ini. Amin
Saya coba mencari beberapa artikel terkait ihan dari internet semoga membantu:
Ikan semah (Tor spp., syn. Labeobarbus, suku Cyprinidae; juga dipakai untuk jenis-jenis Neolissochilus dan Naziritor di India) adalah ikan air tawar yang berasal dari Indo-Australia dan anak benua India. Nama lain ikan ini adalah tambra (Jawa), sapan (Kalimantan), ihan batak atau curong (bahasa Toba), mahseer, atau kelah (Malaysia). Nama "semah" populer dipakai di Sumatra bagian tengah hingga ke selatan.
Ikan yang masih sekerabat dengan ikan mas ini populer sebagai bahan pangan kelas tinggi, dan yang biasa dijumpai dan dikonsumsi di Indonesia dan Malaysia adalah Tor douronesis (semah biasa), T. tambra (tambra), T. tambroides (tambra), dan T. soro (kancera). Ikan tambra dan semah dapat mencapai panjang sekitar satu meter, walaupun tangkapan yang dijual biasanya berukuran maksimum 30 cm.
Ikan ini hidup di sungai-sungai beraliran deras di pegunungan dan populasi sangat terancam akibat penangkapan berlebihan. Indikasi yang terlihat adalah semakin jarang terlihat, ukuran tangkapan semakin kecil, dan distribusi menurun. Bahkan telah dilaporkan pula penangkapan di beberapa taman nasional.
Pihak berwenang di Indonesia (Balai Benih Ikan lokal), seperti di Jawa Tengah, Padang Pariaman, dan beberapa kabupaten pedalaman Jambi telah mulai mengembangkan teknologi pembiakan menggunakan pemijahan buatan dan paket budidaya.
Selain itu, di Padang Pariaman aturan adat setempat juga ditegakkan dengan pemberlakuan zona larangan, penyangga, dan penangkapan. Penangkapan hanya dilakukan apabila terdapat izin dari kerapatan adat.
Ikan Batak
yang dikenal secara umum di Indonesia adalah dari genus Tor, yang di Tanah Batak dikenal dengan Dekke Jurung-jurung (Ikan Jurung). Memang benar Ikan Jurung ini dinamaiIkan Batak, namun Ikan Batak yang disebut sebagai Ihan adalah ikan asli Batak yang sudah menuju kepunahan atau memang sudah punah adalah dari genus Neolissochilus.
Ikan Batak yang secara umum di Indonesia memiliki nama-nama lain di setiap daerah seperti: Ikan Jurung (Sumatra Utara), Ikan Kerling (Aceh), Iken Pedih (Gayo), Ikan Gariang (Padang), Ikan Semah (Palembang), Ikan dewa (Jawa Barat), Ikan Kancra bodas, Kencara (Kuningan Jawa Barat), Ikan Tambra, Tombro (Jawa), Ikan Kelah, Ikan Sultan (Malaysia), Ikan Mahseer (Internasional), dan mungkin masih banyak nama lainnya.
Secara morfology memang sulit untuk membedakan antara genus Tor dan genus Neolissochilus, bahkan boleh dikata ada kemiripan bentuk dengan jenis ikan mas kecuali ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan mas (Cyprinus Carpio) yang memang dari keluarga yang sama yaitu family Cyprinidae.
Kemiripan inilah yang membuat orang-orang lantas menamakan Ikan Jurung sebagai Ikan Batak, padahal Ikan Batak Asli adalah yang disebut Ihan adalah dari genus Neolissochilus yang sudah menuju kepunahan, dan salah satu spesiesnya Neolissochilus thienemanni, Ahl 1933 adalah ikan endemik Danau Toba dan umumnya di Tanah Batak.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan taxonomi Ihan (Ikan Batak Asli) yang masuk dalam status The Red List of Threatened Species oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources):
IHAN:
Taxonomy:
- Kingdom: Animata
- Phylum: Chordata
- Class: Actinopterygii
- Order: Cypriniformes
- Family: Cyprinidae
- Scientific Name: Neolissochilus thienemanni
- Species Authority: (Ahl, 1933)
1. Assesment Information:
- Red List Category & Criteria: Vulnerable D2 ver2.3
- Years Assessed: 1996
- Annotation: Need updating
- Assessor/s: World Conservation Monitoring Center
2. Geographic Range
- Range Description: Endemic to Lake Toba in Sumatera
- Countries: Natives: Indonesia (Sumatera)
3. Habitat & Ecology
- Systems: Freshwater
IUCN Red List Status (Ref. 57073) (IUCN 2006 2006 IUCN red list of threatened species. www.iucnredlist.org.)
Dari genus Neolissochilus yang terdapat di Indonesia ada dua spesies yaitu species Neolissochilus Sumatranus, yang terdiri dari tiga sub-spesies yaitu Lissochilus sumatranus, Weber & de Beaufort, 1916; Acrossocheilus sumatranus, Datta & Karmakar, 1984; Neolissochilus sumatranus, Doi, 1997. Spesies lain adalah species Neolissochilus thienemanni, Doi, 1997 dengan sub-species Lissochilus thienemanni, Ahl, 1933.
Untuk lebih memahami perbedaan Ikan Batak yang diartikan secara umum dan Ikan Batak Asli yang dikenal oleh orang Batak sebagai Ihan, berikut ini diuraikan taxonomy masing-masing:
Taxonomy Ikan Jurung (Ikan Batak = Ikan Dewa), terdapat 24 spesies yang baru tercatat:
- Kingdom: Animalia
- Phylum: Chordata
- Subphylum: Vertebrata
- Superclass: Osteichthyes
- Class: Actinopterygii
- Subclass: Neopterygii
- Infraclass: Teleostei
- Superorder: Ostariophysi
- Order: Cypriniformes
- Superfamily: Cyprinoidea
- Family: Cyprinidae
- Subfamily: Cyprininae
- Genus: Tor Gray, 1834
Species:
- Tor ater, Roberts, 1999
- Tor barakae, Arunkumar & Basudha, 2003 , Barakae mahseer
- Tor douronensis, Valenciennes, 1842, khela mahseer or river carp
- Tor hemispinus, Chen & Chu, 1985
- Tor kulkarnii, Menon, 1992, Dwarf mahseer , uncertain only one specimen found till now
- Tor khudree, Sykes, 1839, Deccan mahseer
- Tor laterivittatus, Zhou & Cui, 1996
- Tor macrolepis, Heckel, 1838, uncertain species
- Tor polylepis, Zhou & Cui, 1996
- Tor progeneius, McClelland, 1839, Jungha mahseer
- Tor qiaojiensis, Wu, 1977
- Tor malabaricus, Jerdon, 1849, Malabar mahseer
- Tor mosal, Hamilton, 1822, Mosal Mahseer; Tor mosal mahanadicus, (closer to Tor putitora)
- Tor mussullah, Sykes, 1839, High-backed mahseer, Hump-backed mahseer or Southern mahseer
- Tor putitora, Hamilton, 1822, Himalayan mahseer or Golden mahseer
- Tor sinensis, Wu, 1977, Chinese mahseer
- Tor soro, Valenciennes, 1842
- Tor tambra, Valenciennes, 1842
- Tor tambroides, Bleeker, 1854, Thai mahseer
- Tor tor, Hamilton, 1822, Red-finned mahseer, Short-gilled mahseer or Deep-bodied mahseer
- Tor yingjiangensis, Chen & Yang, 2004
- Tor yunnanensis, Wang, Zhuang & Gao, 1982
- Tor remadevi, NATP report, 2004 uncertain – only one specimen found
- Tor moyarensis, NATP report, 2004 uncertain – only one specimen found
Taxonomy Ihan (Ikan Batak Asli), terdapat sekitar 24 spesies:
- Family: Cyprinidae
- Sub family: Cyprininae
- Genus: Neolissochilus
Species:
- Neolissochilus baoshanensis (Chen & Yang 1999)
- Neolissochilus benasi (Pellegrin & Chevey, 1936)
- Neolissochilus blanci (Pellegrin & Fang, 1940): Puntius blanci; Barbus blanci Pellegrin & Fang, 1940; Labeobarbus blanci Pellegrin & Fang, 1940
- Neolissochilus blythii (Day, 1870): Puntius blythii; Barbodes blythii Day, 1870; Barbus blythii Day, 1870
- Neolissochilus compressus (Day, 1870): Puntius compressus; Barbodes compressus Day, 1870; Barbus compressus Day, 1870
- Neolissochilus dukai (Day, 1878): Puntius dukai; Barbus dukai Day, 1878; Neolissochilus dukai Doi, 1997
- Neolissochilus hendersoni (Herre, 1940): Lissochilus hendersoni Herre, 1940
- Neolissochilus heterostomus (Chen & Yang 1999)
- Neolissochilus hexagonolepis (McClelland, 1839): Puntius hexagonolepis; (synonym); Barbus hexagonolepis McClelland, 1839; Acrossocheilus hexagonolepis Shrestha, 1978; Barbodes hexagonolepis Chu & Cui, 1989; Neolissochilus hexagonolepis Talwar & Jhingran, 1991; Barbus hexagonlepis Zhang et al., 1995
- Neolissochilus hexastichus (McClelland, 1839)
- Neolissochilus innominatus (Day, 1870): Puntius innominatus; Barboides innominatus Day, 1870; Barbus innominatus Day, 1870
- Neolissochilus longipinnis (Weber & de Beaufort, 1916): Labeobarbus longipinnis Weber & de Beaufort, 1916
- Neolissochilus nigrovittatus (Boulenger, 1893): Puntius nigrovittatus; Barbus nigrovittatus Boulenger, 1893
- Neolissochilus paucisquamatus (Smith, 1945): Barbus paucisquamatus; Puntius paucisquamatus Smith, 1945
- Neolissochilus soroides (Duncker, 1904): Puntius soroides; Barbus soroides Duncker, 1904
- Neolissochilus spinulosus (McClelland, 1845): Puntius spinulosus; Barbus spinulosus McClelland, 1845
- Neolissochilus stevensonii (Talwar & Jhingran, 1991): Puntius stevensonii; Barbodes stevensonii Day, 1870; Barbus stevensonii Day, 1870
- Neolissochilus stracheyi (Day, 1871): Puntius stracheyi; Barbus stracheyi Day, 1871; Neolissochilus stracheyi Talwar & Jhingran, 1991
- Neolissochilus subterraneus Vidthayanon & Kottelat, 2003
- Neolissochilus sumatranus Doi, 1997: Lissochilus sumatranus Weber & de Beaufort, 1916; Acrossocheilus sumatranus Datta & Karmakar, 1984; Neolissochilus sumatranus Doi, 1997
- Neolissochilus thienemanni (Ahl, 1933): Lissochilus thienemanni Ahl, 1933
- Neolissochilus tweediei (Herre and Myers, 1937): Lissochilus tweediei Myers, 1937
- Neolissochilus vittatus (Smith, 1945): Acrossochilus vittatus Smith, 1945
- Neolissochilus wynaadensis Talwar & Jhingran, 1991: Puntius wynaadensis; Barboides wynaadensis Day, 1873; Barbus wynaadensis Day, 1873.
Demikianlah bahwa ada perbedaan pemahaman tentang Ikan Batak. Ikan Jurung yang disebut sebagai Ikan Batak secara umum bukanlah Ikan Batak yang disebut Ihan, walaupun memang sama-sama sebagai Ikan Batak. Kalau Ikan Batak yang disebut Ihan (Neolissoichus Thienemanni) memang sudah tak kelihatan lagi dan mungkin sudah punah.
Kalau jenis ikan langka ini ada ditemukan oleh masyarakat Batak khususnya di Danau Toba sebagai ikan endemic di ekologi aslinya, maka dihimbau untuk menyerahkannya kepada para ahlinya agar berkesempatan untuk diselamatkan.
Baru-baru ini di bulan Nopember 2009, Tim peneliti dari Balai Riset Perairan Umum (BRPU) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Republik Indonesia berhasil menemukan 4 (empat) spesies ikan dari genus Tor (Ikan Batak = Ikan Jurung) di Danau Laut Tawar Takengon Aceh Tengah.
Penemuan ini sangat menggembirakan karena di Danau Laut Tawar itu menjadi habitat terbanyak spesies ini, dimana sebelumnya di Jawa Barat hanya terdapat 3 spesies dari genus Tor ini. Spesies yang ditemukan di Danau Laut Tawar ini adalah species Tor Douronensis, Tor Tambra, Tor Soro dan Tor Tambroides.
Dari berbagai sumber