Boraspati sebagai simbol orang Batak
Di masa lalu, bukan binatang berukuran besar yang menarik perhatian orang Batak. Gajah (gaja), kerbau (horbo), beruang (gompul), harimau (babiat), kuda (hoda), anjing (biang), atau pun buaya (buea) adalah binatang berukuran besar yang menarik bagi bangsa lain, tetapi suku Batak tidak menaruh perhatian terhadap binatang besar itu.
Apakah suku Batak tertarik dengan ayam (manuk) atau ular (ulok) yang relatif berukuran kecil? Ternyata tidak juga. Yang menarik bagi orang Batak di masa lalu adalah binatang yang sering mereka lihat di rumah, yaitu cicak (boraspati). Apa yang membuat cicak menarik minat orang Batak dahulu sehingga dijadikan lambang bagi kehidupan mereka.
Walaupun bertubuh kecil dan ramping dengan empat kaki yang pendek, ternyata gerak-gerik cicak (boraspati) yang bergerak cepat di segala tempat sangat menarik dan mengandung suatu keunggulan bagi orang Batak. Keunggulannya bukan karena kuat seperti gajah, ganas seperti harimau atau beracun seperti ular, tetapi adalah kemampuannya bergerak dan dapat lengket di berbagai tempat baik di tanah, lantai, dinding rumah atau pun atap rumah. Cicak seperti binatang yang bisa lengket di mana saja dan pada permukaan apa saja, tanpa jatuh. Cicak memiliki jari-jari kaki yang mengandung daya perekat terhadap beragam bentuk dan posisi permukaan.
Lalu, mengapa cicak yang dapat lengket di mana saja menjadi lambang yang amat bermakna bagi orang Batak? Cicak yang lengket di berbagai bentuk permukaan itu menjadi inspirasi bagi orang Batak masa lalu untuk menjadikannya sebagai jalan/ cara hidup orang Batak dalam berbagai aspek kehidupannya. Cicak yang lengket di mana saja bila diaplikasikan dalam kehidupan orang Batak, berarti lengket dan bisa masuk ke mana saja tanpa bermasalah. Lengket dengan teman bermakna dekat dengan teman dan disayang teman. Lengket dengan saudara berarti dekat dan dikasihi saudara. Lengket dengan para pemimpin berarti disukai dan bisa menyesuaikan diri dengan para pemimpin.
Seseorang yang merantau, bisa lengket di kampung orang lain berarti bisa hidup dan menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di kampung lain. Filosofi “lengket” yang ditampilkan oleh gerak-gerik cicak itu begitu bermakna dalam bagi leluhur orang Batak sehingga sejarah menunjukkan bahwa orang Batak menggunakan Boraspati sebagai lambang kehidupan mereka. Dahulu, dengan bergaya hidup seperti Boraspati, yang bergerak lincah dan dapat diterima di berbagai lapisan masyarakat, orang Batak meyakini akan dapat mencapai sukses dan tidak akan jatuh.
Di masa lalu, Dalihan Na Tolu merupakan perpanjangan dari prinsip Boraspati, yang menunjukkan lebih jelas bagaimana menjalankan cara hidup “lengket” tsb menghadapi berbagai pihak, khususnya di lingkungan masyarakat Batak.