Tobatabo
 
Posted 23-08-2013 15:44  » Team Tobatabo

Hidup Manjae, Sebuah Adat Berdikari Masyarakat Dalam Batak

 

Lebih dari 60% masyarakat yang membuka lahan di dalam kawasan SM Dolok Surungan sebenarnya sudah memiliki lahan di luar kawasan. Alasan utama mereka membuka lahan adalah harapan untuk akhirnya memiliki lahan tersebut sebagai warisan kepada anak dan simpanan kekayaan.

Bagi masyararakat Batak (Toba) harga diri merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupannya. Hal ini tercermin dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Batak baik dalam urusan rumah tangga, struktur sosial, dan bentuk-bentuk interaksi sesama.

Salah satu sumber harga diri bagi masyarakat batak adalah anak. Anak (laki-laki) merupakan simbol diteruskannya marga. Bagi masyarakat batak marga merupakan basis dalam menentukan jati diri dan lebih jauh terkait pada kedudukan dalam sistem pemerintahan (adat) ataupun sistem sosial dalihan na tolu.

Tak hanya sebatas memiliki anak, penghormatan juga akan diberikan pada orang tua yang dapat membesarkan anak-anaknya (lelaki dan perempuan) dengan baik, menikahkannya, memberinya bekal, dan kemudian memperoleh cucu dan keturunan yang banyak darinya.

Dalam kondisi ini, orangtua tersebut pada saat meninggal akan akan mendapat penghormatan sebagai saur matua atau orang tua yang sudah sempurna.

Bicara tentang bekal, dikenal budaya manjae dalam adat batak. Anak laki-laki memiliki hak manjae (Vergouwen, 1964) atau hak berdiri sendiri, baik dalam pemilikan dan penguasaan benda maupun hubungan sosial, adat dan pemerintahan. Legalisasi berdiri sendiri, manjae diwujudkan dengan memberikan sawah, ladang, atau kebun yang dinamakan panjaean (Simanjuntak, 1983).

Pemberian itu berlaku untuk semua anak laki-laki yang telah berumah tangga. Sebelum adat manjae dilaksanakan orangtua, maka keluarga muda tersebut (masih) menjadi tanggungan orangtuanya secara sosial ekonomis (termasuk adat) dan pemerintahan (Simanjuntak, 2007).

Pemberian bekal berupa panjaean inilah yang juga dianut oleh masyarakat di sekitar SM Dolok Surungan. Oleh karena itu, kawasan SM Dolok Surungan yang memiliki kesan mubazir sebagai kawasan yang 'dibiarkan' saja dianggap sebagai potensi terbaik untuk mendapatkan lahan untuk ladang dan kebun.

Ketergantungan masyarakat sekitar SM Dolok Surungan sebelah utara kepada dua komoditi, karet dan sawit, memperparah keadaan ini. Karet dan sawit memang memberikan hasil yang relatif stabil dan berkelanjutan kepada petani.

Namun, dua komoditas ini juga membutuhkan lahan yang luas untuk dapat 'terasa' hasilnya. Membuka lahan karet atau sawit hanya satu ha (10.000 m2) tidak akan mencukupi meskipun untuk ukuran kehidupan desa.

Kampanye Pride di SM Dolok Surungan akan mengupayakan penyelamatan ekosistem harimau dan tapir di tanah tapanuli ini. Hal ini berarti kampanye akan berupaya mengeluarkan masyarakat dari dalam kawasan.

Namun, Kampanye Pride tidak akan menempatkan budaya manjae sebagai hal yang negatif. Kampanye ini akan memilih menyebut manjae sebagai kearifan yang harus dihormati. Perkara saat ini banyak orangtua yang merambah ke dalam kawasan sehubungan dengan upaya menyediakan bekal untuk anak-cucunya nanti, itu hal lain.

Manjae adalah kearifan. Bukti keluhuran nilai tanggungjawab, kemandirian, dan harga diri dalam adat batak. Dolok Surungan sebagai suaka pula merupakan aset penting (budaya) umat manusia termasuk masyarakat batak.

Ada pemahaman yang hilang dan tak tersambung antara ketulusan orang tua dalam memberi bekal dengan perilaku mereka membuka kawasan suaka. Keduanya adalah hal-hal penting untuk dilestarikan dan dibela. 

Manjae akan tetap menjadi hal penting bagi masyarakat Dolok Surungan, demikian pula kawasan suaka margasatwa ini akan (kita upayakan) tetap menjadi 'harta' yang bisa dibanggakan bersama. Saat ini dan di masa depan nanti.

Semoga suatu saat nanti anak cucu kita akan bersyukur dan berterima kasih kepada nenek moyangnya, masyarakat Dolok Surungan saat ini, dengan berkata, "Dolok Surungan yang utuh dan lestari ini adalah panjaean terbaik bagi kita dari ompung-ompung yang memilih menjaga dan melestarikannya".

SUMBER