Cari

Doa, Ritual 10 Titah dalam Gondang Sipitu dan Adat Batak

Posted 02-07-2012 15:34  » Team Tobatabo

Gondang atau Gonrang dalam berbagai acara adat Batak memiliki makna yang cukup luas. Terutama untuk setiap jenis gondang yang dibawakan oleh pemegang alat musik Gondang (gendang), Sarune (sejenis seruling), Hasapi (kecapi) dan Ogung (gong).

Horden Silalahi-Humbahas Dalam tradisinya, Gondang Batak pertama, tercipta untuk sebuah acara ritual pemujaan terhadap Mula Jadi Nabolon (sang pencipta) yang diyakini memiliki 3 kekuatan besar, yakni Batara Guru, Manggala Bulan dan Debata Sori. Dalam terjemahan kilasnya, Batara Guru adalah sumber kekuatan, Manggala Bulan sebagai sumber rejeki dan berkat, sedangkan Debata Sori adalah sumber sebuah kesucian.

Guna menghormati ketiga kekuatan Mula Jadi Nabolon itu, ritual Gondang Sipitu wajib harus digelar terlebih dahulu yang di ikuti dengan acara ritual penyembelihan ternak kerbau dan ayam berbulu putih (konon kedua ternak itu juga harus yang terpilih dengan ciri-ciri tertentu).

Apa saja Gondang Sipitu itu? Dan mengapa disebut Gondang Sipitu? Berikut masing-masing jenis Gondang Sipitu, yang pertama adalah, Gondang Lae-lae atau elek-elek, yang berarti gondang pertama untuk memohon jin dimulainya acara penghormatan kepada sang maha pencipta.

Kemudian, Gondang Sahala Raja. Gondang ini bermakna pengakuan kepada sang pencipta dan segenap isinya.Yang ketiga, dalah Gondang Batara Guru, yang artinya pengakuan terhadap sang pencipta yang mempunyai kekuatan yang tidak terbatas dan sebagai penentu atas segala yang ada dalam alam semesta. Selanjutnya, Gondang Debata Sori, gondang ini berarti pengakuan akan kesucian terhadap Mula Jadi Nabolon.

Gondang kelima, adalah Gondang Mangala Bulan, yang berarti pengakuan bahwa semua rejeki atau berkat yang diterima oleh manusia bersumber dari Mula Jadi Nabolon. Gondang ke enam, adalah Gondang Mula Jadi Nabolon, yang bermakna bahwa segala sesuatunya adalah kehendak Mula Jadi Nabolon.

Gondang ketujuh, adalah Gondang Habonaron, yang berarti, pengakuan atas kesucian dan kejujuran yang ada ditengah-tengah masyarakat. Kemudian, gondang kedelapan adalah Gondang Marnini, yang bermakna, gondang permintaan kepada sang pencipta agar diberi umur panjang dan kemurahan rejeki.

Gondang Sibane, atau gondang kesembilan, bermakna simbol sebuah keselamatan. Selanjutnya, Gondang Sitio-tio adalah bermakna kesempurnaan lahir bagi anak laki-laki dan perempuan, dan gondang terakhir adalah Gondang Hasahatan, yang bermakna bahwa, semua yang telah dilaksanakan dalam acara ritual telah sempurna atau dalam bahasa Batak disebut, sahat tu panggabean tu parhorasan.

Kesebelas gondang tersebut, disebut Gondang Sipitu, menurut sejumlah sejumlah tokoh adat di Kabupaten Samosir, A Situmorang dan A Limbong, baru-baru ini kepada METRO di Kecamatan Pangururan mengatakan, sebenarnya Gondang Sipitu dibawakan oleh tujuh orang pemegang alat musik Batak (gendang, gong, seruling, kecapi-red).

Kedua tokoh adat tersebut memaparkan, saat acara ritual itu, banyak rupa-rupa sesajen, persembahan, umpasa (perumpamaan) dan tor-tor (tarian) yang digelar. Dan dipenghujung acar ritual sakral itu, dikisahkan, bahwa setiap Parhata (pembicara) selalu menyampaikan 10 patik (titah) dalam Adat Batak sebelum masuknya pengaruh agama Kristen dan Islam ke tanah Batak.

Kesepuluh titah tersebut adalah, pertama, sukkun mula hata, sise mula umum (bertanya sebelum membuka bahan pembicaraan, menyapa dan meneliti sebelum bertindak), kedua, Jonjong adat naso jadi si abaon, peak naso jadi sihosingon (adat yang sudah ada tidak jadi diabaikan, dan adat yang sudah dijalankan tidak boleh diasingkan), ketiga, Boni naso jadi si dudaon (benih padi untuk bibit tak bisa di giling untuk makanan), ke empat, Parinaan ni manuk naso jadi si seaton (induk ayam tak boleh disembelih atau dipotong), kelima, Tuk pe binoto goar ni bao, naso jadi goaran (kalaupun kita mengetahui nama besan kita, takkan jadi kita lontarkan kepada orang lain).

Ke enam, Elek mar boru, somba mar hula-hula, manat mardongan tubu (baik terhadap adik perempuan, kakak dan saudara perempuan bapak, hormat kepada saudara laki-laki, baik dari saudara laki-laki ibu maupun saudara laki-laki dari ibunda kedua orangtua, serta hati-hati dalam kehidupan satu marga), ketujuh, Jempek abor naso boi silangkaan, na ni handang dang rakrasaon, napinarik naso jadi sitolbahon (bermakna, jangan mengingkari apa yang sudah diperbuat), Ndada si manuk-manuk sibontar andora, dang sitodo turpuk si ahut lomo ni roha (bermakna, himbauan agar tidak berbuat semena-mena terhadap sesama), Pantun hangoluan tois hamagoan, tongka pajolo gogo papudihon umum (bermakna, berbuatlah yang baik dan benar, dan jangan mendahulukan kekuatan tanpa menghiraukan hukum yang berlaku), Rahasia naso jadi pabotohonon tu akka ina-ina (rahasia jangan diberitahukan kepada kaum ibu-ibu).

Lantas, apa saja contoh doa dalam ritual adat Batak itu? berikut contohnya, Sianjur mula-mula, sianjur mula tompa, Parsirangan ni aek, pardomuan ni hosa Mula ni marlundu mula ni marlata, Na untopap pusu-pusu, mula ni onggak marsuara Debata do namamungka, asa horas hita saluhutna, Sude hita martua ala Jesus nunga gabe jolma. (*)

Sumber