Patung Sigale-gale di Atas Danau Menjadi Ikon Festival Danau Toba 2013
SIGALE-GALE – Karnaval Sigale-gale dari open stage Tuk-tuk Siadong menuju lapangan Bukit Beta dalam rangka Festival Danau Toba, Senin (9/9). FOTO: Dhev Fretes Bakkara]
SAMOSIR – Sigale-gale yang merupakan salah peninggalan budaya Batak, dijadikan ikon Festival Danau Toba 2013 di Samosir. Bahkan Sigale-gale dengan ukuran tinggi 16 meter juga didirikan di Danau Toba.
”Menjadikan Sigale-gale sebagai ikon FDT dimaksudkan untuk mengangkat kultur budaya yang ada di Samosir. Samosir sebagai pusat budaya Batak yang terkenal dengan Sigale-gale merupakan salah satu aset budaya yang harus terus dilestarikan untuk menjadikan Samosir sebagai pusat pariwisata internasional,” ujar Onny Koes, Panitia FDT yang membidangi Estetis.
Onny menambahkan, rombongan Sigale-gale menghiasai karnaval berbagai budaya dari Open stage menuju Bukit Beta.
”Dalam FDT 2013 panitia juga membangun Sigale-gale dengan ukuran besar setinggi 16 meter dan dibangun di atas Danau Toba,” ujarnya.
Onny menambahkan, rangka Sigale-gale terbuat dari konstruksi jalinan baja dan fiber yang disiapkan dari Jakarta. Kemudian di lokasi tinggal menyatukan bagian-bagian Sigale-gale tersebut. Selanjutnya, rangka baja dibalut dengan kain parasut sehingga jadilah sigale-gale,” ujarnya.
Sementara Hardi Sidabutar, salah seorang pemilik koleksi Sigale-gale asal Samosir mengatakan, Sigale-gale sejenis patung menyerupai manusia yang diukir dari kayu dan dapat digerakkan (manortor).
Biasanya gerakan Sigale-gale disesuaikan dengan irama gondrang. Sigale-gale dapat digerakan dalangnya karena di setiap persendiannya dibuat ikatan. Misalnya di leher, lutut tangan, kaki dan jari jemari tangan, dirangkai sedemikian rupa. Tali tersebut disambungkan dengan seseorang atau beberapa orang dalang yang akan memainkannya. Namun sebelumnya, patung tersebut telah diberi berpakaian lengkap seperti pakaian adat Batak, sehingga Sigale-gale dapat menari, tergantung dalangnya.
Hardi menceritakan, konon menurut legenda suku Batak, sejarah Sigale-gale dapat dikisahkan dari kehidupan seorang Raja Batak bernama Raja Rahat. Raja sangat terkenal dengan harta yang berlimpah, namun hanya memiliki keturunan seorang anak laki–laki.
”Raja Rahat memiliki lawan dengan satu kerajaan. Saat itu anaknya ikut berperang meninggal saat berperang,” ujarnya.
Hardi menambahkan, setelah meninggalnya putra semata wayang, maka Raja Rahat stres hingga akhirnya jatuh sakit. Tidak ada seorangpun dukun yang dapat mengobati Raja Rahat. Sang Raja pun menyuruh para pengawalnya (ulu balang ) untuk mencari para tukang ukir kayu ke seluruh penjuru, agar dapat membuat patung dari kayu yang menyerupai anaknya yang meninggal.
Tukang ukir kayu yang sangat terkenal di daerah itu bernama Rahat Bulu dengan gelar Datu Manggeleng dapat memenuhi permintaan raja untuk mengukir sebuah patung manusia yang menyerupai anaknya dalam waktu tiga hari saja. Setelah mengukir, patung tersebut diberi pakaian.
Hardi menambahkan, alangkah gembiranya hati Raja Rahat setelah melihat patung itu, karena benar–benar mirip dengan anaknya yang sudah meninggal. Rasa sedih hati Sang Raja pun dapat terobati, dan dilaksanakanlah acara adat pemberangkatan dengan menabuh gendang untuk memberangkatkan anaknya ke pekuburan untuk dikebumikan, dan patung tersebut digerak–gerakkan tukang ukir kayu sambil menari–nari dengan mengikuti irama gendang (ogung) hingga selesai upacara penguburan.
”Sang Raja juga berpesan jika kelak ia meninggal dunia, patung yang diberi nama Sigale-gale. Disuruh menari-nari di dekat jenazahnya kelak. Sedangkan seluruh harta yang dimiliki raja dapat dihabiskan untuk makan dan minum warga,” terang Hardi menceritakan legenda Sigale-gale.
Masih kata Hardi, saat ini tidak ada lagi produksi Sigale-gale. Bahkan di Samosir sendiri tinggal dua sigale-gale dan beberapa di antaranya berada di Medan dan Jakarta. “Kita berharap peninggalan budaya Batak ini dapat dilestarikan sebagai kekayaan budaya lokal untuk menjadikan Samosir sebagai wisata dunia,” ujarnya.
Sumber Metrosiantar.com