Cari

Alam Asri Mandailing Natal Dengan Sorik Marapi Sebagai Mencusuarnya

Posted 31-07-2012 10:18  » Team Tobatabo

Kabupaten Mandailing Natal memiliki objek wisata berupa keindahan alam dan peninggalan sejarah. Daerah ini memiliki hutan yakni Taman Nasional Batang Gadis 108.000 hektar (26 % dari luas hutan), dengan kisaran ketinggian 300 – 2.145 meter diatas pemukaan laut. Taman ini memiliki 242 tumbuhan berpembuluh (vascular plaut) atau 1,00 % dari tanaman pembuluh di Indonesia, memiliki 218 jenis satwa burung (38 jenis langka), dan 25 jenis mamalia besar.

air panas mandailing natal

Objek peninggalan sejarah berupa Bagas Godang (Istana Raja), Terowongan Jepang, Meriam Portugis dan Sumur Multatuli, merupakan potensi wisata yang cukup baik. Objek wisata yang masih alami tetapi telah banyak dikunjungi para wisatawan adalah :

1. Air Panas Sibanggor, di Kecamatan Tambangan

2. Air Panas Sampuraga, di Kecamatan Panyabungan

3. Air Panas Siabu, di Kecamatan Siabu

4. Danau Siombun, di Kecamatan Panyabungan

5. Danau Marambe, di Kecamatan Panyabungan Barat

6. Bendungan Batang Gadis, di Kecamatan Panyabungan

7. Atraksi Monyet, di Kecamatan Siabu

8. Air Panas Putusan, di Kecamatan Panyabungan Selatan

9. Air Terjun Sitaut, di Kecamatan Kotanopan

10. Panaroma Sopotinjak, di Kecamatan Batang Natal

11. Sumur Multatuli, di Kecamatan Natal

12. Pantai Natal, di Kecamatan Natal

13. Pantai Sikara-Kara, di Kecamatan Natal

Cerita Rakyat Sampuraga

Salah satu cerita yang diwariskan secara turun temurun di Mandailing adalah cerita ataupun “Legenda Sampuraga”. Dahulu, Sampuraga dan ibunya tinggal di tempat daerah Padang Bolak. Keadaan sangat miskin di tempat ini, sehingga menyebabkan Sampuraga berkeinginan untuk merubah kehidupannya. Dia tidak ingin pekerjaannya hanya mencari kayu bakar setiap harinya. Ia ingin menjadi pemuda yang membayangkan masa depan yang cerah. Kemudian ia berniat untuk merantau dan mohon izin pada ibunya yang sudah sangat tua.

Sampuraga meninggalkan orang tuanya dengan linangan air mata. Dia berjanji akan membantu keadaan ibunya apabila telah berhasil kelak. Ibunya kelihatan begitu sedih, karena Sampuraga adalah putera satu-satunya yang dimilikinya. Ia melepas kepergian putranya dengan tetesan air mata. Sampuraga terus melanjutkan petualangannya dengan kelelahan yang terus menerus. Setelah beberapa lama sampailah ia ke Pidelhi (Pidolo sekarang), dan berdiam disana untuk beberapa waktu. Kemudian dilanjutkannya perjalanannya ke Desa Sirambas. Pada waktu itu Sirambas dipimpin oleh seorang raja yang bernama Silanjang (Kerajaan Silancang).

Ditempat ini Sampuraga bekerja keras yang merupakan kebiasannya sejak masa kanak-kanak. Rajapun tertarik dan ingin menjodohkannya pada putrinya. Tentu saja Sampuraga sangat senang setelah mengetahui hal ini. Raja bermaksud membuat pesta besar, semua raja-raja di sekitar Mandailing diundang. Sementara ibunya sangat rindu pada putranya. Sampuraga telah tumbuh menjadi dewasa dengan begitu banyak perubahan. Dia tidak lagi seorang yang miskin seperti dahulu. Dia adalah lelaki yang kaya raya dan menjadi seorang raja.

Ketika upacara perkawinan tiba, ibunya dating ke pesta itu berharap dapat berjumpa denganputranya secepatnya. Tetapi apa yang terjadi ??? Sampuraga tidak mengakui kalau itu adalah ibunya. Dia malu kepada istrinya karena ibunya kelihatan sangat tua renta dan miskin, dia menyuruh ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sampuraga berkata “Hei orang tua, kamu bukan ibu kandungku, ibuku telah lama meninggal dunia. Pergi…!!!” Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya.

Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdo’a kepada Allah SWT, Sampuraga dikutuk oleh ibunya dan kedurhakaannya tidak lain adalah disebabkan oleh kekayannya, ibunya memeras air susunya, Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya. Atas kehendak Allah SWT, datanglah badai tiba-tiba disekitar tempat istana menjadi banjir dan dihempas oleh air. Sampuraga tenggelam dan tempat itu menjadi Sumur Air Panas. Itulah yang dikenal dengan Air Panas Sampuraga di Desa Sirambas.

Wisata Sejarah Multatuli

Multatuli (Bahasa Latin untuk “Saya sungguh menderita”) adalah salah satu nama yang terkenal di Natal. Multatuli adalah nama samaran untuk Eduard Douwes Dekker yang menulis buku “Max Havelaar”. Buku ini disebut sebagai “buku yang menghapuskan kolonialisme”. Multatuli tinggal di Natal pada tahun 1842-1844. Disini da-pat dilihat bebe-rapa peningga-lan Multatuli se-perti sebuah sumur besar yang duhulunya digunakan oleh Multatuli pada saat dia tinggal di Natal.

Pesanggrahan Kotanopan

Pesanggrahan Kotanopan, pesanggrahan terbesar dan terbagus di Sumatera pada abad XIX. Bahkan Presiden Soekarno pun pernah berkunjung ke pesanggrahan ini pada 16 Juni 1948 untuk menggelar rapat raksasa. Di depan pesanggrahan ini juga terdapat prasasti yang memuat nama para Perintis Kemerdekaan yang berasal dari Mandailing.

Rumah Kontrolir Natal pada Abad XIX

Perayaan 10 Muharram memperingati hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW. Hasan dan Husin di halaman kediaman Kontrolir Natal, Asisten Residensi Mandailing Angkola di Natal pada abad XIX.

Bagas Godang dan Sopo Godang

Bagas Godang (Rumah Raja) senantiasa dibangun berpasangan dengan sebuah balai sidang adat yang terletak di hadapan atau di samping Rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagai-mana jumlah anak tangganya.

Untuk melambangkan bahwa pemerintahan dalam Huta adalah pemerintahan yang demokratis, maka Sopo Godang dibangun tanpa di dinding. Dengan cara ini, semua sidang adat dan pemerintahan dapat dengan langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat Huta. Sopo Godang tersebut dipergunakan oleh Raja dan tokoh-tokoh Na Mora Na Toras sebagai wakil rakyat untuk "tempat mengambil keputusan-keputusan penting dan tempat menerima tamu-tamu terhormat".

Sesuai dengan itu, maka bangunan adat tersebut diagungkan dengan nama Sopo Sio Rancang Magodang inganan ni partahian paradatan parosu-rosuan ni hula dohot dongan (Balai Sidang Agung tempat bermusyawarah/mufakat, melakukan sidang adat dan tempat menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat). Biasanya di dalam bangunan ini ditempatkan Gordang Sambilan yaitu alat musik tradisional Mandailing yang dahulu dianggap sakral. Setiap Bagas Godang yang senantiasa didampingi oleh sebuah Sopo Godang harus mempunyai sebidang halaman yang cukup luas. Oleh kerana itulah maka kedua bangunan tersebut ditempatkan pada satu lokasi yang cukup luas dan datar dalam Huta.

Halaman Bagas Godang dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (Halaman Luas Pelunas Hutang). Sesiapa yang mencari perlindungan dari ancaman yang membahayakan dirinya boleh mendapat keselamatan dalam halaman ini. Menurut adat Mandailing, pada saat orang yang sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia dilindungi Raja, dan tidak boleh diganggu-gugat.

Sesuai dengan fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang, kedua bangunan adat tersebut melambangkan keagungan masyarakat Huta sebagai suatu masyarakat yang diakui sah kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan dan adat dalam masyarakat Mandailing. Karena itu, kedua bangunan ter-sebut dimuliakan da-lam kehidupan mas-yarakat.

Adat-istiadat Mandailing menjadi-kan kedua bangunan adat tersebut sebagai milik masyarakat Huta tanpa mengu-rangi kemulian Raja dan keluarganya yang berhak penuh menem-pati Bagas Godang. Oleh kerana itu, pada masa lampau Bagas Godang dan Sopo Godang maupun Alaman Bolak Silangse Utang dengan sengaja tidak berpagar atau bertembok memisahkannya dari rumah-rumah penduduk Huta.

Lubuk Larangan

Di sepanjang Sungai Batang Gadis ada sebuah bagian yang disebut Lubuk Larangan yang panjangnya kira-kira 1 km. Biasanya dua kali dalam setahun terbuka bagi umum untuk menangkap ikan namun dalam bantuk yang terorganisir. Pada waktu lain dilarang keras untuk menangkap ikan disini. Seseorang yang ingin ikut ambil bagian dalam menangkap ikan harus mendaftarkan dirinya kepada sekretariat dan harus membayar uang pendaftaran. Uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan umum dalam komunitas masyarakat tersebut. Gagasan dibalik lubuk larangan ini adalah untuk menghasilkan pendapatan untuk desa dan pelestarian ikan-ikan langka seperti ikan merah (sejenis jurung).

Wisata Alam

satwa harimau mandailing natal

Sopotinjak

Di Kecamatan Batang Natal terdapat sebuah puncak yang bernama Sopotinjak. Pemandangannya sangat indah. Dari puncak bukit ini kita dapat memandang pemandangan alam Mandailing Natal yang dikelilingi oleh hutan tropis. Udaranya sangat segar dan sejuk. Anda dapat menikmati segelas bandrek untuk menghangatkan tubuh.

Bendungan Batang Gadis

Taman Rekreasi Bendung Batang Gadis dinyatakan sebagai salah satu jembatan besar di Indonesia. Terletak di desa Aek Godang. Bendungan ini dibangun sbelum trbentukanya Kabupaten Mandailing Natal. Pada waktu itu danau buatan ini masih termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Bendung Batang Gadis memberikan banyak manfaat. Bendungan ini digunakan untuk pengairan sawah di Kabupaten Mandailing Natal. Belakangan ini kawasannya sudah ditata indah. Lokasinya yang luas dan strategis menarik pengunjung karena mereka dapat menikmati keindahan alam Mandailing Natal. Banyak yang berkunjung pada saat Idul Fitri.

Gunung Sorik Merapi

gunung sorik marapi

Gunung berapi Sorik Marapi terletak pada ketinggian 2.142 m di atas permukaan laut. Hutan di sekeliling gunung ini masih dalam kondisi yang baik dan penuh dengan berbagai keanekaragaman hayati dan menjadi asset terbesar untuk pengembangan Taman Nasional batang Gadis. Kegiatan trekking akhir-akhir ini sudah mulai sering dilakukan untuk penelitian kekayaan alam Mandailing Natal. Ada beberapa trek menuju puncak Sorik Marapi ini. Untuk mencapai ke puncak Sorik Marapi ini dibutuhkan waktu rata-rata 3 jam.

Danau Marambe

Danau Marambe terletak di Desa Sirambas, Kecamatan Panyabungan Barat. Danau ini sangat indah, hijau dan asri dengan luas genangan ± 20 hektar.