Cari

Mangokal Holi Upacara Menggali Tulang Belulang Leluhur Dalam Adat Batak

Posted 12-06-2018 14:04  » Team Tobatabo
Foto Caption: Tradisi Mangokkal Holi, memindahkan tulang belulang ke kuburan permanen

Sumatera Utara adalah rumah bagi berbagai suku yang hidup harmonis selama berabad-abad, masing-masing dengan ritual dan kepercayaan mereka sendiri.

Salah satu suku adalah orang Batak Toba yang tinggal di tepi Danau Toba yang megah, yang dulu dikenal sebagai danau kaldera terbesar di dunia, yang dibentuk oleh letusan gunung berapi yang kuat ribuan tahun yang lalu. Daerah di sekitar danau dihuni oleh suku Batak lainnya, seperti Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Pakpak dan Nias.

Salah satu tradisi Batak Toba yang telah dilestarikan hingga saat ini adalah Mangokal Holi, yang secara harfiah berarti, menggali tulang.

Di Mangokal Holi, tulang leluhur suku dipindahkan ke tempat baru, dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu atau semen.

Ritualnya memakan waktu lama. Sebelum menggali kuburan, orang harus meminta persetujuan dari keluarga istri. Semua tulang, yang mungkin telah terkubur selama beberapa dekade atau bahkan berabad-abad, secara hati-hati dikumpulkan dan disortir sebelum ditempatkan ke dalam kotak-kotak kecil.

Menurut kepercayaan Batak, kematian bukanlah akhir dari siklus kehidupan, melainkan tahap dalam perjalanan menuju kesempurnaan. The Mangokal Holi adalah salah satu jembatan di jalan untuk mencapai kesempurnaan itu.

Selama upacara, keturunan diberikan kesempatan untuk menunjukkan fakta bahwa mereka dan orang Batak dari generasi mereka telah berhasil menjalani kehidupan yang sukses dan dengan demikian dapat memberikan penghormatan kepada generasi yang lebih tua dengan menempatkan mereka di tempat yang lebih berharga.

Lewat mangokal holi juga, orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Mangokal holi juga dipercaya akan mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orang tua dan para leluhur. Biasanya kemudian tulang-belulang tersebut dikuburkan dalam kuburan atau tugu. Semakin indah dan mahal sebuah makam atau tugu, semakin jelas dan bergengsi status marga pemilik tugu tersebut.

Dalam upacara Mangokal holi, tulang-belulang para leluhur dari marga batak yang mengadakan acara ini digali kembali dari kuburan para leluhur yang sebelumnya dikuburkan secara terpisah.

Setelah tulang-belulang para leluhur mereka sudah dikumpulkan dan dicuci bersih, tulang-belulang itu dimasukkan ke dalam kotak atau peti dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan yang telah dibangun.

Di tugu peringatan inilah tulang-belulang para leluhur marga yang mengadakan Mangokal Holi tersebut disatukan.

Adapun prosesi dari menggali tulang-belulang hingga dikuburkan kembali dalam tugu biasanya bisa memakan waktu berhari-hari. Tentu saja butuh dana besar. Tapi walau melelahkan dan butuh dana besar, bagi orang Batak biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk membangun tugu itu sebanding dengan penghormatan bagi orang tua dan leluhur mereka.

Karena itu, sudah tradisi bagi orang Batak, mereka yang telah mapan secara ekonomi, terutama yang berhasil di perantauan, akan menyisihkan uang, membangun kuburan bagi orang tua, serta tugu buat para leluhur.

Dana besar itu dibutuhkan, karena dalam meresmikan tugu dan acara Mangokal Holi, harus diadakan dengan SOP yang harus sesuai adat Batak. Dalam acara ini pun, marga yang menggelar Mangokal Holi harus menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampung yang ada. Yang dihidangkan adalah daging kerbau dan nasi.

Jambar, berupa kepala dan buntut kerbau, diberikan kepada hula-hula atau keluarga pihak istri, sebagai simbol penghargaan buat yang paling tinggi. Pada gilirannya pihak hula-hula memberikan ulos sebagai simbol penghargaan kepada leluhur.

Malam harinya diisi dengan kebaktian. Walau tradisi leluhur masih mereka jalankan, masyarakat Batak Toba kebanyakan adalah penganut Kristen dan Katolik yang taat. Sebuah kontradiksi yang mungkin hanya bisa dipahami mereka.

Bunyi musik gondang mengiringi acara Mangokal Holi tersebut. Dalam alunan musik khas Batak ini semua berharap acara penguburan di tugu makam esok hari, mendapat restu dari debata atau Tuhan dan leluhur.

Pada hari ritual puncak Mangokal Holi akan digelar, pagi harinya tiang borotan ditanam di depan rumah leluhur. Tiang borotan adalah semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang, dipasang kain putih sebagai lambang kesucian.

Selain kain putih, juga ada ulos pengiring. Maksudnya agar berkah terus mengiringi setiap keturunan. Sementara daun silinjuang yang dipasang, bermakna setiap generasi marga yang mengadakan Mangokal Holi akan menang melawan musuh dan mengalah terhadap kawan.

Seekor kuda berwarna hitam yang disebut huda debata, atau kuda Tuhan, menjadi simbol persembahan buat Yang Maha Kuasa dalam acara itu. Peti tulang-belulang para leluhur akhirnya dikeluarkan, dijunjung diatas kepala para boru yang mengadakan Mangokal Holi dari yang paling tua dan yang bungsu.