Jenis-jenis Elemen dan Lambang Sijagaron dalam Adat Kematian Orang Batak
Dalam kehidupan batak, memiliki keturunan lengkap dan kehidupan yang cukup dia disebut sudah jagar dihangoluan. Ada anak laki dan perempuan, ada cucu dari semua anaknya, ada bekal hidup yang cukup dan senantiasa dalam kesehatan. Bila orang tua meninggal dunia, maka di hulu kerandanya itu dibuat lambang pencapaian kehidupannya itu yang disebut sijagaron.
Sijagaron pada orang meninggal dunia terdiri dari ranting dan daun hariara, baringin, sanggar, ompu-ompu, silinjuang, sihilap, pilo-pilo. Dilengkapi dengan biji kemiri dan sebutir telor ayam. Semuanya ditempatkan didalam wadah ampang dan jual yang berisi padi. Semua jenis melambangkan pencapaian hidup si orang tua meninggal dunia dan harapan kedepan bagi semua keturunannya.
Hariara (Ara)
Sebagai lambang bahwa dia memiliki anak laki-laki. Seiring dengan itu para pengetua menguraikan kata pantun dalam pengharapan kiranya keturunannya kelak memiliki anak yang terhormat dan putri yang berada. Pohon ini memiliki batang besar dan cabang yang besar memiliki daun yang rindang. Hariara disebut juga parjuragatan karena bila berbuah akan datang banyak mahluk mencari kehidupan. Buahnya adalah hidup bagi mahluk lain.
Baringin (Beringin)
Sebagai lambang bahwa dia memiliki anak perempuan. Seiring dengan itu para pengetua menguraikan kata pantun dalam pengharapan kiranya keturunannya kelak tetap sehat walafiat senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Pohon ini memiliki batang sedang dan memiliki daun yang rindang. Baringin termasuk juga parjuragatan karena bila berbuah akan datang banyak mahluk mencari kehidupan. Buahnya adalah kehidupan bagi mahluk lain.
Silinjuang/Hatunggal
Sejenis tumbuhan berbatang lurus dan daun menempel di batangnya. Bila memiliki cabang, maka akan mengikuti batang induknya lurus keatas. Ini mengartikan bahwa kehormatan seseorang ditempuh dengan perjuangan. Kehormatan orang tua bisa hilang bila keturunannya tidak searah dan sejalan dengan prinsip kebenaranyang dianutnya. Seiring dengan itu para pengetua menguraikan kata pantun dalam pengharapan kiranya keturunannya kelak tetap mendapatkan kehormatan dari keturunannya dari kebenaran yang dilakukan dalam hidupnya. Silinjuang berdaun hijau, hatunggal berdaun merah.
Ompu-ompu
Sejenis tanaman seperti bawang, berdaun seperti pandan. Ada yang menyebutkan sebagai raja ni duhutduhut. Menandakan bagi orang yang sudah memiliki cucu. Ompu-ompu adalah tumbuhan vegetative berkembang mengelompok. Umbi ompu-ompu dapat digunakan mengobati memar kulit dan sakit tulang dengan merendam dengan air yang panas.
Sanggar
Sejenis tanaman yang tidak memiliki cabang. Tumbuh dengan batang yang lunak namun sangat fleksibel terhadap hembusan angin sehingga tidak mudah patah. Batangnya dilindungi rumpun daunnya sendiri. Memiliki buah bijian yang diminati burung. Seiring dengan itu para pengetua menguraikan kata pantun dalam pengharapan kiranya biji sanggar menjadi pilihan bagi burung agar tidak menghabiskan biji padi di sawah. Untuk jaminan kehidupan kiranya ada upaya penyelamatan bagi pengganggu harapan hidup manusia.
Sihilap
Sejenis tumbuhan daun yang merangkai seperti kipas. Diartikan merpatakan yang dekat memanggil yang jauh. Seiring dengan itu para pengetua menguraikan kata pantun dalam pengharapan kiranya keturunannya senantiasa rukun dan saling merapat. Dari namanya juga diartikan untuk kehadiran jodoh bagi keturunnyannya yang belum memiliki jodoh.
Pilo-pilo
Dari daun enau yang masih muda. Batang daun enau muda biasanya mengarah keatas dan daunnya segar hijau dan lembut. Mengartikan pengharapan hidup yang senantiasa agresif dan ceria.
Gambiri. Adalah kemiri yang dalam penggunaan dalam upacara adat disebut miak-miak mahasa. Mengandung arti dan pengharapan agar dalam tubuh manusia ada minyak kesuburan. Pengertian yang lebih dalam adalah, manusia yang memiliki benih yang baik. Ini pelambangan orang batak tentang gen yang baik yang mengharapkan bibit, bebet dan bobot.
Pira ni manuk
Telor ayam yang masih segar (belum diperam). Telor diartikan adalah paduan dari dua jenis benih, jantan dan betina. Ini merupakan lambang pengharapan bagi keturunannya agar benih dapat bertemu menjadi janin yang bakal manusia. Bila benih yang baik seperti dilambangkan kemiri bertemu tapi tidak dapat merekat (marrongkap) maka tidak bakal janin. Orang batak sangat menjauhkan nasib yang pupur tidak memiliki keturunan.
Eme
Adalah padi yang melambangkan bekal hidup yang banyak dan melimpah. Taburan padi dapat diartikan sebagaiharapan kemakmuran bagiketurunannya. Padi ini disebut sitamba tua, lambang pengharapan agar selalu melimpah rejeki.
Ampang dan tapongan
Ampang atau jual adalah wadah dari semua yang disebut si jagaron. Tapongan adalah berbentuk amapang tapi kecil. Didalam tapongan diisi beras dan diatas beras diletakkan telor. Tapongan disebut juga bale. Ampang, parmasan, jual, solup dan bale adalah alat ukur volume dalam hukum adat batak. 1 solup adalah 4 bale. 1 jual adalah 6 solup. 1 parmasan adalah 12 solup. 1 ampang adalah 24 solup. Ini mengartikan agar keturunannya selalu adil dan jujur, taat kepada aturan dan hukum. Hidup tidak selalu sama tinggi. Manusia menerima upah dari apa yang mampu dilakukannya. Ketaatan kepada hukum tidak didasarkan kepada limpahan rejeki yang diterimanya.
Kejujuran, keadilan, ketaatan akan mendatangkan kehormatan pada dirinya, bukan karena hartanya.
Penggunaan sijagaron di daerah Toba dan Uluan ada perbedaan dari segi kelengkapannya. Di Toba misalnya jarang menggunakan poli-pilo, di Uluan jarang menggunakan silinjuang. Di Toba jarang menggunakan sijagaron yang digendong atau dijinjing para turunannya. Di Uluan ini adalah kelengkapan penting Sijagaron.
Sijagaron
Sijagaron adalah lambang kehidupan, yang dicapai dan yang diharapkan. Para raja, pengetua, hulahula, dongantubu, boru memohonkan dan mereka meyakini yang mengabulkan adalah Tuhan Yang Maha Esa
“Tingko ma inggiringgir, bulung na i ratarata. Sasude hata pangidoan i, sai pasauthon ma Ompunta Martua Debata”
Jelas tidak ada unsur keberhalaan dengan penggunaan lambang ini. Adanya paham baru yang tidak memahami lambang ini sering memfitnah sebagai unsur animise batak. Sebagian daerah tidak lagi menggunakannya karena paham negatif itu melekat pada diri mereka. Namun, di daerah Toba dan Samosir masih dipertahankan walau kebanyakan tidak lagi mengerti makna ragam hiasan itu.