Cari

Isu SARA dan KDRT saat Pemilihan Rektor Unpad

Posted 12-10-2018 14:22  » Team Tobatabo
Foto Caption: Profesor Obsatar Sinaga (http://www.unpad.ac.id/)

Bandung - Pemilihan Rektor Universitas Padjajaran (Unpad) menjadi perhatian Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Menristekdikti) Mohamad Nasir setelah berkembang isu SARA dan KDRT.

Untuk diketahui, setelah menjaring delapan kandidat bakal calon rektor, Majelis Wali Amanat Univeritas Padjadjaran (MWA Unpad) telah memilih dan menetapkan tiga calon Rektor Unpad periode 2019-2024.

Ini berdasarkan rapat pleno yang digelar di Sekretariat MWA Unpad di Jalan Hayam Wuruk No 14, Kota Bandung, Sabtu (15/9/2018).

Dikutip dari laman Unpad, unpad.ac.id, ketiga calon rektor itu adalah Aldrin Herwany (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Atip Latipulhayat (Fakultas Hukum), dan Obsatar Sinaga (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik).

Tiga calon rektor ini dipilih setelah mengikuti rangkaian seleksi, mulai dari seleksi adminitratif, tes kesehatan dari RSUP Hasan Sadikin, dan uji kompetensi dari Biro Pelayanan dan Inovasi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Foto Tiga calon rektor UNPAD, Aldrin Herwany (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Atip Latipulhayat (Fakultas Hukum), dan Obsatar Sinaga (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) 

Nah kehadiran Obsatar Sinaga di panggung pemilihan Rektor Unpad melahirkan isu SARA dan KDRT.

Calon rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Obsatar Sinaga akhirnya angkat bicara soal desas desas, pemilihan rektor Unpad yang dikaitkan isu kesukuan, Sunda atau bukan Sunda.

Dia merasa isu tersebut tertuju padanya, karena namanya ada embel-embel marga Sinaga.

Obsatar sebagai calrek tertuju tersebut angkat bicara di forum dialog yang digelar Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (IKA) di Gedung 2 Rektorat Unpad Jalan Dipati Ukur No 35 Bandung, Sabtu (29/9/2018).

Mempunyai nama bermarga Sinaga berasal dari Batak, Obsatar mengungkapkan tak dapat berbuat apa-apa. Baginya nama tersebut bukan atas kemauannya.

Dosen Fisip ini mengaku tidak dapat mengelak dengan keikutsertaan marga Sinaga di belakang namanya, karena nama tak dapat ia salahkan, jika ada penolakan keikutsertaan dirinya menjadi Rektor bukan berasal dari adat Sunda.

Terlebih baginya nama merupakan anugerah pemberian dari kedua orangtuanya.

"Saya gak bisa milih begitu nama belakang saya Sinaga," ujar Obsatar, satu di antara calon rektor Unpad saat ditemui Tribun Jabar di Gedung 2 Rektorat Lantai 4 Jalan Dipati Ukur No 35 Kota Bandung, Sabtu (29/9/2018).

Tiga Calon Rektor Unpad tengah menjadi pembicara pada forum Tak Tek Talk Dialog Calon Rektor dengan Alumni, di Gedung 2 Rektor Lantai 4 Jalan Dipati Ukur No 35 Bandung, Sabtu (29/9/2018). (Tribun Jabar/Hilda Rubiah)

Obsatar mengungkapkan apakah hanya orang Sunda saja yang harus mengangkat adat kebudayaan Sunda.

Menurutnya berkenaan dengan intelektual Sunda, siapa pun yang peduli terhadap lingkungannya, dapat membudayakannya.

Sebagaimana dirinya sudah lama tinggal lama di Tatar Sunda, dan dirinya memegang prinsip kesundaan dari sosok Ibunya, Obsatar mengaku nilai-nilai Sunda telah melekat pada dirinya.

Selain diterpa isu SARA, Obsatar juga diguncang isu KDRT,

Penasihat hukum Obsatar Sinaga, Bintang Yalasena, mengklarifikasi atas isu negatif kliennya tersebut.

Klarifikasi tersebut diterima Tribun Jabar melalui pesan Whatsapp, senin (1/10/2018).

Bintang Yalasena juga menyertakan surat polisi (29/3/2002), perihal KDRT yang telah dicabut.

Pada poin pertama, dijelaskan perihal masalah KDRT sudah dicabut karena adanya iktikad baik dari dari kedua belah pihak dan terdapat azas nebis in idem.

Nebis in idem adalah azas yang mengatur sebuah perbuatan tidak boleh dilakukan kedua kalinya.

Kemudian, ia menjelaskan bahwa peristiwa tersebut berawal dari perilaku Ernawanti (mantan istri Obsatar) yang dianggap tidak hormat kepada ibu dari Obsatar (alm Sumarni), sehingga menimbulkan kesakitan pada Ibundanya sampai terkena penyakit stroke. Mantan istrinya juga berbicara kasar hingga menyebabkan ibu Obsatar meninggal dunia. 

Bintang menjelaskan, hal itu membuat Obsatar marah, namun tidak lantas melakukan pemukulan, demikian hal itulah yang menyebabkan dimulainya keretakan dalam rumah tangga Obsatar bersama mantan istri Ernawanti.

Maka, kata Bintang, sangat wajar perceraian terjadi karena perilaku Ernawanti yang keras dan sering bertutur kata kasar.

Dalam surat pernyataannya, Bintang juga menjelaskan apabila karakter Obsatar keras, maka tentunya istri yang sah saat ini juga akan diperlakukan sama.

Namun, menurut Bintang pernikahan saat ini lebih harmonis, penuh cinta, sakinah, mawaddah, dan warahmah. Bahkan Obsatar mengaku lebih bahagia dan nyaman dengan keluarganya yang baru.

Sedangkan, mengenai isu tinggal serumah dengan seorang mahasiswi, kata Bintang, tidak ada bukti yang kuat berdasarkan KUHAP.

Dalam artikel tribunners berjudul Mengenal Prof.Dr. Obstar Sinaga, Guru Besar yang Kaya Ilmu dan Jaringan di tribunnews.com, Prof Obi hanya mengatakan,'' Masalah itu sudah selesai tahun 2002, kenapa kok dimunculkan lagi sekarang, ketika saya jadi calon rektor. Tapi saya meyakini bahwa yang salah tidak akan benar dan yang benar tidak akan salah."

''Perihal itu  anak saya yang bisa bercerita," ungkapnya.

Bagi Prof Obi, tidak layak untuk menjelek jelekan mantan istri karena itu masa lalu dan semua org memiliki masa lalu.

Dua anak Prof Obi dari pernikahannya dengan Ernawati, Afgan Prawira Erbi Putra dan Muhammad Kahfi Erbi Putra, berinisiatif melakukan keterangan pers bersama Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Bintang Yalasena, Senin (24/9/2019).

Keduanya menyebut informasi tentang KDRT dan perselingkuhan sengaja untuk menyudutkan ayahnya.

"Nyatanya Ibu saya yang bernama Ernawati saat ini telah menikah lagi bahkan lebih dari sekali. Artinya, sudah memiliki kehidupan masing-masing. Dan ibu saya tinggal dan bekerja di salah satu BUMN di Jakarta," jelas Afgan.
Afgan dan Kahfi menambahkan, gelagat ibunya menjegal Obsatar Sinaga menjadi Rektor sudah terasa sejak masa penjaringan 8 peserta Calon Rektor.

"Pada saat masa penjaringan berita negatif tentang ayah sudah dikirimkan kepada panitia pemilihan tapi tidak mempan. Bahkan diteruskan juga ke Majelis Wali Amanat tidak mempan juga. Dan saat ini tidak mereka menembuskannya kepada Bapak Presiden. Saya yakin ada yang menunggangi di belakang niat ibu saya," jelas Afgan, anak tertua.

"Saya berharap ibu tidak menyudutkan ayah lagi. Karena ayah tidak pernah menyudutkan ibu. Saya harap Pak Presiden menanggapi bijak dan tidak termakan dengan isu," tambah Kahfi.

Menanggapi kegaduhan yang terjadi dalam pemilihan Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad), Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pihaknya akan mengevaluasi proses pemilihan tersebut.

"Pemilihan rektor itu harus kita evaluasi dulu sebelum proses pemilihan dilakukan. Kementerian tentu akan cek proses pemilihan tiga besar (calon rektor) ini, apakah sudah mengikuti proses yang benar atau belum," ujar Mohamad Nasir pada acara peresmian Industri-Katalis Pendidikan Teknik Kimia di ITB di Gedung Labtek X No. 12, Jalan Ganesha, Bandung, Kamis (11/10/2018).

Evaluasi tersebut sesuai dengan kewenangan Kemenristekdikti yang diatur dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri.
Disebutkan pula bahwa persentase penggunaan hak suara kementerian untuk pemilihan rektor tetap sebesar 35 persen.

Selain itu, Menristekdikti sejalan dengan aturan tersebut, juga harus mengawasi pemilihan tiga rektor itu sudah mengikuti proses yang benar ataukah belum.

Kementerian juga akan menelusuri rekam jejak calon rektor dengan berkoordinasi dengan PPATK dan lembaga/instansi pemerintah lainnya seperti KPK, lalu ASN, dan berikutnya BN-PT untuk mengetahui terpapar masalah radikalisme atau tidak.

Promotor Doktor HC Megawati

Prof Obsatar Sinaga yang akrab disapa Prof Obi, lahir di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) 17 April 1969.

Tapi Prof Obi, adalah pribadi yang kelak tak akan lepas dari catatan identitas Sunda. Ia lahir dari ayah Deli Serdang dan ibu dari Sunda.

Sejak berkuliah di Universitas Padjadjaran pada 1989 pria yang pernah menjadi wartawan ini jatuh cinta kepada tanah Parahyangan, tanah tumpah darah nenek moyangnya dari ibunya.

Hingga ia menghabiskan sisa hidupnya di Kota Kembang, Bandung.

“Alhamdullilah saya beranak pinak di Bandung dan sekarang saya juga hidup di Bandung. Mungkin juga meninggal di sini, saya ingin dimakamkan di Sumedang, tempat asal ibu saya,” ungkap Pria yang pernah menjadi Ketua KNPI Kota Bandung ini.

Prof Obi muda. selain berkarir sebagai pengajar di FISIP Universitas Padjajaran dan aktif dunia jurnalistik.

Laki-laki yang saat ini menjadi Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional ini pernah memimpin Harian Bandung Pos pada 2004, Harian Mandala Bandung, dan Media Indonesia Biro Jawa Barat.

Sedangkan di dunia penyiaran, sosok yang akrab disapa “Prof Obi” ini pernah menjadi host/ penyiar di Radio Mora Nusantara selama 11 tahun.

Karir di jurnalistik diawal sejak kelas SMA di SMAN 8 dengan menjadi penulis lepas di beberapa terbitan, di antaranya majalah Salam, Pikiran rakyat, dan sejak kuliah tingkat 1 sudah menjadi penulis tetap di Harian Kompas.

Menurut Obi, dari honor tulisan itulah yg sangat membantu utk sekolah, karena harus membiayai sendiri uang sekolah.

Di luar kampus, Obsatar Sinaga merupakan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Posisinya sebagai koordinator bidang kelembagaan KPI membuka peluang bagi Prof Obi utk bergaul dekat dengan seluruh lembaga nasional di negeri ini.

Profesor yang satu ini juga menjadi dosen non organik di Seskoad, Seskoau dan Sesko TNI.

Dirinya juga dipercaya sebagai Asesor Nasional Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi serta dipercaya Kemenristek Dikti menjadi Tim Penilai klKenaikan jabatan Lektor kepala dan Profesor Tingkat Nasional hingga saat ini.

Berbagai jabatan kampus pernah diembannya antara lain, Sebagai Sekretaris Pascasarjana (Master dan Doktoral) Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Padjadjaran Bandung, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung 2012-2015.

Karena kepiawaiannya dalam tata pemerintahan dan politik Prof Obi juga pernah menjadi Staf Ahli Walikota Bandung Periode Wahyu Hamidjaja (1993-1998), & H. Aa Tarmana (1998 – 2003).

Ia juga diminta menjadi Staf Ahli Bupati Tabanan Bali di masa kepemimpinan Nyoman Adi Wiryatama (2005-2010).

"Saya rasa melelahkan juga karena saya harus terbang ke Tabanan Bali setiap Selasa dan balik ke Bandung hari Kamis," ujar nya mengkisahkan.

Bukan hanya itu, ia sering menjadi dosen tamu dan visiting proffesor untuk menyampaikan kepakarannya dalam kajian ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), sebuah format pasar bebas yg dalam penelitian dan tulisan jurnal internasionalnya mengkaji tentang implementasi AFTA di Jawa Barat.

Beberapa universitas mengundangnya untuk itu seperti Oxford University (Inggris), IUMW Malaysia, De Bercelona Universitat (Spanyol) dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Hal itulah yang menghantarkan dirinya dikenal oleh para pejabat tinggi dan tokoh masyarakat di negeri ini termasuk dekat dengan Presiden RI Ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Saat menjadi Promotor Penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa kepada Megawati
Prof Obi pernah dianggap sebelah mata, namun ia berani mempertanggungjawabkannya.

"Mengkisahkan bagaimana Megawati, semenjak ia berkiprah sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, Presiden dan Wakil Presiden banyak yang menginspirasi untuk bangsa," jelas Prof Obi.

Pada saat membaca pertanggung jawaban ilmiah, Prof obi menyampaikan dengan gaya dan bahasa yang menyentuh sehingga pendengar banyak yanh terharu, bahkan Megawati Soekarnoputri tampak meneteskan airmata ketika mendengar kisah sebagai partai pemenang pemilu tapi tidak jadi presiden. 

Dikutip dari Tribun Medan