Cari

The Legend of Raja Silahisabungan

Posted 08-02-2015 22:52  » Team Tobatabo

Raja Silahisabungan dari SIlalahi Nabolak keturunannya terdiri dari  8 (Delapan) Anak dan 1 putri. Keturunan Silahisabungan dari 2 (dua)istri :

Istri pertama ialah putri Raja Pakpak, Raja Parultep Padangbatangari, bernama Pingganmatio Padangbatangari. Anak- anaknya :

Lohoraja (menurunkan marga Sihaloho, Silalahi)

Tungkiraja (menurunkan marga Situngkir, Sipangkar, Sipayung, Silalahi)

Sondiraja (Rumasondi,Rumasingap,Silalahi,Naiborhu, Sinurat, Nadapdap, Doloksaribu)

Butarraja (menurunkan marga Sidabutar,Silalahi)

Dabaribaraja (menurunkan marga Sidabariba, Silalahi)

Debangraja (menurunkan marga Sidebang,Silalahi)

Baturaja (menurunkan marga Pintu Batu,Sigiro, Silalahi)

Istri kedua ialah putri Raja Nairasaon, raja negeri Sibisa, bernama Siboru Nailing Nairasaon. Anak-anaknya :

Tambunraja alias Raja Tambun ( Tambun, Tambunan, Daulay)

Khusus untuk marga Silalahi,  awalnya sebutan Silalahi  adalah identitas/panggilan bagi keturunan Silahisabungan ang berada diperantauan ( umumnya dinegeri Pakapak, Simalungun, Karo),  yang berarti sebagai orang-orang pendatang yang asal-muasalnya  berasal dari Silalahi Nabolak, orang-orang Silalahi. 

Hal sama juga terjadi bagi mereka (pendatang) dari Toba, sehingga diperantauan (khususnya di Smalungun, Pakapak, Karo)  mereka dipanggil orang-orang Toba. Umumnya pemakai marga Silalahi sudah lahir dan berkembang diluar Silalahi Nabolak.

Alhasil, marga Silalahi secara sepihak juga mereka nyatakan sebagai marga parsadaan keturunan Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak, Dairi. Kelompok Silalahi Parmahan di Balige Toba, merupakan keturunan Rumasondi. Kelompok Silalahi di Samosir Pangururan dan Tolping Ambarita umumnya ialah keturunan Bursokraja  anak Debangraja. Ada pula memakai Silalahi namun keturunan Sidebang, Sidabutar, Sidabariba, Sigiro, Pintu Batu. Umumnya kelompok ini berkembang di Pakpak, Simalungun, Karo dan Pesisir Melayu.

Keturunan Raja Parmahan Silalahi alias Raja Bunga-bunga (di Balige ) memiliki nama yang mirip keturunan Silahisabungan di Silalahi Nabolak, yaitu Sinabutar, Sinabang, Sinagiro,Sinaloho. Meski kemudian, keempat keturununan ini dianjurkan supaya memakai marga Silalahi saja. Namun di Samosir adapula mereka yang memakai marga Sinabutar atau Sinabang.

Pada dinding makam tugu dihiasi dengan relief-relief yang mengisahkan kejadian-kejadian penting pada masa-masa kehidupan Raja Silahisabungan. Selain itu, beberapa tempat yang menjadi objek-objek penting pada masa kehidupan Raja Silahisabungan juga masih eksis dan terawat dengan baik. Tempat-tempat ini merupakan fakta legenda-legenda yang ada dan diwariska kepada keturunan Raja Silahisabungan dewasa ini. Objek tersebut diantaranya : Mual Sipaulak Hosa, Batu Sigadap Batu Sijonjong, Sopa ni Siboru Deang Namora, dan lain-lain.

Raja Silahisabungan dikenal fenomenal dan sangat disegani. dalam legendanya, Raja Silahisabungan mendapat tantangan dari Raja Parultep ( Pengguasa negeri Pakpak Dairi ) karena diam-diam berada di wilayahnya, namun kemudian Raja Parultep diam-diam mengagumi kepiawaian Silahi Sabungan sehingga ia kemudian menawarkan putri sematawayangnya kepada Silahisabungan meski dengan cara seolah memperdayakan Silahisabungan, namun Silahisabungan berhasil mengatasinya dan tepat memilih sang putri Raja Parultep.

Sang Putri Raja Pakpak, Parultep Padangbatangari itupun kemudian diberi nama yaitu Pingganmatio Padangbatangari. Pada jaman itu belumlah ada mengenal marga keturunan atau boru sebagaimana umumnya keturunan batak dewasa ini. Pingganmatio melahirkan tujuh (7) putra bagi Silahisabungan dan seorang putri semata wayang pula, yaitu Deang Namora. Konon sang putri Deang Namora meninggal dalam usia muda dan belum sempat menikah.

Silahisabungan juga berhasil mengobati putri Raja Nairasaon di Sibisa (Toba), sehingga Silahi Sabungan juga menikahi putri sang putri Siboru Nailing, putri Raja Nairasoan di Sibisa. Namun setelah melahirkan seorang putra yang dinamai Si Tambun, Silahisabungan diminta Raja Nairasaon (sesuai kesepakatan perjanjian diantara mereka) harus meninggalkan Sibisa dan sang putri Siboru Nailing karena sebelumnya sang putri telah ditunangkan dengan seorang keturunan Sianturi dari Toba Muara. Raja Silahisabungan neninggalkan Sibisa dan membawa sang putranya, Si Tambun, ke Silalahi Nabolak. Si Tambun  diasuh dan dibesarkan di Silalahi Nabolak dan diberi nama Tambunraja. Namun setelah beranjak dewasa, Tambunraja meminta untuk menemui ibunya di Sibisa. Tambunraja kemudian menetap di Sibisa dan menikahi putri sang pamannya, Raja Mangarerak, dan di Sibisa ia familiar disebut/dikenal dengan panggilan Siraja Tambun. 

Sayang, sampai saat ini, keturunan Tambunraja alias Siraja Tambun masih bersikukuh berbeda pendapat dan belum bisa bersatu hati terkait peresmian Tugu Siraja Tambun di Sibisa. Kesan perpecahan ini berakibat seolah diantara keturunan Siraja Tambun terdiri atas 2 kubu. Tugu yang hampir selesai dibangun urung diresmikan dan kini tidak terawat dirundung belantara. Keadaan semakin diperuncing lagi dengan rekayasa sekelompok Silalahi yang berasal dari Samosir, yang kemudian memanfaatkan situasi dan kondisi ini dan lalu mengakuisisi sepihak keturunan Siraja Tambun. Sepihak keturunan Siraja Tambun dan sekelompok Silalahi dari Samosir telah menolak keabsahan tarombo Raja Silahi Sabungan dan keberadaan Tugu Makam Raja Silahi Sabungan (TUMARAS) di Silalahi Nabolak.

Kelompok Silalahi dari Samosir yang kini tersebar sering melontarkan istilah Si Pitu Turpuk merujuk kapada 7 keturunan Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak. Kita keturunan Raja Silahisabungan agar tidak serta merta memakai istilah ini. Istilah Si Pitu Turpuk adalah arogan dan memenggal kesatuan 8 keturunan Raja Silahisabungan sebagaimana termaktub dalam Poda Sagu-sagu Marlangan.

 

Sumber

 
 
 
 
 
Batak | 9 tahun yang lalu
Batak | 9 tahun yang lalu
Batak | 9 tahun yang lalu
Batak | 9 tahun yang lalu