Cari

Marsumbang, Bongbong dan Tompas Bongbong, Perkawinan Melanggar Hukum Marga Batak

Posted 08-04-2015 02:22  » Team Tobatabo
Foto Caption: Ilustrasi Pasangan Batak

Tompas bongbong atau manompas bongbong adalah kesepakatan tetua-tetua adat, raja dan masyarakatnya untuk memulai (beberapa) marga baru sebagai pecahanan dari marga induk.

*Biasanya dilakukan setelah minimal 7 (tujuh) garis keturunan (sundut). Larangan perkawinan semarga induk dihapuskan dan antar kelompok marga baru dapat saling kawin dan mengawini

Keputusan manompas bongbong ini dilatarbelakangi oleh kejadian khusus (seperti sulit/tidak ada jodoh diluar marganya di sekitar huta atau tempat tinggalnya) sehingga terdapat banyak pelanggaran adat berupa perkawinan semarga.  

Para pihak yang melanggar mengajukan permohonan kepada tetua adat atau raja, dan disertai dengan kesanggupan untuk membayar adat (pesta adat). 

Tompas bongbong kadangkala disebut juga tompas sumbang berasal dari kata tompas = meruntuhkan, merobak, menumpas, bongbong = penghalang, palang, penahan dan sumbang = tabu, sumbang.

Marsumbang

Yaitu perkawinan dengan melanggar hukum marga, dengan mengawini putri dari marganya sendiri (perkawinan endogami).

Bongbong

Yaitu larangan perkawinan dalam satu marga. Artinya, harus kawin keluar marga (eksogam). Manompas bongbong adalah suatu tindakan pelanggaran terhadap aturan atau adat kemargaan yang terjadi saat seorang anggota dari suatu marga mengawini saudara/saudari semarganya.

Pelanggar bongbong harus dihukum ,yaitu dengan dikeluarkan dari masyarakat marganya dan tidak akan diterima pengaduannya. Pada zaman dahulu, hukumannya adalah dengan cara dibakar di hutan atau dibenamkan ke dasar sungai (situtungon tu api, sinongnongan tu aek). Maksud dan tujuan diadakannya bongbong adalah :

  1. memelihara eksistensi dan keutuhan marga
  2. memelihara kesatuan keturunan Bongbong disebut juga sumbang (subang).

Arti sebenarnya dari bongbong adalah perintang, pagar penghalang.

Tompas Bongbong

Yaitu tindakan membuka marga baru karena adanya keputusan tentang tidak berlakunya lagi larangan perkawinan dalam satu marga yang sebelumnya. Bongbong lama tak berlaku lagi, bongbong baru mulai berlaku dan harus dipatuhi.

Akibat tompas bongbong tersebut, terhapuslah adat parsabutuhaon yang dulunya berlaku ketika masih satu marga, sehingga bolehlah kelompok-kelompok marga yang baru itu saling memberi boru (saling mengawini di antara mereka).

Marga-marga baru itu adalah pecahan dari marga induk. Tompas bongbong harus berdasarkan hasil musyawarah adat, tidak dapat dipaksakan oleh keinginan seseorang.

Jika ada orang kawin dengan putri semarganya, bukan berarti telah terjadi tompas bongbong. Hal itu masih dianggap sebagai pelanggaran adat yang harus dihukum. Menurut kebiasaan yang ada, tompas bongbong atau memulai marga yang baru dapat dilakukan sedikit-dikitnya setelah ada 7 sundut (generasi).

Tompas bongbong kadang-kadang disebut juga tompas sumbang atau rompak tutur. Pertimbangan untuk mengadakan tompas bongbong antara lain :

  1. Setelah terbukti semakin banyaknya terjadi pelanggaran bongbong.
  2. Setelah adanya permohonan dari pihak-pihak pelanggar kepada raja-raja dan masyarakat adat yang disertai kesediaan memenuhi atau membayar adat untuk penetapan tompas bongbong.

mar-ria raja dalam adat Batak

Foto: Maria Raja Dalam Adat Batak. Mendiskusikan bentuk tatacara pelaksanaan pernikahan

Contoh-contoh marga yang telah mengadakan tompas bongbong adalah :

  1. Keturunan Guru Mangaloksa marga Hasibuan (Siopat Pusoran) yang dengan keputusan musyawarah telah memulai marga-marga baru di antara keturunannya, yaitu Hutabarat, Panggabean, Hutagalung dan Hutatoruan.
  2. Keturunan marga Hutatoruan Hutapea dengan Hutatoruan Lumban Tobing menjadi Hutpea  dan Lumban Tobing pada tahun 1895.