Cari

Bagaimana Cara Mempersingkat Adat Perkawinan Suku Batak Menjadi 3-4 Jam Saja? Baca Yang Satu Ini.

Posted 20-02-2017 17:41  » Team Tobatabo

Sudah bukan hal aneh jika pesta kawin adat Batak Toba (pesta unjuk) itu memakan waktu yang sangat lama. Bahkan, bisa lebih dari 7 jam. 

Tujuh jam itu cuma di gedung saja lho. Belum lagi marsibuha-buhai (acara pembuka di rumah parboru) dan pemberkatan di gereja yang dimulai sejak pagi.

Gak kebayangkan kan jika pengantin (wanita) yang sudah bangun sejak subuh untuk ke salon, baru bisa istirahat pada malam harinya. Tentunya sangat menyita tenaga bukan…

Nah, sebenarnya ada cara untuk mengefektifkan pesta kawin adat Batak sehingga mempersingkat waktu.

Dalam bukunya ‘Perwakinan Adat Dalihan Natolu’, Richard Sinaga (1998) mempakarkan 11 cara mempersingkat waktu sehingga pesta di gedung bisa dilaksanakan cukup dengan waktu 3,5 jam atau separuh waktu biasa.

Berikut 11 cara tersebut:

1. Paling Lambat Pukul 12.00 Pengantin Masuk ke Pelaminan

Caranya, punguan marga melalui anggota bidang adat mendorong suhut berkoordinasi dengan besannya dan pihak gereja agar pengantin bisa ke naik pelaminan paling lambat pukul 12.00 Wib.

Perlu diperhitungkan jarak dan potensi kemacetan dari gereja ke gedung atau lokasi pesta unjuk.

2. Parboru Tidak Perlu Disambut Khusus oleh Paranak Saat Masuk Gedung

Pengantin masuk ke pelaminan hendaklah diudurhon bersama oleh paranak dan parboru. Begitu juga keluarga paranak dan parboru sudah ada di tempat masing-masing menyambut pengantin tanpa membedakan taruhon jual dan dialap jual.

Hanya saja, kata Sinaga, bila taruhon jual, dari pihak paranaklah protokol mempersilakan berdiri di tempat untuk menyambut pengantin masuk ke pelaminan.

“Sebaiknya tidak perlu ada acara penyambutan khusus oleh paranak kepada parboru di acara taruhon jual,” kata Sinaga.

3. Hula-hula yang Disambut Masuk Gedung Dibatasi

Menurut Sinaga, hula-hula yang disambut masuk ke gedung cukuplah rombongan hula-hula sijalo upa tulang dan hula-hula sijalo tintin marangkup, yaitu saudara istri parboru dan saudara istri paranak.

Selebihnya, hula-hula lainnya bisa langsung masuk gedung dan menduduki tempat yang disediakan. Agar tidak salah paham, kata Sinaga, sebaiknya hal ini diungkapkan suhut saat menyampaikan undangan ke hula-hula.

Sedangkan, kalau masih ada yang membawa dengke siuk, sebaiknya diserahkan ke meja penerima tamu. Namun, demi kepraktisan, dengke ini sebaiknya diganti dengan uang.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 20 menit.

Lalu, apa selanjutnya?

4. Tidak Menentukan Raja Parhata di Gedung

Menurut Sinaga, menentukan raja parhata (parsinabul) jangan lagi di gedung, tetapi sudah ditetapkan sejak martonggo raja atau marria raja, termasuk cadangan sekiranya yang ditunjuk berhalangan hadir.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 15 menit.

5. Tidak Pemberian Tumpak Khusus

Saat memberikan tumpak (bantuan yang berupa uang dalam amplop), punguan marga, pungunan marsaompu dan punguan parsahutaon tidak meminta waktu khusus untuk menyerahkannya. Apalagi diembel-embeli memanggil pengurus ke depan.

Cukuplah waktu berbaris saat memberi tumpak umum, diserahkan amplop yang bertulis atas nama pribadi dan atas nama pengurus punguan.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 10-20 menit.

6. Tak Perlu Lagi Marhata Sinamot di Gedung

Menurut Sinaga, tidak pantas lagi ada marhata sinamot ketika di pesta. Sebab, hal itu sudah disepakati saat marhusip.

“Marhata sinamot saat marhusip itu sudah sah,” ujar Sinaga. Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 20 menit.

7. Bicara Efektif (to the point)

Menurut Sinaga, hendaknya juru bicara yang mewakili paranak, parboru, hula-hula dan dongan sahuta berbicara seperlunya dan tidak mengeluarkan umpasa rombengan.

Umpasa rombengan, kata Sinaga, adalah umpasa yang diciptakan sendiri hanya sekadar untuk memperindah bunyi, holan patabo-tabo begeon ni pinggol, tanpa mendukung konteks pembicaraan.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 15-25 menit.

8. Panandaion Paling Banyak 8 Penerima

Setelah memberi sisa sinamot kepada suhut, diikuti dengan memberi panandaion ke suhi ni ampang naopat dan beberapa keluarga pihak parboru lainnya, ada kalanya yang diberi panandaion itu sampai 30-40 orang, sehingga sangat menyita waktu pesata.

Menurut Sinaga, panandaion yang diberikan sebaiknya 8 orang saja. Empat orang diberi satu-satu suhi ni ampang na opat (si jalo bara, simandokkon, pariban dan tulang).

Empat lainnya menerima serentak datang ke depan, yakni todoan 1, todoan 2, todoan 3 dan parorot. Dengan cacatan, kalau ompung suhut atau ompung bao ada yang perlu mendapat panandaion, todoan itu bisa dikurangi.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 20 menit.

9. Ulos Na Marhadohoan Tidak Lebih dari 17

Jumlah ulos na marhadohoan atau ulos tohonan sebaiknya tidak lebih dari 17 lembar, sesuai dengan kesepakatan marga-marga di Sawangan Bogor pada 10 April 1994.

Untuk mengefektifkan waktu, cara memberi ulos itu diusahakan 8 atau 9 kali. Misalnya, ulos pansamot, ulos hela, ulos tu ketua punguan marga diberi secara sendiri. Sementara ulos pamarai, ulos simoholon, ulos todoan 123 diberikan sekaligus.

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 20 menit.

10. Ulos Holong Cukup Diberikan Keluarga Dekat Saja

Ulos holong adalah ulos untuk pengantin dari keluarga parboru, dari hula-hula parboru, dan dari hula-hula paranak. Pemberian ulos ini biasanya antre berjubel dan sangat menyita waktu.

Menurut Sinaga, ulos holong cukuplah dari keluarga dekat saja, yang lainnya sebaiknya ulos amplop yang diserahkan di kotak penerima tamu atau dikumpulkan dan diserahkan pada pengantin.

Ulos holong pun sebaiknya tidak lebih dari 17 lembar, yakni 9 lembar dari parboru (punguan marga, 4 lembar dari hula-hula parboru/sijalo upa tulang, 4 lembar dari hula-hula paranak/sijalo tintin marangkup).

Kalau hal ini diterapkan, waktu yang bisa dipersingkat adalah 25 menit.

11. Ulaon Sadari Ditiadakan

Menurut Sinaga, ulaon sadari yang merupakan acara paulak une dan maningkir tangga di akhir pesta, ditiadakan saja. Sebab, kata dia, itu sama saja membohongi generasi muda, karena paulak une harusnya dilakukan setelah pengantin tidur bersama.

Sementara, jika maningkir tangga dilakukan di gedung, “tangga siapa yang ditingkir di gedung itu?”

Menurut Sinaga, pesta unjuk sudah sah setelah dibagi olop-olop, tanpa disambung dengan ulaon sadari. Namun, ujar Sinaga, kalau paulak une dan maningkir tangga mau dilakukan setelah pesta demi keakraban besan, boleh-boleh saja.

Tapi apakah dengan mempersingkat segala adat telah dijalankan dengan benar sesuai kaidahnya? Secara dalam hal ini kita harus mengutamakan Dalihan Natolu dan Suhi ni ampang na Opat. Buat kami yang ingin menyampaikan tanggapannya, silahkan cantumkan dalam kolom komentar.

Ket Caption Foto: Acara Penikahan Pasangan Batak (via goingtobehisbride

 
 
 
 
 
Batak | 8 tahun yang lalu
Batak | 8 tahun yang lalu
Batak | 8 tahun yang lalu
Batak | 8 tahun yang lalu