Pedagang Lapo di Belakang DPR Minta Mediasi dengan Pengelola
Jakarta - Batas akhir jadwal penggusuran para pedagang di kawasan Lapangan Tembak di belakang gedung DPR/MPR jatuh pada Selasa (28/2) kemarin. Meski demikian, masih ada beberapa pedagang yang menolak mengosongkan lokasi tersebut, salah satunya adalah pemilik rumah makan Lapo Ni Tondongta, Jafirman Sumbayak.
Dia menyatakan masih ingin mengusahakan upaya mediasi dengan pihak Pusat Pengelola Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK).
"Kita mau mediasi. Kita maunya diadakan mediasi terkait hal ini," ujar Jafirman ketika ditemui Redaksi di rumah makan Lapo Ni Tongdongta, yang berlokasi di Jalan Gelora Pemuda Los A1, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/3/2017).
Jafirman mengungkapkan hingga saat ini belum ada niat baik yang ditunjukkan oleh PPKGBK terkait pemanggilan para pedagang untuk membahas masalah penggusuran tersebut. Dia menilai keputusan menggusur para pedagang tanpa penjelasan yang cukup itu sangat mengecewakan.
"Kami di sini sudah 25 tahun, di sini bukan hanya ada rumah makan Batak saja, tapi ada yang dari Jawa juga. Banyaklah dari daerah lain. Jadi ini kawasan kuliner Nusantara. Kita sudah 25 tahun di sini, masak mau diusir kayak kucing," tuturnya.
Pedagang lapo di belakang gedung DPR (Helda/detikcom)
Lebih lanjut Jafirman menjelaskan penggusuran tersebut berawal dari perselisihan antara PPKGBK dan para pedagang. Oleh karena itu, sesuai dengan salah satu pasal dalam kontrak sewa antara para pedagang dan PPKGBK, Jafirman menyatakan harus ada upaya musyawarah dan mufakat terlebih dahulu sebelum akhirnya penggusuran dilakukan.
"Di pasal 10 dalam kontrak ada pasal tentang perselisihan. Di situ dikatakan perselisihan yang timbul di antara para pihak mengenai penafsiran atau pelaksanaan perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Nah, ini sampai sekarang kita belum pernah dipanggil secara resmi oleh PPKGBK untuk musyawarah dan mufakat ini," jelasnya.
Dia ingin agar PPKGBK mengerti keinginan para pedagang sebelum memutuskan melakukan penggusuran. Dia juga menyebut para pedagang sebenarnya belum mengerti secara jelas alasan lahan tersebut harus dikosongkan. Karena itu, perlu adanya penjelasan lebih lanjut dari PPKGBK terkait hal tersebut.
"Jadi yang ada selama ini cuma surat pemberitahuan agar lahan ini dikosongkan. Kita pedagang kan tidak ngerti hukum. Jadi kita pertanyakan tanah ini sebenarnya punya siapa? Pengelola punya kepentingan apa? Karena kita ini bukan pedagang liar. Ahok saja nggusur yang liar kasih rumah susun, masak kita yang resmi main diusir saja," katanya.
Jafirman menekankan, para pedagang sangat ingin agar ada musyawarah dan mufakat untuk membahas hal itu.
"Jadi kami inginnya, undanglah kami secara resmi. Biar kita adakan musyawarah dan mufakat. Berikan solusi yang bisa memenuhi keinginan pedagang dan jelaskan hal-hal yang hingga saat ini masih belum jelas," ucapnya.