Susahnya Orang Batak Dulu Membangun Rumah Dan Memenuhi Aturan Dalihan Natolu
Membangun rumah di zaman sekarang, berapapun ukurannya, harus diakui adalah hal yang ribet. Belum mikir soal lokasi, pondasi, apalagi soal pengeluaran alias hepeng..he-he-he
Kalau kalian sudah, atau suatu waktu nanti merasakan ribetnya membangun rumah, janganlah patah semangat. Sebab, ompung-ompung kita dulu juga sama ribetnya dalam membangun ruma/jabu.
Bahkan keribetan sudah dimulai sejak mencari lokasi tempat rumah dibangun.
Dalam 'Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara’ (1986) tertulis, pencarian lokasi rumah bukan hanya dilakukan oleh calon penghuni saja, tapi melibatkan semua unsur Dalihan Na Tolu.Ya, dongan tubu, hulahula dan boru akan lebih dulu melakukan musyawarah guna menentukan lokasi pendirian rumah.
Sebab, masyarakat Batak dulu meyakini apabila Dalihan Na Tolu turut mengambil bagian dalam penentuan tempat tinggal, maka penghuninya akan dilimpahi kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian oleh Mulajadi Nabolon.
Setelah lokasi ditentukan, sebelum mendirikan rumah harus diadakan acara memohon kepada Tuhan yakni Mulajadi Nabolon, Silaon Nabolon dan Mangalabula atau Mangunsong bunti.
Peserta acara itu meliputi Datu Ari (dukun), Raja Parhata (ahli hukum adat), Raja Huta (kepala desa) dan tentu Dalihan Na Tolu sendiri.
Setelah acara itu, Dalihan Na Tolu juga tetap dilibatkan dalam pengambilan bahan-bahan kayu untuk rumah.
Bagaimana dilibatkannya?
Proses pengambilan bahan-bahan atau palolo hau di hutan dilakukan bersama oleh unsur-unsur Dalihan Na Tolu dengan ditemani oleh seorang pande (arsitek arsitektur tradisional Batak Toba).
Dalam melengkapi kebutuhan akan bahan bangunan tersebut selalu dilaksanakan dengan gotong royong atau marsirumpa, yaitu suatu bentuk gotong royong tanpa pamrih.
Setelah sebuah pohon sudah dipilih untuk menjadi bahan bangunan maka terlebih dahulu seorang datu akan menebarkan beras di sekeliling pohon sebagai harapan untuk keselamatan bagi penghuni rumah, barulah pohon ditebang.
Setelah ditebang, pohon itu akan ditutupi oleh daun dari pohon itu. Tujuannya untuk mengusir nasib buruk.
Setelah dikumpulkan, bahan-bahan kayu itu dibentuk sesuai fungsinya. Apakah menjadi tiang, dinding, pengikat atau hal lainnya. Tahapan ini disebut dengan Mangkehe Hau.
Tahapan selanjutnya adalah Manuhil. Apa itu?
Manuhil adalah membentuk lubang pada kayu. Harus ditentukan apakah lubang itu dalam, dangkal, lebar ataupun sempit. Fungsinya untuk perekat bahan bangunan. Tentu masing-masing lubang pada kayu harus disesuaikan dengan pasangannya yang cocok.
Selanjutnya adalah Mangaransang atau memasukkan segala rangsang-rangsang ke dalam tiang yang telah dilubangi sebelumnya.
Kemudian tiang ditegakkan sekaligus disatukan empat sudutnya di mana bangunan hendak didirikan. Prosesn ini disebut Parait Tiang.
Nah, yang terakhir adalah pembuatan lantai. Biasanya lantai terbuat dari papan yang disusun secara membujur dan bersambung di tengah-tengah rumah.
Sesudah bahan bangunan tersebut telah lengkap maka teknis pengerjaannya diserahkan kepada pande.
Seorang pande akan merancang dan mewujudkan pembangunan bangunan dimaksud sesuai pesanan dan keinginan si pemilik. Apakah bentuk ruma atau sopo.
Biasanya tahapan yang dilaksanakan oleh pande adalah untuk menyeleksi bahan bangunan dengan kriteria yang digunakan. Kriteria ini didasarkan pada nyaring suara kayu yang diketok oleh pande dengan alat tertentu atau yang biasa disebut mamingning.
Kayu yang suaranya paling nyaring dipergunakan sebagai tiang jabu bona. Kemudian kayu dengan suara nyaring kedua untuk tiang jabu soding yang seterusnya secara berturut dipergunakan untuk tiang jabu suhat dan jabu tampar piring.
Pada proses pasca-pendirian rumah adat ini, terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelumnya. Baik yang sifatnya seremonial maupun teknis.
Apa saja? Pertama adalah Manarup, yaitu tahap menutup atap rumah. Baik diatapi dengan ijuk maupun potongan-potongan serat kayu. Tarup atau atap rumah tersebut terbuat dari ijuk yang terdiri dari tiga lapisan, yang pertama disebut tuham-tuham yaitu satu gulungan besar ijuk yang disusun mulai dari jabu bona.
Lapisan kedua adalah ijuk yang langsung diambil dari pohon enau yang dipergunakan guna melapisi lapisan pertama.
Lapisan ketiga adalah melapisi lapisan kedua dengan lapisan yang lebih rapi dengan mengikatnya dengan jarum-jarum yang terbuat dari bambu. Paling akhir dari tahapan Manarup adalah rait.
Bagian yang mengikuti bentung lengkung atap ini harus lebih tinggi di bangian belakang. Perbedaan tinggi ini melambangkan bahwa kedudukan anak selalu lebih tinggi dari ayahnya.
Lalu Pasindung Jabu yang maksudnya mengakhiri penyelesaian pendirian suatu rumah adat, yakni proses pembuatan dinding, sebelah kanan dan kiri maupun bagian belakang dan depan.
Setelah tahapan teknis tadi lalu diadakan acara yang sifatnya seremonial yakni Mangompoi Jabu yaitu upacara memasuki rumah baru ataupesta perhelatan rumah baru atau selamatan.
Nah, kebanyangkan gimana ribetnya ompung-ompung kita membangun rumah dulu...