Kepala Puskesmas Ksatria Pematangsiantar Mengatakan Tidak Ada Hubungan Ispa Dengan STTC
Kepala Puskesmas Kesatria drg Artha DM Bako menegaskan bahwa penderita ISPA yang berobat ke Puskesmas yang dipimpinnya, tak seharusnya dihubungkan dengan adanya pabrik rokok STTC.
Soalnya, masyarakat yang datang berobat ke Puskesmas Kesatria tidak hanya masyarakat dari Kelurahan Siopat Suhu, tempat berdirinya pabrik PT STTC.
Namun dari daerah lain seperti Kelurahan Asuhan, Kelurahan Pardomuan dan Kelurahan Merdeka. Bahkan dari luar Kota Siantar juga berobat ke Puskesmas Kesatria.
“Kalau ISPA itu, Influensa juga sudah ISPA. Makanya gak ada hubungannya dengan STTC. Karena yang datang juga bukan hanya dari Siantar ini aja.
Dari luar (Siantar) juga ada. Dari Rambung Merah, Siantar Estate, Perumnas Batu IV juga banyak berobat ke tempat kita.
Jadi semua data itu masuk sama kita. Tak ada hubungannya (ISPA) itu sama STTC,” terang drg Artha DM Bako ditemui di Siantar Hotel, Rabu (14/6/2017.
Ditemui di tempa yang sama, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Siantar dr Ronald Saragih menegaskan bahwa penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang datang berobat ke Puskesmas Kesatria, Jalan Pdt Justin Sihombing, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur bisa saja warga dari luar.
Dijelaskannya ada beberapa faktor pemicu meningkatnya penderita ISPA diantaranya faktor cuaca, udara.
“Situasi cuaca yang saat ini berubah-ubah ditambah warga sedang berpuasa bisa menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya penderita ISPA,”ucapnya.
Latar belakang pekerjaan seseorang juga bisa menjadi penyebab penyakit ISPA. Semisal pekerja bangunan yang berkutat di sekitar semen akan mudah terserang ISPA.
“Kedua, penderita ISPA yang dikatakan meningkat itu, kita harus lihat lagi, pekerjaannya apa. Mohon maaf, kalau buruh bangunan kesana kemari yang berpacu sama semen, wajar ia kena ISPA. Kan itu, gak mutlak karena dari situ (STTC) aja,” ujarnya.
Kadinkes ini juga mencontohkan hal lainnya, seperti dilihat lagi sosial kehidupan penderita ISPA tersebut yang tinggal dalam rumah yang kecil yang di dalam itu ada 8 orang. Apabila ada penderita ISPA dengan kondisi sosial begitu, hal tersebut dinilainya wajar.
“Jadi bukan murni dari pengaruh sana (STTC). Itu aja belum pernah kita ukur berapa kualitas udara disitu. Kita tidak bisa langsung katakan itu (STTC) membuat ISPA meningkat. Gak segampang itu kita katakan pengaruh dari itu,” sambung dr Ronald.
“Misalnya ada masyarakat sana (daerah sekitar pabrik STTC) kena ISPA, bisa dapat dia diluar. Kan itu. Karena tinggalnya dia disana, kesanalah (Puskesmas Kesatria) dia berobat, tapi gak bisa langsung kita buat keputusan gara lingkungan disana dia begitu,” lanjutnya.
Dijelaskan dr Ronald, pernyataan bahwa masyarakat sekitar STTC terkena penyakit ISPA dikarenakan pabrik rokok tersebut, harus dibuktikan dengan adanya penelitian. Sebab, sampai saat ini, belum ada orang atau pihak berkompeten yang pernah melakukan penelitian apakah ISPA itu akibat pabrik STTC.
“Kalau saya mengatakan, harus dilakukan penelitian ini. Gak juga (Puskesmas) Kesatria yang banyak ISPA nya, daerah lain juga gitu.
Jadi kalau memang itu mau ditelusuri, ya penelitianlah. Saya rasa sampai sekarang belum ada orang melakukan penelitian tentang itu.
Sudah berapa tahun saya di Siantar ini. Kita harus bicara ilmiah kalau mengatakan begitu kan. Tidak bisa hanya begitu saja,” tutup dr Ronald.