Tidak Hanya Setipis Sangge sange, 5 Tanaman Ini Pernah Juga Jadi Bahan Olokan
Baru baru ini netizen Batak dikejutkan dengan pernyataan “emasmu setipis sange-sange” yang viral di media sosial. Pernyataan tersebut terlontar dari calon mertua (namboru) kepada calon menantu wanita (parumaen) lantaran ukuran emas yang ia kenakan tidak sebanding dengan harapannya. Ia melihat ukurannya tipis/kecil setipis daun sangge-sangge (sereh).
Semua pasti tahu sereh, tanaman ini termasuk bahan penyedap pada masakan. Nah, kasus yang menarik adalah kebiasaan orang Batak yang kerap kali menganalogikan perkataan untuk merujuk kepada benda/hal tertentu.
Baca Juga Elegi dan Makna Sebutan Sitapuleong (Sitapu Haleo)
Keunikan inilah yang menjadikan perpaduan gaya bicara orang Batak menjadi sangat menggelitik untuk ditelusuri. Bukan hanya sangge-sangge yang bernasib malang dijadikan olok-olokan. Kamu yang pernah tinggal di Bonapasogit pasti sering menemukan analogi pengucapan dengan tananaman populer ini. Menariknya, penganalogian kata selalu diidentikkan dengan makna yang negatif, tetapi tenang saja tidak akan menimbulkan sakit hati kok!
Yuk kita simak!
1. Joreng atau Jengkol
Pengucapan kata joreng terbilang masih eksis hingga sekarang khususnya untuk masyarakat daerah Samosir. Saking populernya kerap kali diucapkan karena kekesalan dan bahkan menjadi bahan ejekan/olok-olokan pada sesorang. Kata joreng sendiri perlahan dijadikan sapaan dan terasa sudah menjadi tidak tabu lagi. Apa mungkin karena aroma jengkol hingga dikaitkan dengan hal-hal yang mengolok-olok.
Contoh : Eh, Joreng laho tu dia ho? Songonna habur ho. (Eh, Joreng mau kemana kau! Buru-buru kulihat kau.
2. Sotul atau Buah Kecapi
Tanaman ini merupakan bahasa Batak dari buah kecapi yang dimanfaatkan oleh orang Batak sebagai penyedap makanan khususnya pada saat mengolah Arsik dan Naniura. Rasanya yang asam dan kecut menginspirasi banyak orang hingga menganalogikannya menjadi bahan olok-olokan untuk orang yang tidak disukainya. Orang-orang yang pemalas, tidak tahu malu dan tukang sirik kerap menjadi sasaran dari olok-olokan buah ini.
Contoh : Pas ma leat non songon Sotul. Mangir, magigi iba mangida. Asom bohina. (Persis mukanya kayak sotul. Aneh, gak suka aku lihat dia.)
3. Rimbang
Tanaman ini sampai sekarang masih cukup populer digunakan untuk bumbu masak. Keunikan dari rimbang adalah tumbuh di antara semak-semak dan mudah ditemukan khususnya di daerah Bonapasogit (kampung halaman). Orang Batak kemudian menggeneralisasikan bahwa tanaman rimbang adalah tanaman yang sangat erat kaitannya dengan orang-orang dari kampung. Seringkali kata ini dianalogikan pada orang Batak yang merantau ke kota besar tetapi lupa dengan kampung halamannya sendiri, bahkan yang lebih miris tiba-tiba lupa berbahasa Batak.
Contoh : Na boha do si Tiar an, Na godangan Gayana. Ai so ditanda anak boruan be rimbang. (Kenapa si Tiar itu, banyak kali gayanya. Gak kenal dikenal dia lagi Rimbang ya.)
4. Inggir-Inggir
Peneliti percaya bahwa buah Inggir-inggir mengandung khasiat menurunkan tekanan darah tinggi dan menambah nafsu makan. Ya, bentuknya yang kecil lebih kecil dari kelereng. Tumbuhan ini juga termasuk suku terong-terongan sama seperti rimbang dan lanteung. Hal yang membuatnya kerap menjadi analogi ejekan adalah karena manfaatnya dan rasanya yang sangat pahit.
Contoh : Unang holanna muruk ho, sapata allang Inggir-inggir I (Jangan hanya marah saja kau, Makan itu Inggir-inggir)
Atau
Murting bohim mapaet songon ingir-inggir na so maridi dope ho? (Aneh mukamu pahit gitu, kayak Inggir-inggir. Kau belum mandi?)
5. Latteung
Dari semua itu sepertinya analogi yang paling menyakitkan pada ucapan tanaman Latteung. Tanaman ini termasuk suku terong-terongan. Ciri-ciri buah ini saja sekilas tidak dapat dimanfaatkan. Ciri-cirinya tumbuh di antara semak semak, berduri dan ketika disentuh buahnya rasanya gatal. Tanaman Latteung sebenarnya adalah gulma/semak-semak biasa. Latteung kerap diasosisasikan pada orang-orang yang sifatnya tidak baik seperti pengganggu, atau anak-anak yang nakal.
Contoh : Ehe, Latteung! Boasa songoni pangalahom! (Ehe, Latteung! Kenapa gitu sikapmu!)
Nah, kamu pernah gak mendengar ucapan itu? Mana lebih seram dari setipis Sangge-sangge atau kamu pernah mendengar ucapan yang lebih unik lagi?
Penulis :
March Hot Asi Sitanggang Mahasiswa Komunikasi Undip
Content Creator of Millenials Gen