Guru Somalaing Pardede, Parhudamdam Malim Ulu Balang Sisingamangaraja XII dari Balige
Parmalim adalah agama asli orang Batak yang mempecayai adanya Mula Jadi Nabolon ( SANG PENCIPTA YANG MAHA BESAR) dimana dalam ritual keyakinannya dilaksanakan dengan kegiatan Sipritual dan Adat Istiadat.
Dengan kedatangan Penjajah Belanda ke tanah Batak yang menggunakan Perang bersenjata dan politik Devide Ed Impera (memecah belah) menciptakan hubungan kekerabatan orang Batak pada saat itu menjadi terkotak-kotak, maka pada tahun 1883 membuat Gerakan Bawah Tanah yang disebut Parhudamdam untuk mempersatukan perlawanan terhadap Penjajahan Belanda. Gerakan Parhudamdam menyebar ke seluruh wilayah Tanah Batak.
Foto Guru Somalaing Pardede
Gerakan Parhudamdam bermunculan di beberapa wilayah Tanah Batak dengan menggunakan doktrin "Manjujung Baringin Na Be" (menjunjung Marwah masing-masing)
Gerakan Parhudamdam ini membuat Penjajah Belanda kebingungan dan kewalahan karena pada saat itu, mereka berpikiran hanya Raja Sisingamangaraja ke XII lah yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Pertemuan Dengan Modigliani
Lahir di Firenze Italia tahun 1860 adalah merupakan ahli antropolog dan zoologi serta melakukan penelitian botani.
Sejak tahun 1889 hingga tahun 1891 berada di Tanah Batak hingga ke Asahan, Sepanjang perjalanan DR.Elio Modigliani hingga menyusuri sekitar pantai selatan Danau Toba, sebelum bertemu dengan Guru Somalaing Pardede,dia sudah mencari informasi dan mencari tau siapa raja-raja yang berpengaruh di Tanah Batak, sembari memperkenalkan diri dan mengaku sebagai utusan Raja Roma.
Sesudah perang yang kedua usai, Guru Somalaing Pardede pulang ke kampungnya di Lumban Jabi-jabi Balige dan ternyata berita kedatangan utusan Raja Roma itu sudah tersebar hingga ke Balige dan berita tersebut sampai juga ke Guru Somalaing Pardede.
Foto DR.Elio Modigliani dari Italia
Setelah beberapa lama akhirnya mereka berdua bertemu di desa Meat .
Mereka menjalin hubungan persahabatan, dan untuk melancarkan missinya DR.Elio Modigliani meminta dengan hormat agar Guru Somalaing Pardede, sudi menemaninya serta membimbingnya dalam mengadakan penelitian di Tanah Batak.
Dr.Elio Modigliani berkeyakinan bahwa permintaannya itu akan dikabulkan dengan memanfaatkan,situasi dan posisi Guru Somalaing Pardede yang dalam kondisi terdesak oleh serangan kolonial Belanda.
Dan sebaliknya Guru Somalaing Pardede juga punya keinginan untuk mendapatkan informasi mengenai strategi perang bangsa-bangsa Eropa.
Guru Somalaing Pardede beberapa kali menyelamatkan nyawa DR.Elio Modigliani dari rencana pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang belum mengenalnya
Selama persahabatan tersebut, mereka sering berdiskusi mengenai ajaran Agama dan ramuan obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan.
Disetiap pelaksanaan pengobatan yang mereka lakukan dengan menggunakan obat-obatan hasil ramuannya, selalu menyertakan tabas-tabas (doa harapan kesembuhan) atas saran dari Guru Somalaing Pardede.
Galang Kekuatan
Guru Somalaing Pardede semakin terdesak disaat Kolonial Belanda yang berhasil menduduki Balige Raja.
Melalui jalur air (Danau Toba) Guru Somalaing Pardede pindah dari Lumban Jabi-Jabi Balige ke Lumban Pardomuan (Janji Marria) Balige, kampung anggi dolinya dengan membawa keluarganya dan disana beliau sering melakukan pertemuan rapat dan perjanjian dengan Raja-raja Bius untuk perlawanan terhadap Penjajahan Belanda.
Foto Areal Persawahan Balige dengan latar belakang Dolok Tolong
DR.Elio Modigliani juga pernah berkunjung ke Lumban Pardomuan (Janji Marria) Balige dalam rangka pengobatan terhadap anak laki-laki Guru Somalaing Pardede usia 11 tahun yang sedang mengidap penyakit kolera dan tidak tertolong lagi hingga meninggal dan di makamkan persis di tepian Danau Toba.
Dari desa Lumban Pardomuan Guru Somalaing Pardede mengadakan rapat dan bersama-sama dengan para pengikutnya untuk mendirikan tempat ibadah Parmalim di daerah si Lesem desa Haumabange Balige.
Setelah beberapa bulan tanpa disadari ternyata ada dari pihak kerabatnya yang mengkhianat dan menyampaikan berita pembangunan tempat ibadah tersebut ke pihak Kolonial Belanda, akhirnya pasukan tentara Belanda datang dan menghancukan tempat ibadah tersebut,karena dianggap sering digunakan sebagai kamuflase untuk tempat pertemuan menggalang kekuatan melawan penjajah Belanda.
Perlawanan Terhadap Kolonial
Tahun 1864 Guru Somalaing Pardede memimpin perang perlawanan yang sengit selama 5 hari di Lumban Gorat yaitu di salah satu desa di wilayah Balige Raja, yang membuat pasukan Belanda kewalahan dan terdesak hingga ke desa Sipahutar .
Foto Pasukan Kolonial Belanda
Akibat perlawanan sengit dari Pasukan Guru Somalaing Pardede tersebut membuat Kolonial Belanda marah dan melakukan serangan besar-besaran dibawah pimpinan Kapten Thurman Van Dalen yang diawali dari Desa Silangit menyusuri desa-desa dan di sekitar Gunung Dolok Tolong pasukan Guru Somalaing Pardede menghadang Pasukan Belanda dengan membuat jebakan, tapi karena jumlah pasukan yang tidak seimbang, pasukan Guru Somalaing Pardede terdesak hingga menewaskan Ompu Tongam Martahan Siahaan,Ompu Parimbunan Aritonang dan Menangkap Ompu Mangarerak Hutagaol beserta beberapa orang pasukannya dan mengeksekusinya di desa Soposurung Balige.
Pasukan Guru Somalaing terdesak hingga ke Porsea Jae. Di Porsea , Guru Somalaing Pardede beserta pasukannya bertemu dengan Ompu Sotaronggal Sirait yang juga merupakan Tulangnya. Pertemuan itu hanya bilangan jam dan Guru Somalaing Pardede beserta 60 orang pasukannya bergerak ke arah Habinsaran, Parsoburan karena beliau tidak mau Kampung Tulangnya ikut menjadi korban penyerangan dari Pasukan Kolonial Belanda.
Di Habinsaran Parsoburan Guru Somalaing dan pasukannya bertemu dengan Pasukan Dja Karim.
Oleh Sahala Pardede