KJA Haranggaol Mengeluarkan Aroma Bau Busuk Tak Sedap, Pemerintah Terkesan Tidak Perduli
SIMALUNGUN - Panorama Danau Toba di Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun tak seindah dulu. Hamparan keramba jaring apung (KJA) terlihat setia memepet setiap jengkal permukaan air danau.
Keramba yang mayoritas milik warga ini mengapung berbaris-baris. Ada juga keramba milik perusahaan yang berada di tengah-tengah danau. Keramba yang berbahan dasar kayu, jaring, dan tong ini juga dalam kondisi lapuk.
Dari bukit sebelum turun ke permukiman warga, pengunjung dapat melihat dengan jelas aktivitas warga memberi puluhan ton pakan ikan dan memungut ikan mati.
Perahu motor tampak lalu-lalang di seputaran keramba. Perahu motor itu juga membawa pakan ikan (pelet) untuk disebar di keramba. Diketahui, memang Kecamatan Haranggaol sebagai produksi ikan air tawar berupa mujair dan ikan mas terbesar di Sumatera Utara.
Saat berjalan menanjak di bukit Simpang Nagori aroma bau busuk langsung terasa menyengat. Aroma ini seperti bau bangkai hewan. Aroma ini dibawa oleh angin hingga menguap ke bukit.
Aroma itu sempat membuat pengunjung serasa mual dan muntah. Seorang pengunjung Fernandho Pasaribu mengaku terganggu dengan aroma busuk yang menyengat.
Pengunjung dari Kota Pematangsiantar ini memandang dari bukit yang hanya setinggi 300 meter dari permukaan Danau Tobaterasa terganggu dengan aroma tersebut. Fernandho menduga bau busuk itu muncul dari bangkai ikan.
"Aromanya seperti bau ikan mati. Sampai setinggi ini pun masih terasa bau. Terganggu untuk melihat Danau Toba dari sini,"ujarnya, Rabu (20/3/2019).
Fernandho juga mengaku miris dengan kondisi Danau Toba Haranggaol. Ia merasa keramba yang terhampar mengganggu pandangan dan menggaggu kelstarian danau.
Selain itu, akses jalan menuju Haranggaol juga dalam keadaan kupak-kapik. Aspal banyak yang terkelupas dan berlubang besar. Padahal, mobil mewah jenis Fortuner dan double kabin sering melintas. Lalu, mobil yang mengangkut ikan dari keramba setiap hari melewati jalan itu.
Camat Haranggaol Sabolas Pasaribu mengaku dengan bau busuk itu timbul dari keramba yang bertebaran. Ia mengaku tidak dapat berbuat banyak karena memang keramba itu sudah lama mengapung.
Sabolas mengatakan wajar tercium bau busuk ikan karena danau itu telah diselimuti keramba.
Ia mengharapkan pengunjung untuk mandi atau berada jauh dari lokasi keramba.
"Namanya juga banyak keramba. Kalau soal pengunjung gimanalah kubilang ya. Pengunjung bisalah mandi yang jauh dari keramba. Danau Toba kita kan luas," ujarnya.
Sabolas juga melemparkan masalah ini ke asosiasi keramba jaring apung Haranggaol. Sabolas terdengar pasrah dengan kondisi yang terjadi.
"Kalau soal-soal keluhan pengunjung tanya ajalah ke asosiasi keramba. Mau gimanlah aku bilang,"pungkasnya.
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KKP) menyelenggarakan Focus Group Discussion.
Acara tersebut, dihadiri berbagai pihak seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan CARE IPB,
Lalu, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP USU), Dirjen Budidaya Perikanan KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dan Kementerian Koordinator Maritim (Kemenko Maritim) di Jakarta.
Tujuannya, untuk menyampaikan hasil penelitian dan kajian daya dukung dan penetapan zonasi untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba yang dilakukan lembaga tersebut.
Lewat siaran pers, Peneliti BRSDM KKP, Prof Krismono mengatakan bahwa BRSDM KKP melakukan penelitian pada tahun 2017 hingga 2018 dengan stasiun penelitian di Danau Toba sebanyak 25 titik dengan tiga titik kedalaman serta sungai yang masuk Danau Toba sebanyak 40 titik.
Foto JR Saragih melakukan pemantauan pembersihan KJA di Huta Sualan Nagori Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Parapat, Rabu (20/7/2016) (Tribun Medan/ Royandi)
Waktu pengambilan sampel berlangsung pada musim kemarau Agustus 2017, musim hujan Desember 2017 dan musim peralihan Maret 2018 masing-masing selama 10 hari.
FGD terkait hasil penelitian BRSDM KKP menghasilkan enam rekomendasi untuk dibahas oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (DPRD dan Gubernur) sebagai bahan kajian dalam rangka mengambil keputusan yang bersifat final.
Yaitu, mengubah visi dari SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan dan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 tentang Status Tropik Danau Toba dari oligotropik menjadi mesotropik.
Lalu, menetapkan daya dukung perairan Danau Toba untuk budidaya perikanan KJA sebesar 45.000 hingga 65.000 ton ikan per tahun.
Menyesuaikan tata letak atau zonasi budidaya perikanan KJA di Danau Toba sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya dan peraturan lain yang berlaku.
"Kita memberi pedoman standarisasi budidaya ikan KJA di Danau Toba sesuai dengan arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka budidaya perikanan yang ramah lingkungan," kata Prof Krismono, Rabu (15/8/2018)
Rekomendasi lainnya, yaitu menjalankan kemitraan antara KJA milik perusahaan dan KJA milik masyarakat dalam rangka pembangunan ekonomi kerakyatan.
Mengenai pengalokasian kuota produksi (jumlah KJA) kepada masing-masing stakeholders akan dibahas kemudian.
“Kami berharap rekomendasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah dalam rangka pengelolaan Danau Toba secara berkelanjutan,” jelas Krismono.