Lagu Batak Ho Do Ito Digubah Hip Hop dan Rap Populer di Eropa
Jakarta - Saat ini eranya industri kreatif. Momen tersebut dimaksimalkan Retta Sitorus, anak Pematangsiantar yang kini malang-melintang di industri hiburan dunia. Salah satunya, Ho Do Ito ciptaan perempuan yang menciptakan lagu rohani It’s Time Christmas tersebut populer di Eropa. “Aku menciptakan begitu saja, mengalir... panta rei. Lagu Batak selama ini kan kesannya mangandung. Gimana jika digubah dalam versi hip hop plus rap. Tidak sangka apresiasi publik demikian luas,” ujarnya sesaat melepas Hermann Delago, musisi asal Austria, ke Jakarta untuk mengisi Kick Andy! bersama Henry Juandi Manik, Rabu, (13/8), didampingi Silvany Sinaga dan Paskah Manurung.
Lagu Ho Do Ito dibawakan Retta bersama finalis Indonesian Idol Gido Hutagalung. Saat melantunkan, tak ada yang perlu dipoles dari vokal perempuan penyuka makanan pedas tersebut. Suaranya memang sudah khas, perpaduan khas vokal Agnes Monica dan Anggun atau, jika mau menyimak vokal serak basah tingginya itu seperti perpaduan Carry Clarkson - Katy Perry. Bahkan seorang Hermann Delago menjuluki suara Retta sebagai enerji baru dalam dunia pop-rock. “Aku tidak bisa mengklasifikasikan warna suaraku pop, rock atau r n b tapi mampu membawakan ragam genre!”
Saking istimewanya suara Retta, dalam konser Hermann Delago Austrian Tobatak Orchestra di dua tempat di Indonesia yakni di Tiara Hotel Convention - Medan pada Rabu, 20 Agustus dan di Open Stage Tuktuk Siadong Samosir, pada Sabtu 23 Agustus 2014, perempuan berambut panjang tersebut diminta membawakan 6 lagu dari sejumlah negara Eropa. “Ada lagu Celine Dion dan dari Spanyol!”
Retta lahir di Pematangsiantar pada 18 Juli 1988 sebagai puteri pasangan Nelson Sitorus - Flora Butarbutar. Orangtuanya mendidik anak dengan sangat keras. “Orangtuaku tak mengizinkan aku terjun sebagai artis tapi bakat dariNya tidak mungkin kutolak,” kenangnya pada ayahnya yang terakhir bertugas di Kantor Pajak Medan Utara.
Menimba ilmu di SD Budi Mulia 2 melanjut ke SMP Bintang Timur dan SMA Budi Mulia. Semuanya ditimba di kota pelajar di wilayah Pantai Timur tersebut. Saat pendidikan itulah orangtuanya mengharuskan Retta fokus ke pelajaran serta kuat iman dan meminggirkan dunia pop. Itu sebabnya ketika ada tawaran untuk tampil di Austria dan dilarang oleh orangtuanya, dunia seni Retta seperti kiamat. Yang menggantikan posisi Retta waktu itu adalah Novita Dewi Marpaung. “Aku mengurung diri, menangis seharian tapi tetap tidak diizinkan!”
Tetapi, ya itu tadi... bakat seperti layar yang sudah terkembang. Tidak diizinkan ke luar negeri justru dijadikan inspirasi menciptakan lagu plus membikin album. Melanjut studi di Fakultas Hukum USU. Selesai dengan nilai sempurna, masih saja orangtuanya tidak mengizinkan. Retta melanjut ke Kenotariatan USU. Tetapi, permintaan bernyanyi terus menggema dan tak dapat terbendung. Apalagi namborunya, Rugun Sitorus yang karyawan di PTPN 2 membimbingnya untuk menjadi penyanyi yang baik.
Adik papanya itu bukan sembarang guru tapi seorang jawara nyanyi yang benar-benar menurunkan ilmu secara utuh. Kadang, saking kerasnya, Retta dibentak. Dari pengajaran itu pula Retta dapat menjadi musisi menciptakan lagu rohani plus mencintai adat-istiadat Batak.
Dengan keahlian menciptakan lagu ragam genre, sejumlahnya sudah direkam dam dibawakan artis Jakarta. Agendanya, Retta harus ke Ibu Kota karena lagu dan suaranya sedang dilirik Anang Hermansyah. Bakal berangkat? “Nunggu izin orangtua,” jawabnya tapi fokus saat menyukseskan penampilan pada konser Hermann Delago Austrian Tobatak Orchestra.
Meski tampil sepanggung dengan 80 musisi Austria dan artis populer Indonesia seperti Viky Sianipar, Retta tidak punya persiapan khusus. “Yang ada di benakku, bagaimana para musisi dari Austria itu tampil maksimal dan kehadiran mereka membawa dampak pada promosi Danau Toba di manca negara!”
Sumber SIB