Cari

Hal-Hal Penyebab Naposo Batak Memutuskan Untuk Mangalua Kawin Lari

Posted 07-05-2017 04:21  » Team Tobatabo
Foto Caption: Ilustrasi Mangalua

Kata ‘mangalua’ (kawin lari) dalam adat dan budaya Batak bukanlah hal yang baru. Kata itu bisa jadi sudah ada dan telah terjadi seumur dengan budaya Batak itu sendiri.

‘Mangalua’ atau kawin lari bisa diartikan suatu tindakan nekat pasangan naposo Batak untuk menikah di luar adat karena tidak mendapat restu dari dan atau sepihak orangtua (ndang ditolopi natorasna).

Mangalua sebenarnya tidak dianjurkan oleh kedua pihak orangtua jika masih ada ruang untuk berdiskusi kedua pihak lebih panjang lagi. Sebab terjadinya ‘mangalua’ biasanya (somalna) lebih banyak diakibatkan oleh biaya perkawinan (sinamot, biaya pesta, dll), dimana tidak didapatkan jalan keluar sebagai solusi dari kedua pihak.

Maka jika naposo Batak melakukan mangalua, akan muncul beberapa dugaan dan tuduhan negatif dari masyarakat sekitar. Bukan kepada naposo itu sendiri, tetapi juga kepada orangtuanya.

Nah, berikut ini 7 alasan mengapa mangalua harus terjadi dalam adat Batak:

1. Sinamot

Mangalua biasanya terjadi karena jumlah sinamot dan bentuk pelaksanaan adat yang akan diadakan kedua pihak tidak mendapat kata sepakat.

2. Meringkas Adat

Mangalua bisa dijadikan suatu tindakan paranak agar memotong tata cara prosesi adat yang mengikutinya sebelum mengadakan adat perkawinan agar lebih ringkas, sekaligus memperkuat daya tawar pihak paranak kepada parboru atas sinamot dan yang lain dalam adat perkawinan anaknya.

Maka bila wanita/sang gadis telah di bawah ke tempat paranak/pria maka pihak parboru lebih mudah “disomba dan dielek” membujuk pihak perempuan mengenai besarnya sinamot dan keperluan adat perkawinan lainnya.

3. Pembicaraan Mentok

Mangalua bisa terjadi karena segala cara telah dilakukan dalam pembicaraan adat perkawinan, tetapi tidak mendapatkan hasil apapun, maka tindakan mangalua dilakukan pasangan naposo tersebut untuk melaksanakan perkawinan mereka.

Apa 4 alasan lainnya?

4. Tidak Direstui Orangtua

Mangalua biasanya terpaksa dilakukan karena pasangan pria/wanita ini sejak berpacaran “marhamlet/mardongan” sudah tidak direstui kedua pihak orangtua. Dan sudah mereka duga bahwa jika pun diberitahukan kepada kdua pihak orangtua, maka kedua pihak pasti tidak merestuinya.

5.  Anjuran Orangtua

Mangalua bisa atas seizin atau bahkan dianjurkan oleh kedua pihak orangtua paranak dan parboru karena faktor ekonomi kedua pihak yang sangat tidak memungkinkan melaksanakan adat perkawinan. Harapannya, segera tumbuh ekonomi pasangan tersebut agar segera melaksankan adat. “Anggiat humatop martumbur tolong, boi somba on jala suruhon nasida tohang ni bagas ni parboru” atau “ manggarar adat”.

6. Aib Sebelum Nikah

Mangalua bisa dilakukan karena kedua pasangan naposo tadi telah melakukan hal yang belum pantas di luar nikah dan telah diketahui umum sehingga dianggap telah mempermalukan kedua pihak, terlebih wanita.

Apalagi wanita telah diketahui umum hamil “nungnga mamuro pamoro ala naung teal buriran ni si boru”.

7. Alasan Tidak Jelas

Mangalua ini yang tak jelas ujung pangkalnya. Mangalua pasangan naposo Batak, tanpa alasan apapun, tidak pernah bergaul “mardongan”, tidak diketahui salah satu kerabat baik oleh pihak wanita maupun pria dan tidak tahu kemana mangalua dan kemudian tinggal dimana.

Atau karena incest (pantang, atau suhar dalam partuturon). Wah, kalau begini jelas tindakan amoral, jalang dan tak beriman. “Ulaon ni si jambe jalang, na so maradat na so maruhum, jala na so marTuhan”. Kalau ini, jangan pulalah pernah kalian lakukan.

Nah, sekarang lae dan ito naposo Batak sudah semakin paham apa sesungguhnya mangalua dalam adat Batak. Lalu, apakah masih kalian mau mangalua?

Apapun alasannya, alangkah lebih terhormat lae dan itoku naposo Batak untuk menikah itu sebisahnya janganlah mangalua. Sebab, mereka yang mangalua, khususnya pihak pria bisa dituduh “manangko boru ni halak”.  

Dan buat lae dan ito-ku, jikapun kalian mangalua bukan berarti selesai persoalan adat karena tindakan kalian yang mangalua, pastilah diikuti konsekuensi yang melekat pada tindakan itu.

Kalian terutama pria dan keluarganya bisa ditudu “manangko boru ni halak”. Maka suka tidak suka kalean haruslah membayar adat jika tak ingin disebut “na so maradat” karena sudah dicap sebagai pencuri “ panangko”yang harus dihukum dengan adat “manuruk-nuruk” alias “patudu na tinangko”.    

(#palambokpusupusu).

Dikutip dari Batakgaul.com