Marga Simargolang, Pomparan Raja Borbor di Asahan
Saya cukup terkejut, belum pernah saya mendengar Marga ini atau bertemu dengan orang bermarga Margolang (Simargolang).
Coba-coba saya cari di Google ada beberapa Blog yang menulis marga ini. Blog pertama yang saya buka memberikan informasi bahwa marga ini telah hilang dari dari Tarombo Toba.
Akhirnya saya coba telusuri google dengan kata Kunci Simargolang ketemulah Tulisan dari Bapak Nazaruddin Margolang, S.IP.,M.Si di Blog.
Dulu Simargolang adalah Raja turun Temurun di daerah Asahan dan Labuhan Batu sekarang.
Karena kampungnya tidak ada lagi di daerah Toba maka Boleh dikatakan kampung asal dari marga ini sendiri adalah di Kabupaten Asahan dan Batu Bara Sumatera Utara.
Menurut Sumber lain Simargolang adalah pendiri Tangjung Balai, di hikayatkan bahwa Sultan Iskandar Muda melakukan perjalanan (atau penyerangan) ke Johor dan Malaka pada tahun 1612 M.
Dalam perjalanan menuju tujuan tersebut, rombongan raja ini beristirahat di sebuah kawasan, di hulu sebuah sungai yang sekarang kita kenal dengan Asahan.
Selesai beristirahat di hulu sungai ini, kemudian perjalanan dilanjutkan ke sebuah daerah yang berbentuk tanjung, yaitu daerah pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau.
Di tanjung tersebut, Sultan Iskandar bertemu dengan Raja Simargolang. Sebagai tempat menghadap kepada raja, di daerah tersebut kemudian dibangun sebuah pelataran atau balai sehingga di sebut nama Tempat itu Tanjung Balai.
Seperti Tulisan dari Bapak Nazaruddin Margolang, S.IP.M.Si bahwa Kerajaan Simargolang berdiri sampai masa penjajahan Belanda, cukup masuk di akal negara ini bebas dari invasi Aceh karena kerajaan ini membangun hubungan atau sekutu atau bagian dari Aceh.
Cukup bersesuaian dengan Catatan Pinto dan catatan Pires bahwa Aceh memerangi Raja-Raja di Sumatera. Dan Tahun seribu 1539 sesuai surat Sultan Aceh pada Raja Jantana maka daerah: Barus, Pedir, Pacem, Daya, Batak, Menangkabau dan Aru sudah dikalahkan oleh Sultan Aceh.
Maka Raja Simargolang ada pada nomor 6 dari Si Raja Batak, yaitu:
1. Raja Batak,
2. Guru TeteaBulan,
3. Saribu Raja
4. Raja Borbor
5. Raja Hatorusan II
6. Sahang Mataniari (Simargolang).
Perbedaan ini adalah biasa terjadi dalam semua marga, bagaimanapun adalah kewajiban Pomparan (Turunan) Marga Raja Borbor termasuk Simargolang bisa menelusuri dan membentuk kesepahaman.
Dituliskan dalam oleh Bapak Julfan bahwa, Raja Simargolang I satu memerintah Tahun 1630 jadi ada masa tenggat lebih kurang 91 paska kejatuhan Kerajaan Batak oleh Aceh di tahun 1539).
Disebut Juga Bahwa Sisingamangaraja XII (Tertulis Sebagai Raja Kerajaan Batak) hampir menikahi Putri dari Raja Simargolang, identik dengan tradisi Sisingamangaraja dari Sisingamangaraja I yang mengambil Istri dari keturunan Guru Teteabulan (Hula-Hula Raja), tetapi pernihakahan itu gagal karena masuknya Belanda.
Menarik untuk lebih di selidiki Sejarah Kerajaan Simargolang ini, artinya ada 3 Raja Putra dari Raja Batak yang mau berdamai dengan Aceh, yaitu Raja Hatorusan I (Raja Uti) yang Masuk Islam memerintah di Barus (Pantai Barat dan Raja Simargolang dari 6 generasi (Versi Bapak Nazaruddin nomor 9) memerintah di Pantai Timur (Kerajaan Simargolang Asahan) dan Ada Lagi Raja Lambing Memerintah di Tanah Alas-Aceh (Pomparan Toga Pandiangan).
Ketiganya Masuk Islam dan tunduk pada kerajaan Aceh tetapi tidak mengislamkan Batak Pedalaman, dan tetap menjaga hubungan baik, sebuah bukti solidaritas yang sangat tinggi.
Adalah kebanggaan dibalik serangan beberapa Pihak atas Batak atas eksistensinya saat ini dimana Ketiga keturunan Raja Ini masih mengakui leluhurnya dan saudaranya, sebuah bukti kebesaran sebuah Bangsa yang bukan abal-abal.
Tarombo Raja Borbor:Dan Bisakah dikatakan dengan tunduk para Raja Keturuanan Raja Batak ini pada Aceh dan Masuk Islam artinya melindungi Centra Tanah Batak? Masih perlu di buktikan lebih Lanjut.