Musdalifah Eks Anggota DPRD Sumut Melawan saat Ditangkap KPK
Medan - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan anggota DPRD Sumut, Musdalifah (MDH), Minggu (26/8/2018).
Musdalifah, satu dari 38 tersangka suap APBD Sumut, merupakan yang pertama ditangkap akibat dianggap tidak kooperatif dengan penyidik KPK.
Karena MDH tidak hadir dalam pemanggilan KPK tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Febri menuturkan, sebelumnya tersangka MDH setidaknya telah dipanggil dua kali secara patut, yakni pada tanggal 7 dan 13 Agustus 2018.
Febri mengatakan, pada panggilan pertama tersangka MDH tidak diperoleh informasi alasan ketidakhadiran, sementara pada panggilan kedua tidak datang dengan alasan menikahkan anaknya.
"Penangkapan dilakukan pada Minggu (26/8/2018) pukul 17.30 WIB di Tiara Convention Center, Medan," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin (27/8/2018).
Dalam proses penangkapan tersebut, sempat terjadi perlawanan terhadap penyidik yang bertugas.
"Setelah penangkapan dilakukan, tersangka dibawa ke Mapolda Medan untuk dilanjutkan pemeriksaan sebagai tersangka," sambungnya.
Lebih lanjut, Febri menuturkan KPK harap tindakan yang dilakukan terhadap MDH ini tidak perlu terjadi kembali pada para tersangka lain, khususnya anggota DPRD Sumut.
Karena itu, KPK memperingatkan seluruh tersangka yang sudah menerima panggilan agar agar koperatif dan memenuhi panggilan penyidik ke kantor KPK.
"Alasan-alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak patut secara hukum hanya akan mempersulit tersangka dan juga dapat menghambat proses hukum yang sedang berjalan," terang juru bicara KPK tersebut.
Musdalifah (MDH) merupakan tahanan ke-16 dari 38 tersangka suap APBD Sumut.
Sebelumnya KPK melakukan penahanan terhadap tiga anggota DPRD Sumatera Utara, Jumat (24/8/2018) sore.
Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap 3 tersangka kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Sumatera Utara," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Ketiganya yakni, Richard Eddy Marsaut, Syafrida Fitrie, dan Restu Kurniawan Sarumaha.
Richard ditahan di Runah Tahanan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Sementara, Syafrida dan Restu ditahan di Rumah Tahanan Gedung KPK.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 38 orang anggota DPRD Sumut sebagai tersangka.
Selama proses penyidikan, ada lebih dari 200 saksi yang telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik.
Suap untuk ke-38 anggota DPRD Sumut itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut.
Kemudian, terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada 2015.
Para anggota dewan itu diduga menerima suap berupa hadiah atau janji dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Dugaan fee dari Gatot untuk masing-masing anggota DPRD Sumut itu berkisar Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.
***
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan mantan anggota DPRD Sumatera Utara, John Hugo Silalahi.
John adalah tahanan KPK ke-15 dari 38 tersangka yang ditetapkan KPK.
"JHS (John Hugo Silalahi) ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/8/2018).
Jhon Hugo Silalahi, mantan anggota Fraksi Demokrat DPRD Sumut dan mantan Bupati Simalungun, sejak beberapa bulan lalu sudah masuk daftar cekal dalam kasus dugaan suap mantan Gubsu Pujo Nugroho.
Ia pernah ditolak keberangkatannya ke luar negeri, Selasa (24/4/2018) pukul 08.00.
Jhon Hugo Silalahi didampingi istrinya saat itu dari KNIA hendak berangkat ke Penang, Malaysia dengan menumpang pesawat Sriwijaya (SJ 102) sekitar pukul 08:00. Tapi, saat proses dokumen keimigrasian, yang bersangkutan masuk daftar cekal KPK.
Selanjutnya, petugas Imigrasi menunda keberangkatan dan paspor Jhon Hugo Silalahi ditahan.
Kanit Imigrasi Alpha Kualanamu Indra Bangsawan didampingi Supervisor M Feri Andrian yang dikonfirmasi membenarkan hal itu.
Sebelumnya, Senin (20/8/2018), KPK menahan dua orang tersangka kasus suap DPRD Sumatera Utara atas nama Biller Pasaribu (BPU) dan Pasaruddin Daulay (PD).
Keduanya akan ditahan oleh KPK selama 20 hari ke depan.
"Tadi setelah proses pemeriksaan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara tersebut ada 2 orang yang diperiksa. Dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan," kata Febri.
Sebanyak 12 orang yang sudah lebih dulu ditahan adalah: Tahan Manahan Panggabean, Fadly Nurzal, Rijal Sirait, Rooslynda Marpaung, Helmiati, Muslim Simbolon, Rinawati Sianturi, Sonny Firdaus, Mustofawiyah, Tiaisah Ritonga, Arifin Nainggolan, dan Elezaro Duha.
Pada pemanggilan Senin (20/8/2018), dua tersangka lainnya yakni tersangka atas nama Richard Eddy Marsaut Lingga (REM) dan Syafrida Fitrie (SFE), mangkir.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, kelima tersangka itu tak menghadiri pemeriksaan sebelumnya dan Selasa (21/8/2018).
"KPK mengingatkan pada seluruh tersangka di kasus ini hadir, jika dipanggil sebagai tersangka ataupun saksi. Karena hal tersebut adalah kewajiban hukum," kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/8/2018).
Lima tersangka yang tak menghadiri pemeriksaan di antaranya Abdul Hasan Maturidi. Ia pernah dipanggil pada tanggal 17 Juli 2018 lalu.
Namun, Abdul tak memenuhi agenda pemeriksaan tersebut.
Menurut Febri, Abdul berhalangan hadir hari ini karena sedang ada urusan. KPK menilai alasan tersebut tidak patut.
"Sementara RDP (Rahmianna Delima Pulungan), yang bersangkutan mengirimkan surat ada acara keluarga. Alasan ini kami pandang kurang patut, sehingga nanti akan dipanggil kembali," kata Febri.
Rahmianna tercatat pernah dipanggil pada tanggal 16 Juli 2018 lalu. Namun ia tidak menghadiri pemeriksaan tanpa keterangan jelas.
Tersangka lainnya, Ferry Suando Tanuray Kaban tak hadir tanpa keterangan jelas. Kemudian Restu Kurniawan Sarumaha mengirimkan surat permohonan untuk penjadwalan ulang pada Jumat (24/8/2018).
"Keduanya pernah dipanggil pada tanggal 14 Agustus 2018. Namun tidak hadir tanpa keterangan," kata Febri.
Sementara itu, Washington Pane mengirimkan surat keterangan sakit dari RS Columbia Medan, Sumatera Utara.
"Penyidik sedang mempertimbangkan apakah diperlukan pengecekan keabsahan surat sakit tersebut," kata dia.
Washington sebelumnya juga tak memenuhi agenda pemeriksaan pada 14 Agustus 2018. Ia mengirimkan surat ketidakhadirannya ke KPK dengan alasan penugasan dari kantor.
"Kami imbau agar tidak mencari-cari alasan untuk tidak menghadiri proses hukum ini. Ingat, sikap kooperatif akan lebih baik bagi tersangka ataupun proses hukum yang sedang berjalan ini," sambung Febri.
3 April 2018, KPK sudah mengumumkan penetapan 38 anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menerima hadiah terkait fungsi dan kewenangan anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan/atau 2014-2019.
Mereka adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie dan Rahmianna Delima Pulungan.
Selanjutnya Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawati Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban dan Tunggul Siagian.
Kemudian Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah dan Tahan Manahan Panggabean.
Sebanyak 38 anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan/atau 2014-2019 tersebut diduga menerima hadiah atau janji dari mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Puji Nugroho. Suap tersebut dilatarbelakangi sejumlah tujuan.
Pertama, suap diduga terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Kedua, suap diduga terkait persetujuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2013 dan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Ketiga, suap diduga terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumut.
Keempat, suap diduga terkait penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut pada 2015.
Dugaan fee dari Gatot untuk masing-masing anggota DPRD Sumut itu berkisar Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.
Atas perbuatannya, 38 tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.