Instagram Polda Sumut Tulis Kronologi Ratusan Warga 'Geruduk' Gereja Martubung
MEDAN - Minggu, 13 Januri 2019, ratusan orang yang bermukim di Kompleks Griya Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, melakukan aksi protes terkait bangunan rumah yang diduga berubah fungsi menjadi Gereja.
Aksi protes dilakukan ratusan warga sekitar pukul 10.30 WIB.
Kejadian ini pun viral, foto-foto dan video kejadian ini beredar di facebook dan instagram.
Menilik hal ini Polda Sumut memberikan pernyataan melalui akun instagram.
Berikut keterangan dari akun instagram @poldasumaterautara ;
Menurut Informasi yang diperoleh, aksi tersebut terjadi sebagai protes warga lingkungan XX terhadap Pendeta Jan Fransman Saragih SThK yang telah mengadakan giat Ibadah Kebaktian di Gereja Bethel Indonesia (GBI).
Dikarenakan sebelumnya pada tanggal 6 Desember 2018 yang lalu telah menyepakati dan menyetujui keputusan bersama hasil rapat di Kantor Camat Medan Labuhan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Medan Labuhan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kementrian Agama Kota Medan yaitu untuk menghentikan kegiatan ibadah pada Lokasi tersebut.
Namun pernyataan kesepakatan tersebut belum ditanda-tangani oleh Pendeta Jan Fransman SThK.
Kapolsek Medan Labuhan Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH menjelaskan hasil kesepakatan ini sendiri bahwa kegiatan ibadah ditiadakan, terhitung mulai 1 Januari 2019 sesuai kesepakatan yang telah diperoleh sampai adanya izin resmi sesuai peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah / Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum kerukunan Umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
Kapolsek Medan Labuhan saat memberikan arahan kepada warga mengatakan “Saya mengucapkan terima kasih kepada warga yang sudah memberikan toleransi kepada mereka untuk beribadah.
Kedepannya saya minta tolong agar tidak ada yang mengarahkan tindakan-tindakan anarkis,” jelas Kapolsek.
Kapolsek menambahkan, sebagai orang Muslim haruslah menjunjung tinggi bagaimana Rasulullah berakhlak kharimah, bagaimana Rasulullah kepada saudaranya.
“Jadi tidak ada istilah, saya Islam dan dia Kristen semua adalah saudara,” lanjutnya sembari menyampaikan kalau memang nanti dari pihak Kecamatan berkenan untuk mengurus prosesnya dipersilahkan, kita berharap mudah-mudahan ada tempat yang lebih baik buat saudara kita dari umat Kristiani untuk melaksanakan ibadahnya dengan baik.
Kemudian, setelah Kapolsek Medan Labuhan Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH melakukan pendekatan, aksi protes warga usai sekira pukul 12.00 Wib serta kembali kerumahnya masing-masing dalam keadaan aman dan terkendali begitu juga dengan Jema’at Gereja Bethel
Kejadian ini viral di Instagram milik @eunikeyulia.
Dalam video yang diunggah pemilik akun menulis keterangan;
'Minggu tanggal 13 Januari 2019, ketika kami ingin memulai ibadah pagi, gereja kami diserang dan memaksa gereja untuk ditutup. Mereka memaksa masuk untuk mengacaukan ibadah kami.
Kami umat Kristiani di Gereja Bethel Indonesia jemaat Filadelfia di Jalan permai 4 blok 8 Griya Martubung no.31 Kelurahan Besar Kecamatan Medan labuhan Sumatera Utara, kami hanya beribadah sekali seminggu (atas permintaan warga setempat) dan sudah kami lakukan.
Dan disini kami tidak melakukan hal yang terlarang. Kami hanya beribadah tetapi mengapa pagi ini gereja kami diserang? Dimana keadilan di negeri ini? Dimana toleransi umat beragama? Tuhan beserta kami.
Kami sebagai umat Kristiani merasa terjepit dan terintimidasi untuk beribadah di negara kami sendiri. Kami mohon dengan sangat kepada Bapak presiden @jokowi untuk menindak tegas agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi di Bangsa ini.
Mohon kepada teman' untuk bantu share video ini. Tuhan memberkati
Video viral tersebut telah direspon 6,158 warganet.
Kapolsek Medan Labuhan Kompol Rosyid Hartanto, yang dikonfirmasi Tribun Medan melalui WhatsApp mengatakan, benar ada aksi protes warga yang mana berubahnya fungsi bangunan.
"Kami turun langsung ke lokasi dan memberikan pesan Kamtibmas agar warga jangan terpancing emosional sehingga tak melakukan tindakan anarkis. Bukan ditutup, tapi pendirian gereja tersebut tidak sesuai dengan aturan, yaitu belum ada izin," ujarnya.
Usai ditangani pihak kepolisian, informasi lain yang dihimpun warga akhirnya selesai dengan keputusan pihak Pendeta berjanji akan mentaati kesepakatan yang telah disepakati tersebut.
Aksi protes warga didominasi kalangan ibu-ibu ini mereda setelah ditandatanganinya Surat Peryataan dari Pendeta Jan Fransman Saragih yang dibubuhi materai dan diketahui oleh Camat Medan Labuhan Arrahman Pane, Kapolsek Medan Labuhan Kompol Rosyid Hartanto, Koramil 10/ML Kapten Inf. P.Purba, Kepala KUA Medan Labuhan M.Lukman Hakim serta disaksikan dari pengurus yang mendirikan rumah ibadah, perwakilan warga blok VIII Lk XX, Kepling XX dan Lurah Besar T Roby Chairi, SIP, MSi.
Pada video selanjutnya akun instagram @eunikeyulia mengunggah penjelasan dari pihak Gereja yang menyebutkan bahwa izin ubah fungsi rumah menjadi Gereja sudah diurus.
Walau demikian pihak Gereja juga sudah mengantongi Izin Penggembalaan dan Akte Jemaat.
"Perpindahan domisili gereja dari Jalan Jaring Raya blok 12 Griya Martubung ke Jalan Jala Permai 4 No 31 blok 8. Karena gedung gereja kami yang dulu belum milik sendiri (permanen) dan izin perpindahan domisili Gereja, kami sudah urus ke kantor BPD GEREJA BETHEL INDONESIA dan sudah disahkan," tulis akun @eunikeyulia.
Akun ini juga menuliskan sulitnya untuk memperoleh izin peruntukkan tempat ibadah padahal syarat tanda tangan 90 warga sudah dipenuhi oleh pihak Gereja.
"Surat panggilan dilayangkan kepada Pendeta kami bahwa kami harus mengumpulkan 90 tanda tangan warga yang setuju tentang berdirinya Gereja. Dan kami sudah melakukannya bahkan lengkap dengan nomor KTP, tanda tangan. Sementara warga yang melapor tidak mencantumkan nomor KTP bahkan dari ratusan warga yang tidak setuju, banyak ditemukan tanda tangan yang sama (7 orang dengan nama yang berbeda ditandatangani oleh 1 orang). Lalu kami semakin dipersulit bahwa kami harus membuat cap jempol masyarakat yang setuju, tidak boleh hanya tanda tangan," tulis akun tersebut.
Tanggapan Kepala Kantor Kemenag Medan
Teranyar, Kepala Kantor Kemenag Kota Medan, Al Ahyu mengatakan tidak ada penggerudukan apalagi penganiayaan. Aksi yang dilakukan sekelompok masyarakat Griya Martubung adalah bentuk protes terhadap keberadaan rumah tempat tinggal bukan gereja yang digunakan untuk kegiatan ibadah.
Protes tersebut dilakukan karena pihak jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung belum memiliki ijin pendirian rumah ibadah atau pemanfaatan bangunan gedung sebagai tempat ibadah, sesuai dengan diktum Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006.
"Informasi kami terima bahwa kekecewaan masyarakat, sehingga terjadi aksi ini karena jemaat GBI Filadelfia tidak mematuhi kesepakatan yang telah dicapai. Bahwa kegiatan ibadah tidak dilakukan sebelum ada izin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pendeta dan jemaat berjanji akan mengurus izin itu. Dalam pertemuaan beberapa waktu lalu diambil kesepakatan pihak jemaat diberi waktu hingga Desember 2018 selesai Natal untuk memperoleh izin," ujar Al Ahyu di Medan, Senin (14/1/2019).
Lanjut Al Ahyu, izin untuk mengalihfungsikan bangunan rumah tinggal menjadi tempat ibadah belum diperoleh pihak jemaat GBI Filadelfia tapi masih berlangsung kegiatan-kegiatan ibadah. Hal tersebut yang diprotes masyarakat.
"Intinya tidak ada penyerangan dan penggerudukan. Hanya ada aksi protes. Di situ tidak ada gereja. Di situ hanya ada rumah tempat tinggal yang digunakan untuk kegiatan ibadah. Sepanjang persyaratan dipenuhi itu tidak ada masalah. Itu rumah tempat tinggal tapi dialihkan sebagai tempat ibadah. Itu yang tidak boleh. Kalau mendirikan rumah ibadah harus ada prosedurnya. Ini berlaku bukan hanya untuk gereja tapi semua rumah ibadah," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Camat Medan Labuhan, Arrahmaan Pane. Beredarnya informasi di media sosial yang memuat adanya penggerudukan gereja itu tidak benar. Masyarakat hanya meminta komitmen dari pihak GBI jemaat Filadelfia Griya Martubung sesuai hasil rapat tanggal 6 Desember 2018 yang menyepakati bahwa rumah yang dimanfaatkan sebagai tempat ibadah tersebut diberikan kesempatan hingga Desember 2018 untuk menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru 2019.
"Perlu diluruskan di situ tidak ada gereja. Jadi yang berkembang di media sosial ini warga atau ormas menggeruduk gereja. Sementara yang hadir di situ masyarakat tidak ada ormas jadi ini banyak dipolitisir. Tidak ada gereja yang ada rumah dijadikan tempat ibadah," ungkap Arrahmaan.
Kemudian setelah terjadinya aksi protes itu kegiatan ibadah yang telah berlangsung selama dua bulan di rumah tersebut ditiadakan. Hal itu dilakukan usai salah satu perwakilan dari GBI Filadelfia Griya Martubung yakni pendeta Jans Fransman Saragih menandatangani surat perjanjian penghentian kegiatan di rumah yang dimaanfaatkan sebagai tempat ibadah sampai melengkapi dokumen sesuai dengan aturan berlaku.
"Sampai sekarang kondisinya tidak ada masalah. Kapolsek Medan Labuhan menyatakan untuk minggu depan diyakini tidak ada ibadah di rumah tersebut sampai menunggu diurus izinnya," ucap Arrahmaan.
Pendeta Jans Fransman Saragih menuturkan dalam kejadian yang menimpa jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung, Minggu (13/1/2019) pada saat sedang beribadah, tidak ada kekerasan fisik yang diterima. Namun mereka mendapat tekanan berupa kalimat-kalimat intimidasi.
"Tidak ada, tapi kalimat lebih dari perbuatan secara fisik. Begitu intimidasinya," ungkapnya.
Kini jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung akan beribadah di lokasi lain sembari menunggu terpenuhinya kelengkapan dokumen legal pemanfaatan bangunan gedung sebagai tempat ibadah.
"Untuk sementara dipindah tempat ibadah ke lokasi lain menurut perjanjian itu. Saya heran kenapa di tempat saya tinggal sudah 8 tahun tidak boleh ada kebebasan untuk beribadah. Padahal tidak ada mengganggu," pungkas Jans.