Terindikasi Kuat Sebagai Otak Pencemaran Danau Toba, Gubsu: Proses Hukum Aquafarm
TOBASA - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi telah menerima hasil investigasi dari Tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumut terkait kasus pembuangan limbah ikan mati ke perairan Danau Toba. Sebagaimana dalam hasil investigasi itu, PT Aqua Farm Nusantara terindikasi kuat sebagai otak pembuangann
limbah ikan mati dengan modus membagi-bagikan ikan kepada masyarakat yang baku mutunya di bawah standar.
Berdasarkan laporan investigasi itu pula, Gubernur Edy dengan nada keras menegaskan, PT Aquafarm Nusantara harus diproses secara hukum. “Sangat jelek itu. Kita sudah perintahkan itu untuk diusut,” katanya kepada wartawan di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Jumat (1/2).
Lalu apa upaya yang dilakukan Pemprovsu? Edy mengatakan, akan mengusutnya lewat jalur hukum. “Kita usut lewat hukum. Sudah nggak benar itu ya, sangat nggak benar. Kita itu, satu sampah saja sudah rebut. Apalagi itu, pencemaran ikan yang membusuk seperti itu,” katanya.
Ia juga tidak menepis jika PT Aquafarm Nusantara termasuk kategori perusahaan yang bandel. “Nanti hukum yang main, kita laporkan lewat hukum. Itu tak benar begitu. Tapi, namun demikian yang paling benar nanti, kan nanti dari penyelidikan, sidik gitu ya, kita arahkan ke arah hukum ya,” sebut Edy.
Sebelumnya, Kepala DLH Sumut Binsar Situmorang menjawab wartawan, Rabu (30/1) mengatakan, PT Aquafarm Nusantara diduga mengumpulkan ikan-ikan mati lalu dibagi-bagi kepada masyarakat sekitar. Sebagian masyarakat membuang ikan mati itu ke Danau Toba.
Pihaknya kata Binsar turut mempertanyakan mengapa ikan-ikan mati itu diberikan kepada masyarakat. Apakah itu dilakukan dengan segaja atau bukan, apakah perusahaan itu memberikan uang bagi masyarakat untuk membuang limbah ikan mati itu ke Danau Toba. “Kalau memang PT AN tidak memberikan uang kepada masyarakat, mengapa PT AN memberikan ikan-ikan mati itu ke masyarakat, apa modusnya ini. Makanya temuan itu terus kita kumpulkan dan kita telaah,” katanya seraya mengaku bahwa sudah menyampaikan hasil investigasi pihaknya ke Gubsu.
Cabut Izin Usaha KJA Aquafarm
Sebelumnya, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dalam siaran persnya pada Kamis (31/1) lalu, mendorong Kepala DLH Sumut untuk segera mencabut izin perusahaan PT Aquafarm Nusantara. Drs Maruap Siahaan MBA selaku ketua umum yayasan tersebut mengatakan, sejak 2015 lalu YPDT sudah mempublikasikan adanya bangkai ikan mati yang dibuang ke danau.
“Ketika itu (Juni 2015), YPDT merilis bangkai ikan PT Aquafarm Nusantara (PT AN) yang ditebar sembarangan di lokasi pinggir danau dan ada yang dikubur, sehingga bau busuk menyengat luar biasa di sekitar pemukiman masyarakat. Selain itu, limbah cair pembusukan mengalir langsung ke danau. Ikan mati diberikan ke masyarakat itu bukan cerita baru. YPDT sudah mengingatkan bahaya epidemi sejak 2015,” sebut Maruap Siahaan dan Jhohannes Marbun, Sekretaris Eksekutif YPDT.
Lebih lanjut dikatakan Maruap, temuan-temuan tersebut sudah dilaporkan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang saat itu masih dijabat Rizal Ramli, pada Oktober 2015 lalu. Saat itu Meko Kemaritiman berjanji untuk menutup perusahaan KJA dengan memberi tenggat waktu selambatnya Desember 2016. Namun hingga waktu yang ditentukan, janji menteri tersebut tidak terealisasi sampai kini dengan menteri yang menggantikannya. “Oleh sebab itu, pada 23 Januari 2017 secara resmi YPDT melaporkan dugaan pidana perusahaan KJA tersebut ke Polda Sumut dan Kepala DLH Sumut, serta melakukan beberapa langkah hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi,” sebut Maruap.
Dijelaskannya, penemuan limbah bangkai ikan menggunakan goni plastik dalam jumlah besar beberapa waktu lalu di Desa Sirungkungon, di area perusahaan PT AN adalah sebuah peristiwa yang sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Peristiwa tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya berdasarkan pengakuan masyarakat di sekitar beroperasinya KJA maupun mantan pekerja perusahaan tersebut.
“Ini merupakan fakta yang cukup untuk mencabut izin PT AN dan memproses perusahaan tersebut menurut hukum yang berlaku. Bukti sudah terang-benderang dan disaksikan langsung oleh kepala daerah, kepolisian, maupun komunitas dan masyarakat setempat,” terang Ketum YPDT tersebut.
“Oleh karena itu, Pemerintah harus segera bertindak sebelum permasalahan tersebut menimbulkan konflik sosial dan berdampak terhadap kesehatan masyarakat.” lanjutnya.
Selain temuan tersebut, ada juga pengakuan masyarakat setempat bahwa PT AN memberi ikan mati dan busuk selama bertahun-tahun kepada masyarakat. “Ini sudah dapat dikategorikan pelecehan kemanusiaan, terutama kepada masyarakat Kawasan Danau Toba sebagai stakeholder utama.” sebutnya.
Hal ini sangat menyakitkan dan negara harus bertindak demi harga diri, harkat dan martabat manusia, khususnya orang Batak dan rakyat Indonesia pada umumnya. Belum lagi perbuatan menenggelamkan limbah bangkai ikan mati ke Danau Toba secara masif. Publik menduga bahwa PT AN memiliki masalah pada AMDAL sebagai syarat utama bagi setiap perusahaan memperhatikan dan menjaga lingkungan hidup.
Melihat fakta dan bukti kasat mata atas perbuatan PT AN tersebut, hal ini jelas adalah perbuatan pidana dan Kepolisian juga harus bekerja secara profesional melindungi masyarakat dan bukan melindungi perusak lingkungan hidup