10 Jenis Ulos Menurut Ragi Atau Coraknya
Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Nasional pada 17 Oktober 2014 lalu, ulos sudah menjadi ikon fashion/mode.
Banyak perancang busana yang memakai/memadukan Ulos sebagai bahan utamanya. Belum lagi banyak peneliti yang meneliti soal Ulos kita ini.
Tapi tahu gak ternyata ulos itu punya banyak jenisnya menurut ragi/coraknya?
R.H.P. Sitompul dalam bukunya Ulos Batak: Tempo Dulu-Masa Kini menjelaskan, ada sepuluh tingkatan dalam ulos jika dilihat dari jumlah ragi-nya.
Berikut adalah 10 ulos tersebut:
1. Ulos Ragi Jugia
Yang pertama dan paling tinggi adalah Ulos Ragi Jugia. Nah ulos ini katanya hanya bisa dikerjakan oleh partonun yang sudah terampil serta punya pengalaman yang banyak dalam martonun.
Makanya jangan heran ulos inilah yang kualitas, kehalusan dan juga harganya paling mahal di antara ulos yang lain. Ulos ini juga disebut ulos homitan yang biasa disimpan di dalam Pamano-manoan.
Ulos ini biasanya diwariskan untuk sang cucu. Ulos ini memiliki tujuh ragi yang melambangkan : Hagabeon, Hamoraon, Hasangapon, Garis Parngoluon, Mempunyai Kharisma, Keturunan yang rukun, dan Memiliki ilmu yang tinggi.
2. Ulos Ragi Idup
Ulos ini melambangkan kehidupan, dimana seorang Bapak yang memakai ulos ini berarti dia lagi menikmati hidupnya sebagai bapak yang sudah memiliki cucu (pahompu) dan ingin hidup sampai lanjut usia.
”Idup dalam bahasa Batak berasal dari kata mangidup, mangalsik, menginginkan, menikmati. Ketika seorang Bapak memakai ulos Ragidup, dia sedang menikmati kehidupannya sebagai seorang Bapak yang sudah marpahompu/ bercucu dan menginginkan sampai dengan saur matua ” (Sitompul, 2009 : 22).
Ulos ini memiliki motif yang terlihat hidup dan merupakan ulos yang paling indah di antara semuanya. Ulos ini memang dibuat untuk pria yang dapat digunakan untuk pesta adat baik sukacita maupun dukacita.
3. Ulos Ragi Sibolang
Ulos ini memiliki dua unsur warna yakni putih dan hitam. Tapi ada Ragi Sibolang ini yang karena warna hitamnya lebih menonjol, maka terlihat seperti warna biru tua.
Tapi juga ada juga ada yang memiliki warna putih yang lebih menonjol. Ulos ini biasa diberikan waktu acara sukacita seperti pernikahan terutama kepada orang orangtua pengantin wanita.
”Semula disebut sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa untuk ‘mabulangbulangi’ (menghormati) orang tua pengantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai ‘ulos pansaniot’.” (Partinujan, 2006).
Ulos Sibolang yang warna hitamnya menonjol biasanya diberikan untuk acara dukacita sedangkan yang menonjol warna putihnya diberikan untuk acara sukacita.
Ulos ini memiliki tiga ragi yang menggambarkan hagabeon, hamoraon, hasangapon dalam acara sukacita dan tibu tarapul (pulih dari kepedihan), mengayomi anak, berdoa & bekerja keras demi hari depan dalam acara dukacita.
4. Ulos Ragi Hotang
Hotang berarti rotan. Ulos ini dipakai untuk mendoakan seseorang dan juga untuk acara adat seperti kematian dan pernikahan.
”Ulos ini digunakan untuk mengulosi seseorang dengan harapan agar Tuhan akan memberikan hasil yang baik, dan orang yang rajin berkerja.
Dalam upacara kematian, ulos ini dipakai untuk membungkus jenazah, sedangkan kepada upacara pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya. (Partinujan, 2006).
5. Ulos Sadum
Ulos ini sering dipakai untuk acara sukacita. Biasanya digunakan sebagai gendongan (Parompa) bagi keturunan raja. Ulos ini juga suka dipakai sebagai alas sirih di atas piring besar.
Karena keindahannya, ulos ini sering digunakan untuk kenang – kenangan bagi pejabat yang datang ke Bona Pasogit.
“Aturan pemakaian ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga di daerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula sebagai hiasan dinding.“ (Manal, 2011 : 10).
6. Ulos Runjat
Ulos ini sering dipakai sama orang kaya sebagai ulos edang-edang atau ulos yang dipakai kalau mau ke pesta. Ulos ini juga bisa diberikan kepada pengantin di acara pernikahan oleh keluarga dekat menurut versi tohonan Dalihan Na Tolu.
“Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu “mangupa-upa” dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha). Kelima jenis ulos ini adalah merupakan ulos homitan (simpanan) yang hanya kelihatan pada waktu tertentu saja.“ (Manal, 2011 : 10-11).
Ulos ini jarang dipakai karena biasanya hanya untuk pesta perkawinan. Karena itulah, ulos ini jarang dicuci, namun cukup dijemur aja. Ulos ini menurut cerita, biasanya dijemur ketika sedang bulan purnama.
7. Ulos Mangiring
Ulos Mangiring melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Biasanya ulos ini sering diberikan orang tua kepada pahompu-nya sebagai parompa (gendongan).
Diharapkan dengan pemberian ulos ini kepada cucunya, akan lahir pula adik-adik dari cucunya.
“Ulos ini juga dapat dipakai sebagai pakaian sehari-hari dalam bentuk tali-tali (detar) untuk kaum laki-laki. Bagi kaum wanita juga dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara “mampe goar” ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang, diberikan pihak hula-hula kepada menantu “ (Manal, 2011 : 13-14).
8. Ulos Bintang Maratur
Ulos Bintang Maratur memiliki corak bintang yang teratur. Ulos yang biasa diberikan kepada anak pertam ini menggambarkan kepatuhan, keselarasan.
“Ragi/corak Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang beraturan, menggambarkan orang yang patuh, tekun, setia dan se-ia sekata atau ikatan kekeluargaan. Dalam kehidupan sehari-hari, mula-mula memberikan sehari-hari, mula mula memberikan ulos ini sebagai Ulos Mula Gabe kepada borunya yang melahirkan anaknya yang pertama yang menunjukkan kasih saying orang tua kepada borunya.“(Manal, 2011 : 2).
Ulos ini biasanya dipakai juga sebagai pengikat kepala dan sebagai tali-tali / saong. Ulos ini memang hampir memiliki fungsi yang sama dengan Ulos Mangiring.
9. Ulos Suri-suri Ganjang
Ulos Suri-suri Ganjang adalah ulos yang sering dipakai sebagai pengikat kepala (hande-hande) oleh kaum lelaki. Arti dari Suri-suri Ganjang berarti sisir yang memanjang.
“Pada waktu margondang (memukul gendang) ulos ini dipakai hula-hula menyambut pihak anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai “ulos tondi” kepada pengantin. Ulos ini sering juga dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe “ (Manal, 2011 : 12-13).
Ulos ini memiliki keunikan, dimana ukuran ulos ini biasanya berbeda dengan ukuran ulos yang lainnya. Ketika digunakan sebagai pengikat kepala ( hande-hande ) perlu dua kali lilitan untuk menggunakan ulos ini sehingga si pemakai akan terlihat memakai dua ulos.
10. Ulos Sitolutuho
Ulos ini sering dipakai sebagai ikat kepala untuk wanita. Tidak ada makna khusus dalam ulos ini selain digunakan sebagai ikat kepala wanita dan gendongan untuk anak.
“Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh “(Manal, 2011 : 15).
Ulos ini disebut sitoluhondo karena ragi atau coraknya bejejer tiga yang melambangkan Tuho atau Tugal, yakni alat yang biasa digunakan untuk melubangi tanah atau menanam benih.