Benarkah Pariban Adalah Opsi Terakhir Jodoh Pendamping Hidup?
Tak sedikit pasangan muda Batak Toba akhirnya memilih untuk menikah dengan Pariban sendiri. Tapi benarkah Pariban adalah pilihan terakhir jika jodoh sudah mentok atau disaat tidak kunjung ketemu pasangan yang cocok?
Filosofi Marpariban
Pada hakikatnya secara sistem kekerabatan Batak Toba, Pariban adalah saudara sepupu, kerabat anak gadis (boru) dari pihak paman atau sering disebut tulang (pihak hula-hula/saudara laki-laki dari ibu), atau secara sebaliknya kerabat anak laki-laki dari bibi (pihak parboru/saudara perempuan dari ayah).
Dasar perjodohan na marpariban bertujuan untuk tetap mempererat tali persaudaraan dengan keluarga wanita (boru) jika sudah dibawa menikah oleh seorang pria. Karena konsep pernikahan dalam adat Batak wanita yang menikah akan mengikuti sang pria, disahkan dengan tanda kesepakatan mas kawin atau Sinamot.
Atas dasar sistem adat ini maka pihak yang bersaudara ingin agar pertalian darah tetap terjaga dengan menjodohkan anak-anak mereka, uniknya pernikahan marpariban hanya berlaku antara anak gadis saudara laki-laki (Tulang) dengan anak laki-laki dari saudara perempuan (Namboru). Jadi sistem ini tidak berlaku sebaliknya antara anak lelaki dari Tulang dengan anak gadis dari Namboru karena dianggap mariboto (bersaudara).
Wajib Menikah Pariban
Menikah dengan Pariban adalah sebuah keharusan dalam adat Batak Toba. Jadi bagaimana jika menikah dengan wanita dari keluarga lain?
Solusinya calon mempelai wanita akan diangkat menjadi keluarga pihak Hula-Hula/Tulang terlebih dahulu. Sebagai simbolis mempelai wanita diangkat sah jadi keluarga Tulang, mas kawin (Sinamot) akan dibagikan oleh keluarga mempelai wanita (Parboru) ditambah juga sejumlah uang oleh pihak mempelai pria kepada keluarga Hula-Hula/Tulang sang pria dalam adat Tintin Marangkup.
Untuk pria yang menikah, secara otomatis bahwa pihak mertua sendiri menjadi Tulang dan Hula-Hula.
Pariban di Era Modern
Di era millenial sekarang sistem Pariban menjadi memiliki peranan sentral dan kritikal.
Orang-orang Batak semakin gencar dalam mengali dan menerapkan kembali tatanan adat-adat Batak ke marwah aslinya. Banyak orangtua yang ini tetap menjaga kekerabatan di era modern ini sudah menata hubungan marpariban anak-anak mereka sejak awal, dengan harapan kelak tumbuh ikatan emosional antara pariban sehingga lebih mempermudah mereka dijenjang pernikahan nantinya.
Tapi tak jarang pula beberapa kasus yang menjadikan pariban ibarat pernikahan Sitinurbaya, seolah-olah menjadi keharusan untuk menikah dengan pariban-nya menilik situasi para kawula muda yang semakin susah mencari pasangan hidup.
Disisi ini para millenials menganggap bahwa perjodohan marpariban merupakan praktek kawin paksa yang sudah kuno. Padahal tidak sepenuhnya.
Intinya sih, mau siapapun pasangan kamu kelak, yang pasti dia adalah pariban-mu dalam adat Batak. Jadi tidak ada peraturan dan keharusan baku kamu harus menikah dengan anak Tulang/Namboru kandung. Ingat bahwa adat Batak selalu fleksibel tanpa paksaan, karena adat istiadat Batak adalah nilai-nilai dan norma yang lahir dari kearifan lokal masyarakat Batak.
So, keep in love. (Ondo Alfry Simanjuntak)