Bupati Karo Belum Dapat Dimakzulkan Surat Rekomendasi dari Gatot Belum Juga Diterima Kemendagri
Proses pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti, hingga Rabu (19/3) masih terus terganjal. Pasalnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku belum dapat memroses pemberhentian yang bersangkutan ke tahap berikutnya, karena belum menerima surat rekomendasi dari Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjonugroho.
Padahal pada 13 Februari 2014 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan mengabulkan permohonan pimpinan DPRD Karo, untuk memberhentikan Karo Jambi.
Informasi tersebut diperoleh setelah POSMETRO MEDAN menghubungi Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan. “Sampai saat ini kita belum menerima surat rekomendasi dari Gubernur Sumatera Utara. Karena surat dari gubernur belum kita terima, jadi belum bisa kita tindaklanjuti,” katanya di Jakarta.
Saat kembali coba dikonfirmasi terkait informasi yang beredar bahwa pimpinan DPRD telah mengantarkan langsung surat rekomendasi ke Kemendagri, pria yang akrab disapa Prof Djo tersebut kembali mengulang pernyataan senada.
Namun begitu ia membenarkan kalau surat rekomendasi dari DPRD Kabupaten Karo ke Gubernur Sumut, memang sudah ada. Hanya saja karena surat rekomendasi dari Gatot belum diterima Kemendagri, pihaknya belum dapat melakukan langkah lebih lanjut.
“Prosesnya itu kan setelah dari MA ke DPRD. Nah dari DPRD ke Gubernur, dan baru dari Gubernur ke Kemendagri untuk kita pelajari sebelum diteruskan ke Presiden. Kita hanya memeriksa kelengkapan berkas-berkas yang dibutuhkan. Yang memutuskan tetap menjadi kewenangan Presiden,” katanya.
Menurut Prof Djo, jika surat rekomendasi dari Gubernur Sumut telah diterima, maka Kemendagri setidaknya membutuhkan waktu selama seminggu untuk memelajari seluruh berkas yang ada. Mulai dari prosedur hingga substansi pengajuan pemakzulan.
“Kalau kita anggap semua persyaratan sudah terpenuhi, Kemendagri akan segera mengusulkannya ke Presiden untuk diterbitkan surat Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberhentian Bupati Karo,” katanya.
Prof Djo memerkirakan, proses penerbitan Keppres kemungkinan akan memakan waktu selama sepuluh hari, setelah Kemendagri meneruskannya ke Presiden. Namun batasan waktu masih perkiraan sementara, karena menurut Prof Djo, hal tersebut merupakan keputusan mutlak Presiden.
Sebagaimana diketahui, MA dalam putusan tertanggal 13 Februari 2014, menyatakan mengabulkan permohonan pimpinan DPRD Karo untuk memberhentikan Bupati Karo. Putusan diambil oleh Majelis Hakim MA yang terdiri dari Irfan Fachruddin, Yulius, dan Imam Soebechi, setelah melihat fakta dan bukti-bukti hukum yang ada.
Ada beberapa poin mengapa pimpinan DPRD Kabupaten Karo mengusulkan pemakzulan ke MA. Antara lain, Karo Jambi dinilai ikut serta dalam kepengurusan Yayasan Karo Jambi. Hal ini disebut diduga melanggar pasal 28 butir b Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.
Kemudian berkaitan dengan pengangkatan, penempatan dan pemindahan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di jajaran Pemkab Karo, Karo Jambi diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010, junto Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000.
Selain itu Bupati Karo juga dituding membuat kesepakatan dengan pihak ketiga yang membebani rakyat tanpa persetujuan DPRD Karo. Pimpinan DPRD menilai perbuatan tersebut melanggar Pasal 28 huruf a UU No 32 tahun 2004.
>> Gerindra Desak Mendagri Angkat Terkelin
Sementara itu, Partai Gerindra mendesak Mendagri Gamawan Fauzi segera mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan Terkelin Brahmana sebagai pelaksana tugas (plt) Bupati Karo.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan, pengangkatan Terkelin secepatnya dianggap penting lantaran secara de facto Kena Ukur Karo Jambi Surbakti sudah dicopot dari jabatannya lewat paripurna DPRD Karo, 13 Maret 2014.
“Saya akan segera menelepon mendagri agar segera mengeluarkan SK pengangkatan wakil bupati Karo sebagai Plt bupati,” ujar Martin Hutabarat, yang juga anggota DPR RI itu, kepada POSMETRO MEDAN, kemarin (19/3).
Bukankah harus menunggu Kepres pengesahan pencopotan Kena Ukur? Politikus vokal di Komisi Hukum DPR itu mengatakan, Kepres sifatnya hanya administrasi saja. Sementara, secara politis, Kena Ukur sudah tidak punya legitimasi lagi untuk memimpin Karo.
Jika Terkelin tidak segera diangkat menjadi Plt Bupati Karo, lanjutnya, hal ini berarti terjadi kevakuman kursi bupati yang dampaknya sangat mengganggu roda pemerintahan di Karo dan pelayanan masyarakat secara luas. “Kelanjutan penanganan pengungsi korban Sinabung, seperti rencana relokasi, itu harus tetap jalan. Kalau tidak segera ada pimpinan, program seperti itu akan tersendat,” ujarnya.
Sementara, terkait pengisian jabatan wakil bupati jika nantinya Terkelin resmi menjadi bupati definitif, Martin mengatakan, Gerindra sebagai salah satu partai pengusung pasangan Kena Ukur-Terkelin saat pilkada, agar segera membahasnya dengan partai pengusung lainnya.
“Gerindra akan memprakarsai untuk mengundang partai-partai pengusung, bicara dari hati ke hati, mencari siapa yang akan dicalonkan menjadi wakil bupati,” kata dia.
Dikatakan, gerak cepat partai pengusung sangat penting agar kevakuman kursi wakil bupati nantinya tidak berlangsung lama. “Berdasar pengalaman kasus Kota Surabaya dan Provinsi Babel, maka tak boleh berlama-lama. Nantinya harus cepat diisi kekosongan itu (kursi wakil bupati, red),” ujar Martin, mantan politisi Partai Golkar itu.
Terkait figur calon wabup yang akan disodorkan di depan paripurna DPRD, Martin menyebut tiga kriteria. Pertama, sosok yang bersih. Kedua, punya kemampuan membangun Karo. Ketiga, orang yang paham bidang pertanian. “Karena Karo itu daerah holtikultura terbesar di Sumut,” pungkasnya.
>>Karo Jambi: Paripurna Cacat Hukum
Bupati Karo, Dr (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti akhirnya angkat bicara seputar pemakzulan dirinya sebagai bupati. Menurutnya, keputusan paripurna DPRD Karo pada Jumat (13/3) lalu cacat hukum.
”Saya nyatakan bahwa hasil rapat paripurna itu cacat hukum. Coba rekan-rekan wartawan tanyakan kepada pakar-pakar hukum tata negara. Kalau kepada saya, semua pakar hukum menyatakan keputusan itu cacat hukum,” tambahnya lagi, tanpa merinci cacat hukum dimaksud.
Hanya saja, kata Kena Ukur, untuk mengetahui cacat hukum atau tidaknya putusan paripurna tersebut, sebaiknya dilakukan uji materi.
“Yang sangat patut dipertanyakan adalah, apakah mereka-mereka itu masih layak sebagai wakil rakyat. Kalau seperti itu tingkah wakil rakyat Karo, maka korbannya adalah rakyat Karo itu sendiri,” nilainya.
Ditambahkannya, jika keputusan politik dibawa ke dalam ranah pemerintahan maka rakyat menjadi sengsara, walaupun negara ini dibangun oleh sebuah kekuatan politik. Karenanya, ranah politik di dalam partai jangan disangkutpautkan dengan pemerintahan.
Dasar itu pula, Karo Jambi menegaskan dirinya masih Bupati Karo. Roda pemerintahan juga berjalan seperti biasanya di bawah kepemimpinannya. Untuk pelayanan publik juga tidak ada permasalahan. “Kalaupun ada keputusan rapat paripurna dewan, itu merupakan pernyataan politis saja,” imbuhnya.
Terkait keterlambatan jawaban yang dikirim ke Mendagri dan ditembuskan ke MA, Karo Jambi menegaskan kalau itu terjadi karena dirinya lebih mengutamakan kepentingan rakyat, yang secara bersamaan tertimpa bencana Sinabung.
”Rakyat Karo sedang gelisah akibat bencana erupsi Sinabung, maka saya lebih mendahulukan kepentingan penanganan pasca tanggap darurat. Bahkan saat itu saya mendahulukan kepentingan pengungsi daripada kepentingan pribadi saya,” terangnya.