Sisingamangaraja XII dan Nommensen : Dua Pahlawan Batak yang Saling Bertolak Belakang
Sisingamangaraja XII dan Nommensen berjuang dan bertentangan dan berlawanan satu sama lain adalah demi Bangsa Batak (dimana saat ini telah melebur menjadi Bangsa Indonesia).
Apa yang dilakukan oleh Sisingamangaraja XII bukan untuk menolak kabar baik atau pembaharuan yang mengarah pada kemajuan. Yang di pahami dari sisi manusia Sisingamangaraja XII adalah adanya ancaman akan eksistensi dan masa depan Bangsa Batak, tidak layak kita menyalahkan pandangannya karena semua manusia mempunyai pandangan berbeda, dan semua manusia punya rencana dan cita –cita, terlebih itu terjadi bukan untuk kepentingannya semata.
Nommensen berjuang untuk keyakinan yang adalah permintaan dari nenek moyang kita yang tidak sudi menghamba pada Aceh yang dalam Mitologi Batak di sebut masih bersaudara dengan Raja Batak yang merupakan perpanjangan tangan kesultanan Ottoman Turki saat itu.
Baca juga Menelusuri Jejak Nommensen Ompu Panurirang Di Tanah Batak
Kekerasan yang dilakukan Belanda dalam membantu Nommensen, termasuk perang, pembakaran, atau tindakan lainnya adalah bahagian suatu prosess yang sudah terjadi dan mungkin harus terjadi untuk memenuhi takdir bangsa ini.
Dan cukup bijak Nenek Moyang kita tidak mewariskan cerita-cerita tentang itu sehingga kita tidak tahu dan terkejut dengan penemuan Uli Kozok. Dalam hal ini nenek moyang kita sudah menerima takdir ini dan mengetahui kebaikan untuk menutupinya.
Bukankah Guru Somaliang juga melukiskan bagaimana Bangsa ini, menunggu-nunggu kedatangan Raja Rum untuk membebaskan bangsa ini? Sehingga dia sampai terperdaya oleh keyakinannya sendiri saat menerima Emilio Mogdigliani seorang ahli Botania asal Italia yang ntah secara kebetulan atau memang takdir mengaku berasal dari Roma, sehingga disambut oleh para pahlawan sebagai utusan Raja Rum (Sitor Sitomorang: Guru Somalaing dan Modigliani “Utusan Raja Rom”: sekelumit sejarah lahirnya gerakan Ratu Adil di Toba).
Baca juga Sisingamangaraja XII dan Nommensen : Diantara Harga Diri Dan Takdir Bangsa Batak Bagian 3
Nah kisah peperangan dan pedang telah menghiasi Tanah Batak dalam merubah sebuah keyakinan secara fundamentalis dan revolusioner.
Bagaimana Pedang Paderi telah membantu meng-“Islam”kan Mandailing (Mangaradja Onggang Parlindungan, Akhmad Fikri AF: Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao: terror agama Islam mazhab Hambali di Tanah Batak), bagaimana bedil Belanda telah membantu merubah Toba memeluk Kristen, dan bagaiman ancaman Komunis Suharto telah memenuhi Gereja dan Mesjid dengan penduduk di Tanah Karo, adalah bukti dan tanda bahwa kita adalah orang-orang yang setia pada keyakinan dan orang yang sangat sulit untuk untuk berubah haluan.
Dan perlawanan Sisingamangaraja XII yang panjang dan diteruskan oleh pengikutnya telah membuat kita tidak lupa akan akar budaya dan peradaban yang telah membuat Batak bertahan dan bisa berbangga hati hari ini.
Baca juga Ingwer Ludwig Nommensen, Missionaris Batak Pencerah
Bedil Belanda yang membantu Nommensen dan Perjuangan Sisingamangaraja XII telah membawa kita sebagai masyarakat yang siap dan bisa berkompetisi dalam persaingan Global.
Sisingamangaraja XII dan Nommensen adalah Pahlawan kita untuk mencapai takdir yang baik yang telah disiapkan untuk kita, takdir dan perjalanan yang ditempuh untuk kebesaran “Bangso” Batak.
Catatan: Tulisan ini Murni tidak ingin menyinggung Agama Lain, maaf atas ketidaknyamanannya.