Sisingamangaraja XII dan Nommensen : Dua Kutup Magnet yang Berlawanan Bagian 2
Sampai hari ini banyak sekali orang yang menurut Prof. Uli Kozok mencoba mendamaikan Sisingamangarja XII dan Nommensen.
Sisingamangaraja adalah Pandeta Raja (Highest Priest) menurut pihak luar, yang secara geneologis adalah bermarga Sinambela, yang membawahi beberapa Parbaringin (Para Pendeta Batak), dimana Parbaringin membawahi Beberapa Bius (Yang di Pimpim oleh Raja Bius yang merupakan Pemilik Ulayat dan Turun Temurun), Dan Bius adalah gabungan beberapa Huta sebagai Unit terkecil. Dan Huta adalah Kampung yang berbenteng. Begitulah Struktur Pemerintahan Masyarakat Batak Toba menurut Sitor Situmorang (Toba Na Sae).
Sebagai Pandeta Raja tentunya Sisingamangaraja adalah pemimpin tertinggi dan sering mengakui diri sebagai Raja Batak. Meski posisi Imam tertingilah dipercaya sebagai jabatannya di kelompok Sumba (Keturunan Raja Isumbaon Putra Kedua Si Raja Batak).
Baca juga Sisingamangaraja XII dan Nommensen: Dua Pahlawan Batak yang Saling Bertolak Belakang
Sementara meski tidak mengambil posisi Rivalitas dalam kelompok Lontung juga Punya Imam Tertinggi (Highest Priest) Bernaman Ompu Palti Raja yang secara geneologis adalah bermarga Sinaga Bonor Pande hal ini tercatat dalam sebuah dokumen Majalah berbahasa Belanda berjudul Koninklijk Nederlands Aardrijkskundig Genootschap, halaman 423, terbit tahun 1896, begitu jugalah yang dicatat Sitor Situmorang dan sejarah rivalitas dari Sisingamangaraja I dengan Ompu Palti Raja I sampai dengan Sisingamangara XII dengan Ompu Palti Raja XII.
Sedangkan Nommensen adalah Seorang Misionaris Kristen yang ingin membawa Kabar Baik untuk masyarakat Batak.
Dalam hal misi dan kepentingan yang diemban tentu banyak pertentangan tajam antara Agama Asli Batak dengan Agama Kristen, keduanya sering berhadap-hadapan hingga hari ini, sehingga ada beberapa Pengikut Kristen yang katakanlah “keras”, sangat menentang bukan hanya adat Batak tetapi pemakaian Ulos/Hiou/Uis Gara yang merupakah pakaian Nenek Moyang Batak juga dianggap sebagai bagian dari penyembahan berhala.
Sisingamangara dalam agama Batak dulu dan pengikut parmalim Sekarang dianggap sebagai Dewaraja. Dia diagungkan sebagai Dewa sehingga itulah ada lagu-lagu dalam agama Parmalim yang memuji-muji dan memuliakan Sisingamangaraja.
Baca juga Menelusuri Jejak Nommensen Ompu Panurirang Di Tanah Batak
Pemujaan Sisingamangara tentu sangat bertentangan dengan keimanan seorang Kristen, karena hanya Allah saja yang Patut di sembah begitulah doktrin dalam Agama Kristen.
Jadi dari segi logika apapun pada saat dulu Sisingamangara sebagai Dewaraja atau pihak luar menyebut Pandeta Raja (Highest Priest) dan nommensen yang Misi Zendingnya tentu akan akan berhadapan.
Kesuksesan Misi Zending nommensen adalah akhir kejayaan dari agama Parmalim, Kesuksesan Misi Zending nommensen adalah akhir dari kekuasaan Sisingamangaraja dan bisa lebih parah lagi anggapan waktu itu yakni Kesuksesan dari Misi Zending nommensen adalah akhir dari Bangsa Batak.
Masihkan mungkin nommensen berdamai dengan Sisingamangara XII?
Baca juga Sisingamangaraja XII dan Nommensen: Diantara Harga Diri Dan Takdir Bangsa Batak Bagian 3