Sebutan Sipelebegu Warisan Doktrinisasi Penjajah Deskritkan Penganut Agama Kuno Batak
Ugamo Sipelebegu adalah agama asal suku Batak sebelum kedatangan Islam & Kristen ke tanah Batak. Malah di katakan bahwa agama ini adalah perintis agama Parmalim yang telah di asaskan oleh Sisingamangaraja XII dengan pelopornya Guru Somalaing.
Banyak yang menganggapnya bukanlah agama melainkan hanya sekedar tradisi karna sistem kepercayaan ini sudah melekat dengan kehidupan masyarakat Karo sejak lama. Karena di sebut sebagai agama tradisi, para pemeluk agama tradisi ini masih menjalankan segala ritual yang ada dalam ajaran agama suku itu.
Tidak hanya para pemeluk saja yang menjalankan ritual tersebut, tetapi orang Karo yang telah memeluk agama lain seperti agama Kristen / Islam juga turut menjalankan beberapa ritual yang di anggap sebagai bagian dari adat ini.
Sipelebegu, Pelebegu / Hasipelebeguan berasal dari kata pele / memberikan sesaji & begu / roh. Di tanah Karo, agama ini di sebut Perbegu. Sebutan Perbegu di berikan penjajah melalui gereja pada orang yang di anggap tidak percaya pada Tuhan YME.
Padahal, Perbegu itu di maknai sebagai penyembah setan. Banyak yang tidak setuju dengan penamaan Perbegu yang di berikan penjajah. Masyarakat Karo sendiri pada awalnya tidak memberi nama apapun terhadap kepercayaannya itu.
Orang Karo meyakini bahwa alam semesta di isi oleh sekumpulan tendi. Hal ini sesuai dengan keyakinan orang Karo yang sangat dekat dengan suatu bentuk kepercayaan / keyakinan terhadap kehidupan jiwa yang keberadaannya di bayangkan sama dengan roh gaib.
Mereka percaya pada kekuatan alam, oknum dan jin yang masing - masing memiliki kekuatan tersendiri. Ada pengisi alam yang unik, dimana sebagian orang menganggap kekuatannya melebihi kekuatan manusia, di mana ia harus di sembah & di ambil hatinya.
Selain itu, kejadian alam seperti banjir, gempa, penyakit dsb yang sangat membahayakan adalah perbuatan oknum tertentu yang mempunyai kekuatan. Si oknum tersebut, menurut pemeluk kepercayaan Sipelebegu, mau datang ke rumah & mempunyai tubuh serta dapat berpindah.
Ia juga berbentuk tendi tapi tidak kelihatan & mempunyai sahala. Sehingga menurut penganut agama ini, si oknum yang memiliki kekuatan tadi harus di sembah agar terhindar dari bahaya.
Oleh karna itu, mereka memberikan sesaji pada roh baik berupa makanan, minuman / sesuatu benda ke makam, pohon besar, tempat yang di yakini keramat & angker. Mereka juga mempercayai kekuatan datu yang memiliki kemampuan yakni meramal melalui melihat hari.
Cerita tentang tata cara penyembahan & asal mula pengetahuan ahli mimpi serta dukun di peroleh dari suatu pokok kayu besar, seperti yang di uraikan para guru mereka secara turun - temurun,
Telah di ceritakan & menjadi bahan pengetahuan generasi berikutnya serta telah menjadi cerita rakyat tentang latar belakang terjadinya pengetahuan pada para dukun itu. Di mana cerita yang di maksud akan teringat bila ada orang yang di rasuk begu - beguan.
Pada abad 1 Masehi, terjadi migrasi orang India Selatan ke Indonesia, termasuk ke Sumatra. Yang pertama adalah migrasi penganut agama Hindu & gelombang kedua adalah yang memperkenalkan agama Budha. Mereka mengajarkan aksara sansekerta & pallawa serta agama Hindu - Buddha.
Pengaruh mereka masih tampak dalam kepercayaan Karo. Maka tidak heran bila sistem kepercayaan & sistem masyarakat di pengaruhi oleh ke - 2 agama tersebut.Pada tahun '46, masyarakat Karo melalui ketua adatnya memberikan nama agama Pemena kepada sistem kepercayaan itu .
Agama ini di anut oleh masyarakat Mandailing, Angkola, Karo & Pakpak sebelum Islam di sebarkan ke seluruh Sumatera Utara. Kepercayaan inilah yang di anut oleh orangtua yang mendiami daerah terisolir di Sumatra Utara dahulu kala.