Cari

Pemeluk Parmalim Ini Disuruh Belajar Agama Kristen di Sekolah

Posted 07-07-2017 15:25  » Team Tobatabo
Foto Caption: Masyarakat umat Parmalim (Suku Batak) mengikuti ritual Sipahalima di Medan, Rabu (5/7). Parmalim merupakan suatu aliran kepercayaan suku Batak yang berasal dari keturunan Sisingamangaraja XII yang digelar untuk memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Debata Mulajadi Na bolon atau Sang Pencipta atas berkah yang diberikan selama setahun.

Meski merupakan asli kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari suku batak, sikap diskriminasi kepada penganut ajaran kepercayaan Ugamo Parmalim sering terjadi di Sumatera Utara, salah satunya adalah dari dunia pendidikan. 

Sekolah-sekolah di Sumatera Utara baik tingkatan dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) anak-anak umat parmalin disuruh belajar agama Kristen. 

"Di sekolah kami belajar agama kristen," ujar Sondang, siswa SD kelas VI di Kota Medan.

Sondang mengutarakan bahwa setiap minggu mereka diberikan pelajaran agama kristen tersebut, meskipun para guru-guru tahu dirinya adalah umat Parmalim. 

"Tahu bang saya orang Parmalim. Tapi biar ada pelajaran agama. Yah saya belajar itulah disuruh," katanya.

Holden Sidabutar, penganut Ugamo Parmalim yang memiliki anak delapan orang menceritakan bahwa anak-anaknya juga mengalami seperti hal yang dialami oleh Sondang. 

"Iya anak-anak kami memang begitu. Diberikan pelajaran agama Kristen, tapi mau gimana kami buat. Pemerintah tidak ada memberi tempat untuk kami. Tidak ada guru buat anak-anak kami," ujarnya.

Ia mengutarakan mereka selalu berusaha meminta supaya sekolah-sekolah yang ada siswa dari umat Parmalim tidak diberikan pelajaran agama kristen.

"Selalu kita minta supaya jangan begitu. Kami minta kami yang memberi nilai agama. Tapi ada yang menolak. Terakhir nilai agama di kosongkan," ujarnya.

Kata Hotden, adanya diskriminasi atas keberadaan umat Ugamo Parmalin kerap mendapat diskriminasi saat melakukan pengurusan administrasi kependudukan.

"Saat mengurus KTP, kartu keluarga. Mengurus yang lain-lainlah. Sering kali harus bertekak dulu bari dilayani karena kami penganut Ugamo Parmalim," sebutnya.

Ia menuturkan bahwa yang paling sering mendiskriminasi mereka bukanlah para pejabat tinggi di suatu intansi, melainkan para staf-staf yang bekerja di instansi tersebut.

"Petinggi-petingginya mengerti. Mereka paham sama kami. Cuma orang-orang di bawah ini (staf) yang mempersulit kami selalu," ujarnya.

Dikutip dari Tribun Medan