Wisatawan Muslim Lewat Silangit Meningkat, Sertifikasi Halal di Danau Toba Mendesak
MEDAN - Keterisian penumpang penerbangan Malindo Air dan Air Asia dari Malaysia ke Bandara Internasional Silangit punya perkembangan signifikan. Hal itu membuat seluruh pelaku pariwisata di Danau Toba harus bisa mempersiapkan sambutan yang sangat cocok untuk wisatawan dari negeri jiran tersebut.
Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Pariwisata Regional I Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Lokot Ahmad Enda mengaku dirinya mendapatkan laporan dari pihak maskapai di Silangit bahwa setiap hari Jumat wisatawan Malaysia datang dengan jumlah di atas ratusan. Selain hari Jumat itu, rata-rata setiap hari ada 90 wisatawan. Itu artinya pasar ini bertumbuh bagus.
Lokot dalam keterangan tertulisnya yang diterima medanbisnisdaily.com, Selasa malam (27/11/2018), mengatakan, semua pelaku pariwisata di Danau Toba harus siap menyambut wisatawan tidak terkecuali bidang kuliner dan restoran. Karenanya, sertifikasi halal mendesak dipenuhi.
"Kita harus mulai mempersiapkan sertifikasi halal di setiap restoran. Karena pertanyaan orang Malaysia yang mayoritas muslim menanyakan hal tersebut. Restoran ini halal tidak, mana tulisan halalnya," kata Lokot, didampingi Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Area I Wijonarko.
Hal tersebut diungkapkan Lokot saat acara Workshop Penyusunan Paket Wisata Wonderful Huta Toba, di Hotel Martin Anugrah, Danau Toba, beberapa waktu lalu.
Kendati dipastikan restoran itu halal dan dijamin kebersihannya, namun legitimasi sertifikasi halal juga sangat dibutuhkan wisatawan untuk bisa menikmati hidangan di restoran tersebut.
"Makanan halal itu bukan hanya soal agama, tapi juga sudah menjadi gaya hidup di dunia ini. Jadi, sudah saatnya para pengusaha restaurant di Danau Toba memikirkan hal ini," kata Lokot yang juga diamini Kasubid Pengembangan Destinasi Area I B Andhy Marpaung.
Lokot membeberkan, potensi Wisata Halal dinilai memiliki potensi untuk berkembang mengingat banyaknya umat muslim di Malaysia. Selain itu sektor ini pun dianggap menjadi kunci penguatan ekonomi Indonesia.
"Di sisi lain, wisata halal juga menghadapi berbagai tantangan. Terutama dari sisi budaya, demografi, tujuan maupun alokasi biaya yang dikeluarkan untuk berwisata," ungkap Lokot.
Sertifikasi halal yang menjadi bagian dari wisata halal itu tidak dapat berdiri sendiri, namun menjadi bagian dari keseluruhan industri halal yang mencakup sektor finansial dan pembiayaan.
Lokot menjelaskan, ekonomi Islam Malaysia bahkan dunia yang prospektif untuk dikembangkan, seperti makanan halal, busana Islami, pariwisata halal, kosmetika halal dan halal obat-obatan.
"Destinasi Danau Toba secara pararel harus mempersiapkan ini. Karena indahnya Danau Toba tidak dimiliki negara-negara timur tengah yang mayoritas muslim. Kita bisa memulainya dari wisatawan Malaysia ini," katanya.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenpar, Dadang Rizki Ratman membenarkan wisatawan Muslim memerlukan kepastian makanan halal melalui label halal. Menurut Dadang, berdasarkan data dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), makanan dan belanja memiliki kontribusi yang terbesar bagi pariwisata. "Karena itu perlu kesadaran pelaku usaha pariwisata untuk memiliki sertifikat halal," kata Dadang.
Menurut data Bekraf, 41,69% pemasukan di sektor pariwisata adalah untuk kuliner dan 33,85% untuk busana dan kriya (hastakarya).
"Potensi pariwisata luar biasa. Pariwisata menempati posisi kedua dalam sektor unggulan pembangunan 2018," jelasnya.
Dadang mengatakan, sumbangan pariwisata terhadap pendapatan domestik bruto terbesar kedua setelah kelapa sawit dan sudah melampaui sektor minyak dan gas.
"Saatnya kita bergandengan tangan untuk pariwisata Indonesia, karena pariwisata menjadi sektor utama negara. Kata kunci pariwisata adalah penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah, murah dan cepat," tegas Menteri Pariwisata Arief Yahya.