Cari

Satu-satunya Foto Keluarga Sisingamangaraja XII Yang Berhasil Diabadikan Pihak Belanda

Posted 19-10-2020 10:19  » Team Tobatabo
Foto Caption: Duduk di kursi, dari kiri: Boru Nadeak (istri kedua), Boru Situmorang (ibu), Boru Sagala (istri pertama). Berdiri berbaju putih adalah Ama ni Pulo Batu, sepupu sang ibu. Di belakang tanpa topi itu Hans Christoffel, komandan pasukan marsose yang mengejar Sisingamangaraja XII.

Pada Maret 1907. kapten Christofel dan pasukan baru diberangkatkan dari Cimahi. Pasukan Marsose yang diberi nama Garnizoens Compagnie van Tapanoeli ini mendarat di Sibolga pada April 1907.

Komptrolir Kok masih menawarkan penyerahan diri dengan mengirim Ompu Somba Debata Situmorang yang merupakan mertua Ompui Raja Sisingamangaraja. Usaha ini tidak melemahkan tekad Ompui Raja Sisingamangaraja untuk berjuang tak kenal menyerah sampai akhir. 

Pasukan Marsose dipimpin oleh Christofel segera bergerak ke arah Harianboho. Dari informasi intelijen, mereka menyergap sekelompok pejuang, ternyata adalah pasukan dari Ompu Babiat. Ompu Babiat menyelamatkan diri dari sergapan dan mundur ke arah Pinem. 

Pasukan Marsose di Perang Aceh

Foto: J. B. van Heutz and his troops during the Battle of Batèë Iliëk, 1901 | Collection of the Tropenmuseum, The Netherlands. Pasukan Marsose KNIL impinan van Heutz di perang Aceh

Pasukan Marsose mengejar ke Pinem. Pertempuran terjadi, kembali Ompu Babiat dan Ompui Raja Sisingamangaraja selamat bersama sisa pasukannya mundur ke daerah Solok. 

Pasukan Marsose yang mengejar dihadang di Sungai Passinaron. Sejumlah pejuang kembali menjadi korban di pertempuran ini.

Saat posisi pasukan Ompui Raja Sisingamangaraja ada di Pangguhon datanglah Ompu Partahan Batu dari Sosor Lutung Muara. Beliau menyampaikan keprihatinan atas perjuangan yang berat dari Ompui Raja Sisingamangaraja dan menyampaikan simpati dan dukungan dari pendukung setianya.

Baca juga Mengenang Gugurnya Raja Tanah Batak Sisingamangaraja 110 Tahun
Baca Juga Dikibarkan Saat Perang, Ini Makna Bendera Sisingamangaraja XII
Baca Juga Guru Somalaing Pardede, Parhudamdam Malim Ulu Balang Sisingamangaraja XII dari Balige

Akhirnya terasa juga firasat sang Raja. Bahwa waktunya sudah tiba. Ompui Raja Sisibgamangaraja meminta dilangsungkan upacara perpisahan. 

Upacara sulang sulang baginya dilakukan. Selesai upacara Sulang sulang dan pemberian petuah. Keluarga, petempuan dan anak anak diberangkat dengan pengawalan. Oleh Partahi Kius, Partahi Ompu Tumanggor, dan Partahi Bonggal. Rombongan ini ditemukan pasukan Marsose dan dibawa ke Tangsi militer Sidikalang.

Keluarga Sisingamangaraja XII ditangkap Mei 1907, tak lama sebelum sang raja gugur.

Setelah tragedi pertempuran di Si Onom Hudon dan Pearaja, kekalahan telak pasukan Sisingamangaraja disertai dengan gugurnya Sang Raja dan beserta anak-anaknya. Dari hutan Sindias, jenasah Raja Si Singamangaraja XII dan dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi diusung ke Pearaja (Dairi), kemudian ke Lintong, Tele, Harianboho, dan disemayamkan di Pangururan. Dari sana dibawa ke Balige, kemudian ke Tarutung. Tanggal 22 Juni 1907, ketiga jenasah dimakamkan di depan tangsi militer Tarutung dengan penghormatan militer. Mereka dimakamkan dalam satu lubang.

Mendengar Sang Raja gugur, keluarga yang sudah lebih dulu ditahan di tangsi militer Sidikalang mangandungi. Mereka antara lain terdiri dari ibunda Boru Situmorang, istri Sailan Boru Sagala dan Nantingha Boru Nadeak, istri Patuan Nagari Nainga Boru Situmorang serta anak-anak. Mereka memohon diijinkan untuk melihat jenasah Sang Raja untuk terakhir kali.

Keluarga ini pun diberangkatkan dari Sidikalang ke Silalahi. Dari sana naik kapal motor ke Pangururan, terus ke Balige. Dari sana mereka jalan kaki ke Siborongborong lewat Tangga Batu dan Sipintu-pintu. Waktu itu belum ada jalan raya.

Di Siborongborong, rombongan istirahat sebentar. Di sana Konrolir Ypes sempat mengambil foto mereka. Dan itulah satu-satunya foto dokumentasi sejarah keluarga Si Singamangarja dari perjuangan geriliya hampir 30 tahun. Foto dalam duka yang terdalam, karena setiba di Tarutung ternyata Sang Raja dan dua putra yang mereka cintai sudah dimakamkan.

Turut ditangkap dan dibawa Sunting Mariam, Buntal dan Pangkilim yang masih bocah. Keluarga ini lalu "diasuh" Belanda dan dibaptis. Anak-anaknya begitu besar "dibuang" ke Jawa, disekolahkan.

Keluarga ini kemudian jadi internir di sebuah rumah panjang di komplek tangsi militer Tarutung. Mereka tak pernah kembali ke Bakkara, asal dan pusat kerajaan Dinasti Si Singamangaraja.