Mau Tinggal Dimana Kami Kalau Digusur Pemko
SIANTAR - Pemindahtanganan lahan Kebun Bangun milik PTPN III kepada Pemko Pematangsiantar meninggalkan kecemasan bagi masyarakat setempat yang selama ini menetap di lokasi. Pasalnya, mulai sekarang, Pemko Pematangsiantar bisa menggusur para warga yang notabene menggarap di lahan tersebut.
Setelah belasan tahun terbengkalai dan digarap oleh banyak masyarakat, kini, lahan tersebut telah resmi menjadi milik Pemko Pematangsiantar. Dengan itu pula, mereka berarti terancam akan digusur.
Rata-rata rumah yang berdiri di atas lahan tersebut termasuk bangunan permanen dan semi permanen. Bahkan ada pula beberapa yang nampak megah, dengan dinding beton dan lantai keramik. Banyak pula bangunan rumah permanen yang disewakan. Aliran listrik juga nampak sampai ke rumah-rumah di sana.
Namun, tetap saja, mereka yang menggarap di situ lantaran tak sanggup membeli tanah secara resmi karena keterbatasan ekonomi, resah dengan kabar tersebut.
"Cemaslah kami. Mau tinggal dimana kami kalau kami digusur. Masak kita digusur gitu aja. Apa mereka senang kita digusur," ujar Trisni (41), salah seorang warga setempat yang menghuni rumah bekas rumah dinas pegawai PTPN III.
Trisni mengatakan, dirinya bersama keluarga telah menetap di lokasi selama 13 tahun.
"Udah 13 tahun kita di sini. Kita di sini, kan, eceknya, kita ngurus anak sekolah. Kita bukan orang senang. Kalau orang senang ya, gak mungkin kita tinggal di sini. Ya, udah beli tanah aja di kota sana," katanya.
"Anak-anak pun bilang, 'Cemana mak kalau kita digusur. Mau dimana kita tinggal'. Sedih aku dengarnya. Anak saya empat. Dua lagi masih sekolah SMP kelas 2, SD kelas 6," lanjut wanita yang hanya berjualan jajanan di depan rumahnya ini.
"Bapak (suaminya) pun kerjanya cuma mukul batu. Kalau ada baru bisa dapat upah. Kalau gak ada ya gak ada. Kayak kami ya nangis lah kalau sempat digusur. Nengok di TV-TV itu rumahnya digusur, aduuuh, sedihnya."
Trisni berharap, jikapun nantinya Pemko menggusur, ada santunan ganti rugi sehingga mereka dapat mencari tempat tinggal baru. "Pinomat adalah ganti ruginya. Kayak mana kami kalau cuma digusur gitu aja," katanya.
Kecemasan juga dirasakan Siti (51), warga lainnya. "Suamiku pun udah meninggal 10 tahun lalu. Anakku masih dua lagi itu kecil-kecil," kata ibu yang bekerja sebagai tukang cuci ini. Kastina Sihotang (67), mengecam Pemko jika sampai menggusur warga.
"Apa Pemko gak mau rencana ngasih rakyatnya? Suka kali apa Pemko terlantar rakyatnya. Mau mereka rakyatnya tidur di jembatan. Permintaan kami nya itu. Gak kasian mereka. Kami orang miskinnya. 11 tahun kami di sini. Cucu kami masih kecil. Itu permohonan dari rakyat kecil. Kalau orang kaya iyalah," katanya.
Kastina berharap, Pemko mau memberikan izin kepada mereka untuk tetap dapat tinggal di lokasi. "Kami lebih milih di sini ajalah. Biarlah bayar tanah ini, asal kami jangan digusur. Digusur pun walaupun pake ganti rugi sama aja," kata Kastina.
John, warga lainnya, siap melawan jika Pemko sampai menggusur mereka. "Kenapa pula baru sekarang. Listrik aja udah masuk di sini. Kalau memang kami di sini warga penggarap, warga liar, kenapa bisa sampai masuk listrik ke sini," katanya.