Penjual Rombengan Tebingtinggi Nilai Larangan Menjual Baju Bekas Tidak Berpihak pada Masyarakat Miskin
Larangan penjualan baju bekas (rombengan) yang dituangkan dalam kebijakan Kementerian Perdagangan menyusul kabar ditemukannya pakaian bekas berbakteri menuai keluhan dari pedagang ‘rombengan’ dan warga Tebingtinggi. Penilaian mereka, kebijakan tersebut tidak berpihak terhadap masyarakat kurang mampu
“Kalau ada uang saya untuk membeli baju yang baru dan mutunya bagus tidak mungkin saya membeli ‘rombengan’. Pakaian bekas selain mutunya bagus harganya juga terjangkau masyarakat seperti kami ini,” sebut Hadijah saat dijumpai SIB berbelanja pakaian bekas di Pasar Rombengan, Jalan Besi, Kelurahan Gambir, Kecamatan Tebingtinggi Kota, Kota Tebingtinggi, Kamis (5/2)
Hadijah lebih lanjut mengatakan, seharusnya sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan sebaiknya ‘berkaca’ terlebih dahulu dan jangan seenaknya buat aturan”. Lihatlah dulu kemampuan rakyat baru bicara macam-macam. Makan aja susah konon beli baju baru”, cetus Sopi salah seorang pembeli yang sedang memilih-milih pakaian bekas
Protes senada juga disampaikan pengunjung lainnya. Menurut mereka, saat ini masyarakat masih memiliki daya beli yang berbeda. “Kalau Pak Menteri, bajunya pasti jutaan, kalau kita hanya mampu beli yang harganya sepuluh ribu rupiah. Jangan disamakan Pak Menteri dengan rakyat,” celetuk Ena sambil memilih-milih celana bekas
Diakui Ena, yang datang berbelanja ke Pasar Rombengan, peminat tidak seluruhnya warga kurang mampu, ada juga datang belanja yang bergelang emas besar-besar. “Itu artinya pakaian bekas ini kan peminatnya bervariasi, hal itu disebabkan selain mutunya ada yang bagus hargannya juga terjangkau,” jelasnya
Ternyata keluhan tersebut bukan hanya dari pembeli, sejumlah penjual di pasar tersebut yang ditemui SIB juga mengeluhkan hal yang sama. “Kalaulah pemerintah menyetop pasokan barang masuk dari luar negeri apalah yang kami jual. Kalau kami tidak jualan apa yang dimakan dan darimana biaya hidup serta biaya sekolah anak-anak,” sebut Arif Lubis yang mengaku telah 15 tahun berjualan pakaian bekas
Hal yang sama juga disampaikan M Br Gultom yang juga berprofesi sebagai pedagang baju bekas . Katanya, kebijakan pemerintah melarang berjualan baju bekas dengan dasar penyakit tidaklah mendasar sebab dirinya selama bertahun-tahun berjualan baju bekas belum pernah kata dokter terkena bakteri. “Jangan
susahkanlah kami masyarakat kecil ini. Mereka seharusnya memikirkan bagaimana caranya memakmurkan rakyat bukan membuat resah,” cetus M Br Gultom sembari mengatakan dirinya menilai kebijakan tersebut adalah kebijakan ‘ngaur’ dan tidak berpihak bagi masyarakat kecil.