Cari

Ayah Bejat,Tega Mencabuli Dua Putri Kandungnya Sejak Duduk di Bangku Sekolah Dasar

Posted 10-02-2019 02:16  » Team Tobatabo
Foto Caption: ersangka pencabulan Yuda Aswin alias Amat (34) yang tega mencabuli kedua anak perempuannya.

MEDAN - Entah apa yang ada dibenak tersangka pencabulan Yuda Aswin alias Amat (34) hingga tega melampiaskan nafsunya, kepada kedua anak kandungnya perempuannya sebut saja Melati (10) dan Bunga (9) tahun.

Warga Percut Sei Tuan, yang sehari-harinya bekerja sebagai supir pikap, tampaknya tak pikir panjang saat melakukan aksi tidak senonoh itu.

Diketahui, perbuatan tidak senonoh itu, telah terjadi sejak putrinya duduk di bangku sekolah dasar tahun 2015 dan terakhir kali dilakukan oleh tersangka Amat pada (1/12/2018).

Kasatreskrim Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira mengatakan bahwa pada tahun 2017 silam, dimana hari dan tanggal yang sudah tidak diingat lagi. 

Pelapor R (36) yang merupakan sang istri pada saat itu baru saja bangun tidur. Namun betapa terkejut dan hancur hatinya saat dia sang suami mencabuli putri kandungnya.

Melihat hal tersebut, membuat emosi sang istri memuncak dan langsung marah. 

Situasi tersebut membuat dirinya bertengkar hebat dengan tersangka yang tak lain adalah suaminya.

Perbuatan itu bukan hanya sekali, namun saat terakhir Hal yang paling membuat hati R hancur, tatkala pada hari Sabtu (1/12/2018) sekitar pukul 07.00 WIB.

Anaknya Melati mengatakan kepada sang ibu bahwa pada saat dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, sang ayah tega melakukan perbutan bejatnya. Dia mencabuli putri kandungnya.

Mendengar pengaduan itu, kemudian sang ibu kemudian langsung bertanya kepada kedua anaknya. Dari jawaban keduanya tidak hanya Melati, namun Bunga juga diperlakukan sama oleh sang Ayah. 

Mengetahui aksi cabul terhadap darah dagingnya itu, ibu korban langsung melaporkannya ke Mapolrestabes Medan

"Mereka berdua menceritakan bahwa tersangka Amat sering menyuruh kedua anaknya melakukan itu," kata Putu, Sabtu (9/2/2019).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka Amat menerangkan bahwa sejak anak-anaknya masih bayi hingga saat ini, tersangka Amat sering menurunkan celana anak-anaknya, kemudian ia menepuk-nepuk pantat kedua anaknya.

"Tersangka Amat juga selalu membuka celananya hingga telanjang dan memakai kain sarung di depan anak-anaknya," tukas Putu.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat tentang tindak pidana persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap anak. 

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (1),(2) (3) jo 76 D atau Pasal 82 Ayat (1) (2) Jo 76 E UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. 

Ancaman hukuman terhadap dirinya diatas 20 tahun penjara.

Usulkan Pelaku Dikebiri

Menanggapi kasus ini, Tim Advokasi Satgas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Sumut, Muslim Harahap SH MH mengaku sangat menyayangkan masih ada lagi pelaku-pelaku kejahatan terhadap anak.

Menurutnya, peran dari pemerintah dan dinas-dinas terkait harus benar-benar melindungi anak. Yang mana harus di evaluasi dan dikaji mana peran keluarga, masyarakat dan pemerintah pusat dan daerah terkait perbuatan itu.

"Perbuatan delik pidana yang dilakukan oleh orangtuanya jelas pemberatan hukuman," kata Muslim, Sabtu (9/2/2019).

Pada pasal 81 dan 82, pelaku cabul terhadap anak diberikan hukuman 20 tahun penjara dan berdasarkan UU No 35 tahun 2014 pasal 80 ayat 3, apabila yang melakukan kejahatan itu adalah orangtuanya maka ditambah sepertiga dari pidana pokok.

Masih kata Muslim, UU No 17 tahun 2016 menjerat hukuman pidana selama 20 tahun dan mengkaji UU No 35 tahun 2014 pasal 80 ayat 3 ditambah 1/3 dari pidana pokok, artinya 20 tahun penjara ditambah 1/3 berarti 25 tahun pelaku mendapat pidana penjara.

Lebih lanjut, pidana penjara yang dimaksud adalah pidana tentang tindakan, tentang tambahan dan pidana kebiri. 

Kalau dievaluasi lagi, sudah ada UU No 17 tahun 2016, apakah sudah ada implementasi tentang kebiri tersebut.

"Hingga saat ini tentang kebiri belum ada di implementasikan. Berarti kan keadilan untuk negara dan bermartabat belum di dapatkan. Padahal UU ini sudah ada sejak tahun 2016," ujar Muslim.

"Saya sampaikan bahwa pandangan hukum kita 20 + 5 + kebiri. Hukuman harus dilakukan dengan tiga tindakan, apakah pemasangan chip, pemotongan alat-alat tertentu atau diumumkan di media massa," ungkap Muslim.

Muslim menyarankan, bahwa perbuatan pidana ini harus dioptimalkan hukumnya. Seperti perlu kajian-kajian yang mendalam, tentang peran pemerintah bagaimana melindungi anak berdasarkan hukum.

Kemudian, harus ada program utama pemerintah pusat yaitu 3 M. Di antaranya akhiri kekerasan terhadap anak dan perempuan, akhiri perdagangan anak dan perempuan serta akhiri kesenjangan ekonomi. Karena ini adalah program utama kementrian.

Muslim menyarankan bahwa yang perlu di kaji lagi, bahwa kebiri ini artinya tidak ada lagi kekerasan terhadap anak dan perempuan. Namun faktanya P2TP2A masih mendampingi banyak korban serupa dan malah pelakunya semakin menjadi-jadi.

"Jadi ini, seharusnya jadi kajian kita sudah sejauh mana program ini berjalan. Apakah sudah sampai pada keluarga, perorangan atau sudah sampai kepada elemen-elemen pemerintahan terkecil di daerah. Kalau belum, berarti belum ada pemahaman yang terintegritas untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak ini secara menyeluruh," beber Muslim.

Ditanya, soal korban pencabulan yang biasa akan alami trauma dan dalam pergaulan dikucilkan, serta akan alami perasaan minder dan takut keluar rumah pascakejadian. Muslim mengatakan pemerintah harus ikut serta dalam penanganan hal trauma healing ini. Baik pemerintahan pusat, pemerintah daerah seperti provinsi maupun kabupaten.

Melalui dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pemerintah seharusnya sudah bisa melakukan pendampingan langsung, untuk melindungi anak-anak korban pencabulan, 
sehingga anak-anak ini bisa mendapatkan pemulihan cepat.

Karena sudah ada di dinas ini, lanjut Muslim pendampingan psikolog untuk mendapatkan rehabilitasi dan re integrasi sosial harus ada. Agar anak itu terobati trauma healing.

"Ia akan kembali menjadi bagaimana anak-anak seperti biasanya. Dia akan mendapatkan stimulan-stimulan yang positif bagaimana lawan jenisnya. Dia akan bisa bergaul bagaimana teman-teman sebayanya," urai Muslim.

Kenapa perbuatan ini semakin hari terus semakin menjadi-jadi, Muslim beberkan bahwa sebenarnya sangat penting sekali penyuluhan peran orangtua, untuk diberikan pemahaman kepada masyarakat luas. 

Tentang bagaimana peran orangtua yang sesungguhnya dan peran dalam keluarga, agar keluarga bisa bersatu-padu melindungi bukan malah menjadi korban.

P2TP2A juga memberikan saran lain, bahwa sangat penting sekali parenting family. Menurut Muslim hal ini bisa dilakukan dari KUA sebelumnya proses pernikahan. 

Seperti konseling sebelum pernikahan, bagaimana peran seorang kepala keluarga. Bagaimana akibat hukum dan lainnya.

"Selama ini hanya persyaratan formil saja yang diberikan dan materil tidak. Ketika kita ke KUA atau Gereja itu ada kajian yang sifatnya formil. Setelah lengkap itu sah dan diberikan rekomendasi untuk di kawinkan," katanya.

Masih kata Muslim, ini seharusnya bisa menjadi kajian dari menteri agama, ulama, dewan gereja dan lainnya untuk melahirkan kebijakan baru. 

Agar mengantisipasi kejadian serupa tidak terjadi.

"Kami berharap peran pra nikah atau parenting sangat penting sekali. Ketika seseorang diberikan masukan dan pemahaman bagaimana parenting kepada setiap orang yang mau menikah. Baik agama Islam dan agama lainnya, biar tidak ada miskomunikasi hukum. Sehingga dia tahu ketentuan aturan pidana dari akibat hukum yang dilakukannya," pungkas Muslim.

Dikutip dari Tribun Medan