Ini Wajah Satpam Unimed Tersangka Pengeroyokan Joni Fernando Silalahi dan Stefan Samuel Sihombing
MEDAN - Polrestabes Medan menangkap empat tersangka pengeroyokan dua pemuda di lingkungan Universitas Negeri Medan (Unimed), Rabu lalu.
Dua orang korban yang dituduh pencuri helm itu, Joni Pernando Silalahi dan Stefan Sihombing, meninggal dunia.
Nainggolan menyatakan, kasus ini masih terus dikembangkan mencari kemungkinan adanya tersangka lain.
Nainggolan mengaku tidak bisa memberikan keterangan lebih banyak terkait kasus tersebut secara detail.
"Besok rencananya, Polrestabes Medan akan mengumumkan informasi terkait empat tersangka. Untuk lebih jelasnya, silahkan ke Polrestabes Medan besok,"katanya, Jumat (22/2/2019).
Dihubungi terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira menyatakan empat orang yang ditangkap adalah petugas satpam di Unimed.
"Satpam semua yang kita amankan. Ini masih kita lakukan pengejaran terkait beberapa tersangka yang terlibat dalam penganiayaan yang menewaskan dua orang pemuda yang diduga pencuri helm itu," katanya.
Berdasarkan foto tersangka yang dihimpun tribun-medan dari empat tersangka, dua di antaranya memakai baju dinas satpam hingga terpampang namanya. Yakni Bagus Prayetno alias BP (18) dan Muhammad Abdul Kadir MAK (21).
Sedangkan tersangka MAP (22) dan F (26) mengenakan pakaian sipil.
Joni Fernando Silalahi (30), yang merupakan salah satu korban penganiayaan hingga berujung tewas di Universitas Negeri Medan (Unimed) pada Selasa (19/2/2019) lalu.
Diketahui, Joni tewas bersama rekannya Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21). Mereka dituduh mencuri sepeda motor lantaran tidak bisa menunjukkan STNK hingga dituduhkan mencuri helm, yang tak bisa dibuktikan kebenarannya.
Effendi Silalahi (57) dan Romanti Limbong (55), yang tidak lain adalah orang tua dari Joni, coba kembali menceritakan peristiwa nahas itu.
Effendi mengatakan bahwa Joni adalah anak ke 2 dari 7 bersaudara. Joni telah dikebumikan di Klambir V Helvetia sekitar pukul 17.00 WIB, Kamis (21/2/2019) kemarin.
Peristiwa terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, terjadi keramaian di Unimed terus ada yang kenal datang melapor kemari bilang si Joni ditangkap satpam dan diteriaki maling.
Joni dituduh curanmor karena kebetulan STNK sepeda motor nggak dibawa. Pas ditanya satpam nggak bisa ditunjukkannya.
Saat keluarga mau datang kesana disarankan agar jangan datang tanpa membawa pihak yang berwajib (polisi). Karena suasana sedang tidak kondusif takut semakin diamuk massa.
"Kami coba hubungi kenalan pihak polisi dan dia bilang hubungi Polsek Percut Seituan. Jadi saya kesana (Unimed) bersama anak dan menantu. Sampai sana mau kami lihat ke pos satpam tidak dikasih masuk. Sementara menantu ku mau lihat nggak dikasih dan melapor dan 30 menit kemudian, baru datang bawa mobil patroli polisi," ujar Effendi.
"Setelah datang polisi baru bisa masuk. Kami tunjukkan fotokopi STNK ke Satpam tapi sudah tidak diopeni. Anak saya sudah tergeletak di lantai. Keluar darah dari mulut kepala dan hidung. Menurut saya sudah mati waktu itu, karena sudah tidak bergerak. Kami coba usahakan bawa berobat. Pas dirumah sakit haji sudah tidak ada lagi nyawanya kata dokter. Tapi denyut nadi masih ada. Usahakan dulu bisa selamat, tolonglah dokter, tolonglah dokter. Tapi ternyata sudah tidak bisa," ungkap Effendi.
Sekitar pukul 19.30 WIB, lanjut Effendi menantu datang kemari bawa surat-surat kendaraan karena dituduh curian. Padahal sepeda motor atas nama mertua, yang kebetulan STNK terbawa di tas saat berangkat ke Penang untuk berobat. Hingga akhirnya ibunya Friska pulang ke Medan kemarin.
"Saya dapat info setelah diikat dibawa ke belakang pos satpam, ia ada dipukul pakai balok oleh para satpam. Saya jelas nggak terima dengan tuduhan itu. Sudah digari si Joni, ditelanjangi cuma pakai boxer dan masih sanggup dipukuli," ujarnya.
Ternyata kereta itu kan tidak curian dan tidak ada mereka mencuri apa-apa. Joni menganalisa, melihat dari peristiwa itu bisa saja Joni ada keluarkan HP untuk menghubungi. Tapi sebelum menghubungi sudah dirampas satpam dan dia tidak dikasih kesempatan menghubungi keluarga.
Effendi berujar bisa jadi tidak ada sepeda motor yang hilang saat kejadian. Hingga akhirnya direkayasa ada kehilangan helm dan dipakaikan helm ke orang itu. Sementara pas mereka pergi tidak ada pakai helm.
"Jadi info polisi dari pihak kita ada yang tanya. Kehilangan helm tahu dari satpam. Seharusnya kalau hilang, yang lapor bukan satpam yang bilang helmmu hilang diambil mereka (Joni dan Stefan). Kan bisa saja satpam itu langsung menangkap kalau mereka mencuri. Tapi kenapa baru belakangan dibilang setelah mencuri sepeda motor tidak terbukti. Helm itu entah dari manapun kami bingung," katanya.
"Sejujurnya anak kami tidak ada mencuri helm. Ini adalah korban penganiayaan dan pembunuhan berencana. Kalau memang ada pencurian seharusnya lapor polisi tapi tidak ada pelaporan. Kenapa satpam malah main hakim sendiri. Kalau masalah dia masuk kesitu, memang sering dia sore-sore jalan-jalan kesitu," ungkap Effendi.
Yang lebih diherankan Effendi, sebagai orangtua mengapa ia tidak dikasih masuk awalnya untuk melihat kondisi anaknya. Itu jadi tidak masuk akal baginya.
"Kalau anak kita bersalah kita pasti bertanggungjawab," jelas Effendi.
Friska Sari Silaban (26) istri dari pria yang tewas dikeroyok Satpam Unimed, Joni Fernando Silalahi (30) sangat terpukul.
Wanita berkulit putih ini, tak pernah membayangkan bakal melahirkan anak kedua tanpa didampingi lagi oleh suami tercinta.
Ia juga tidak bisa membayangkan bagaimana hidup sendiri dalam keadaan hamil 5 bulan, dan harus mengasuh anak yang masih berusia 1 tahun 3 bulan.
Keadaan pelik ini terjadi, lantaran suami yang dicintai telah meninggal dunia, karena tuduhan suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan dan tidak bisa dibuktikan sama sekali.
Friska yang telah menjalani biduk rumah tangga selama 3 tahun dengan Joni, sekarang harus hidup sendiri untuk mencari nafkah bagi anaknya dan calon anaknya yang masih ada di dalam kandungan.
Friska Silaban, istri Joni Silalahi yang tewas di keroyok Satpam di Unimed, Selasa (19/2/2019) lalu (Tribun Medan)
Joni merupakan korban penganiayaan yang dilakukan secara beramai-ramai, oleh oknum Satpam di Unimed hingga berujung kematian.
Mirisnya, Joni dan Stefan mengantarkan nyawanya di Unimed, karena dituduh mencuri sepeda motor dan helm.
Kejadian keji itu, dialami Joni saat berkunjung sore hari ke Kampus Universitas Negeri Medan (Unimed) bersama rekannya Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21) untuk main-main, pada Selasa (19/2/2019) lalu.
Joni dan Stefan tewas diamuk massa di kawasan kampus Universitas Negeri Medan (Unimed). Keduanya dipukuli setelah dituduh mencuri.
Mereka dituduh mencuri helm dan sepeda motor saat akan keluar areal kampus. Keduanya langsung dikerumuni massa.
Joni dan Stefan tak bisa mengelak. Keduanya dipukuli massa. Kejadian itu lalu dilaporkan ke pihak kepolisian Polsek Percut Sei Tuan, kemudian turun ke lokasi kejadian.
Petugas melarikan Joni dan Stefan ke Rumah Sakit Haji.
Ditemui di rumah mertuanya, istri Joni, Friska Purnama Sari Silaban (26) hanya bisa tertunduk lesu saat kembali diingatkan tentang suami tercinta yang telah tiada.
Tatapan mata Friska lebih banyak kosong, sesekali ia melihat buah hatinya yang masih berusia setahun, serta beberapa kesempatan ia membuka smartphone yang digenggam.
"Waktu itu saya lihat di pos satpam kondisi suami saya sudah berlumuran darah keluar dari kepala, hidung dan mulut," kata Friska, Jumat (22/2/2019).
"Saya ngamuk, ini kenapa siapa yang bisa menjelaskan, tapi para satpamnya malah kabur," lanjut Friska.
Karena tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa suami dan teman suaminya dihajar hingga babak belur dan belakangan mati, Friska pun kembali mencecar para satpam.
"Pas aku tanya siapa yang curi helm, mereka (satpam) malah sibuk cari helm untuk membuktikan helm itu curian," ujarnya.
"Tapi mereka nggak bisa buktikan kalau suamiku mencuri helm. Mereka juga nggak bisa buktikan suamiku curi sepeda motor, karena tidak ada sepeda motor yang hilang," sambungnya.
Friska menuturkan bahwa tak lama setelahnya, ada seorang pria berperawakan tinggi, tegap, badannya berisi menggunakan pakai biasa mengaku seorang polisi.
"Saya polisi," kata pria itu, ditirukan Friska.
"Jadi kalau kau polisi, kau biarkan mereka main hakim sendiri," jawab Friska.
"Sempat aku mau ditonjok, tapi karena ada yang halangi tidak jadi. Tapi saya kasih saja nah kalau berani," ujar Friska.
Saat itu, Friska melihat kondisi suaminya di dalam pos satpam sudah tidak berdaya. Joni sudah dalam posisi diam saja dengan wajah berlumuran darah.
"Jujur saya sangat kecewa kali, sangat kali, melihat perlakuan main hakim sendiri terhadap suami saya. Satpam kan seharusnya mengamankan bukan ikut mengeroyok sampai tewas," ujar Friska.