Cari

Di Medan Terjadi 308 Kasus Perceraian hingga Februari 2019, Pasangan Muda Mendominasi Faktor Ekonomi

Posted 04-04-2019 15:11  » Team Tobatabo
Foto Caption: [Ilustrasi cerai]

MEDAN - Perceraian menjadi salah satu kejadian yang menyebabkan banyak faktor negatif di tengah keluarga baik terhadap anak maupun kedua belah pihak yang bercerai.

Bahkan di Kota Medan perceraian tiap tahunnya terus bertambah, teranyar data yang dilansir Tribun Medan, pada tahun 2018 terdapat 2861 kasus yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Medan Kelas 1A di Jl. Sisingamangaraja Km. 8.8 No. 198, Timbang Deli Medan Amplas.

Perceraian tidak hanya mendera para pasangan yang sudah cukup berumur, namun malah banyak terjadi pada pasangan muda yang masih berumur jagung sekitar 2 atau 3 tahun pernikahan.

Humas Pegadilan Agama Medan, melalui Paniter, Muslih, Mh menyebutkan bahwa masih memasuki dua bulan hingga akhir februari 2019 sudah ada 308 kasus perceraian.

"Hingga akhir Februari perkara perceraian yang masuk itu ada 308 kasus. Ini belum masuk yang Maret karena masih dalam penghitungan," terangnya kepada Tribun.

Ia menyebutkan bahwa dalam 308 kasus tersebut pihak istrilah yang paling banyak mendominasi talak cerai sang suami.

"Dimana dari 308 tersebut, terdapat 64 perkara diajukan pihak suami, namuan 244 diajukan oleh pihak istri," jelasnya.

Muslih melanjutkan bahwa perkara yang banyak mendominasi adalah para pengantin muda yang masih berumur 2 atau 3 tahun pernikahan.

"Paling banyak dia usia 21-23 tahun, paling sering itukan kalau perempuan nikah di umur 19 tahun, yang laki-laki umur 21 tahun. Rata-rata pernikahan ini dua atau tiga tahun," tuturnya.

Ia melanjutkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan para pasangan muda ini, terutama terkait masalah ekonomi dan krisis moral.

"Penyebab terbanyak para pasangan muda ini memang yang pertama faktornya itu karena ekonomi, ya paling sering pihak suami terbanyak tidak ada tanggung jawab menafkahi. Selanjutnya krisis moral, seperti menyakiti jasmani memukul, menampar, menunjang, melempar piring, tidak ada keharmonisan," bebernya.

Bahkan ia menjelaskan narkoba juga menjadi faktor terbesar perceraian di kalangan pengantin muda di Kota Medan.

"Selain itu juga ada narkoba dan tidak ada tanggung jawab suami, krisis moral itu karena pemakaian narkoba itu juga ada di beberapa kasus disini," tambah Muslih.

Ia menuturkan kebanyakan sidang yang dijalankan banyak tidak dihadiri para pihak suami.

"Kebanyakan sidang itu sebagian besar tidak dihadiri pihak lawannya, karena sudah dipanggil dengan sah dan patut melalui surat tapi tetap tidak hadir. Jadi ya itu tetap diputus," tuturnya.

Selain para pasangan muda, Muslih juga menyebutkan bahwa para pasangan tua yang sudah rata-rata pernikahan 10 tahun juga masih banyak terjadi di PA Agama.

"Perceraian yang sudah umur 30 tahun sampai 40 tahun juga masih banyak. Rata-rata usia pernikahan ini sekitar 10 tahun," jelasnya.

Penyebab yang terjadi juga beragam, biasanya kebanyakan kalau di usia pernikahan ini bercerai akibat ada gangguan dari pihak ketiga.

"Biasanya penyebabnya itu gangguan pihak ketiga, biasanya suami bermain cinta dengan wanita idaman lain itu hasrat mencari yang muda. Juga ekonomi ada biasanya suami tidak memberikan nafkah dalam rumah tangga," tambahnya.

Lebih lanjut, ia juga menerangkan tidak semua kasus berujung perceraian. Setidaknya dari 308 kasus terdapat 28 kasus yang berujung berdamai.

"Yang dikabulkan dan diputus 280 putus cerai. Yang lainnya dicabut, ditolak dan tidak diterima serta sebagian lainnya digugurkan. Ada 28 kasus berdamai, lazimnya ada komitmen dari kedua belah pihak, dan faktornya pengarahan dari hasil mediasi oleh mediator dan bisa juga dapat juga terjadi upaya penasehatan dari majelis hakim sebelum dilimpahkan kepada mediator," tambahnya.

Berkaca dari kasus percereraian di 2018, Muslih menjelaskan dari 2861 kasus. Sebanyak 2238 perkara diajukan oleh pihak istri dan 623 pihak suami.

"Dari semuanya itu terdapat 199 kasus ditolak/tidak diterima tidak sanggup membayar biaya," pungkas mantan Panitera PA Lubukpakam.

Anak-anak jadi Korban

Pengamat Sosial, Dr Bakhrul Khair Amal M.Si menyebutkan korban dari sebuah perceraian adalah anak-anak yang ditinggalkan oleh para ayah dan ibu.

"Korban dari sebuah perkawinan adalah karena hancurnya dua orang dewasa yang bersalahpaham yang dikorbankan kepada anak. Orang dewasa mungkin bisa merasa selesai tapi bagi anak belum tentu bisa menerima. Selanjutnya muncul syok terkejut serta ketakutan atau mungkin menjadi sebuah keluarga yang broken home," terangnya.

Hal tersebut nantinya akan membuat sang anak akan lebih selektif untuk memilih pasangan, bahkan akan timbul ketakutan untuk menikah.

"Ketika nantinya sang anak beranjak dewasa dia akan lebih selektif agar tidak jatuh ke dalam ini. Bahkan yang terburuk bisa ada trauma terhadap pernikahan," tuturnya.

Faktor ekonomi seharusnya tidak menjadi alasan bagi pasangan untuk bercerai karena hal itu sudah harus dibahas sebelum pernikahan.

"Kemiskinan itu yang menyebabkan mereka berpisah karena persoalan komin. Itu harus dibahas sebelum ketika masuk dalam perkawinan. Lalu masuk perkawinan lalu itu terjadi.

Lalu selanjutnya ia menyebutkan bahwa terkait permasalahan tindak kekerasan rumah tangga dan narkoba sudah menjadi ranah hukum dan tidak pidana.

"Kalau perspektif kasus dari narkoba atau kekerasaan ini sudah pelanggaran hukum dan tidak dapat dianalisis," tuturnya.

Namun apabila fenomena yang terjadi karena terdapat orang ketiga, maka dapat dianalisis dalam perspektif sosial.

"Tapi kalau misalnya munculnya orang ketiga akibat sebuah perselingkuhan itu menjadi rana sosial. Itu yang saya lihat ada dua hati ada dua keluarga ada rumah ada tanggakan harus sama ini dua hati dan dua manusia, laki-laki dan perempuan," tambahnya.

Baginya solusi untuk menyelesaikan kondisi perceraian adalah dengan saling memahami satu sama lain dan menerima kekurangan pasangan.

"Intinya kekurangan itu harus dapat diterima, kelemahan itu yang harus dijelaskan, bukan karena kelebihannya tapi kekurangannya. apa yang terjadi, itu yang didiskusikan. Harus saling melengkapi dalam kekurangan bukan saling melengkapi pada kelebihan," pungkasnya.

Dikutip dari Tribun Medan